Kanal24, Malang – Suasana meriah menyelimuti Kelurahan Cemoro Kandang, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, pada pergelaran Gebyar Bantengan yang berlangsung dua hari, 2–3 Agustus 2025. Acara ini tidak hanya menjadi ajang pelestarian budaya tradisional, tetapi juga memperlihatkan penerapan prinsip Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Lingkungan (K3L) untuk memastikan kenyamanan dan keamanan baik bagi pemain maupun penonton.
Cemoro Kandang Menuju Desa Seni Bantengan
Menurut Rendra Fatrisna Kurniawan, analis kesenian dan budaya daerah dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, kegiatan ini merupakan langkah penting dalam menjadikan Cemoro Kandang sebagai pusat seni bantengan.
Baca juga:
Cleaner: Aksi Menegangkan di Langit London

“Di Malang terdapat lebih dari 780 sanggar seni, dan sekitar 250 di antaranya adalah sanggar bantengan. Khusus di Kedungkandang, pelaku seni bantengan memiliki jam terbang tinggi. Maka sangat tepat bila Cemoro Kandang diinisiasi menjadi Kelurahan seni bantengan,” ungkapnya.
Ia menegaskan, semakin banyak pusat kebudayaan akan semakin mendukung kemajuan seni dan budaya Kota Malang.
Penerapan K3L Jadi Sorotan Utama
Dari sisi kesehatan, Gigih Tulasma, S.Kep.Ns. dari Puskesmas Kedungkandang, menyoroti potensi risiko yang sering muncul dalam pertunjukan bantengan, mulai dari pingsan akibat panas, luka akibat “kalap”, hingga gangguan lain akibat kondisi fisik pemain.
“Untuk acara ini kami menyiapkan posko kesehatan yang dekat dengan lokasi. Prosedurnya, peserta atau penonton yang cedera langsung dibawa ke tempat aman untuk observasi dan penanganan awal. Kami juga menghimbau panitia memastikan kondisi fisik pemain sehat dan bebas dari pengaruh minuman keras,” jelas Gigih.
Dr. Nurida, yang terlibat dalam pengawasan penerapan K3L, menambahkan bahwa pengamanan dilakukan mulai dari pemakaian tali khusus untuk pemain bantengan, sweeping area agar bebas benda tajam, hingga pengaturan sound system agar tidak membahayakan kesehatan jantung penonton.
“Kalau penonton sudah paham menjaga jarak dan mematuhi aturan, bantengan ini aman sekali. Yang perlu dijaga adalah disiplin dari semua pihak,” katanya.
Apresiasi dari Pemerintah Kecamatan dan Disporapar
Camat Kedungkandang, Drs. Fahmi Fauzan A.Z., M.Si., menilai gebyar bantengan mampu mengonsolidasi puluhan kelompok seni di wilayahnya.
“Event ini mempersatukan semangat pelaku seni dan menempatkan Cemoro Kandang sebagai ikon seni budaya. Seni bantengan bukan hanya tontonan, tapi juga tuntunan dengan nilai-nilai luhur yang diwariskan ke generasi berikutnya,” ujarnya.
Sementara itu, Ahmad Supriadi, Kepala Bidang Kepemudaan Disporapar Kota Malang, menekankan bahwa bantengan menjadi wadah bagi kreativitas pemuda usia 16–30 tahun.

Baca juga:
Pelestarian Topeng Malang Warnai Ekspresi 7 Talenta Down Syndrome
“Kami mengapresiasi kreativitas anak muda melalui bantengan. Setiap tahun, festival serupa akan kami dukung untuk memajukan pariwisata dan memperkuat identitas budaya Kota Malang,” ungkap Ahmad.
Bantengan: Hiburan, Tradisi, dan Ekonomi
Selain nilai budaya, gebyar bantengan juga memberi dampak ekonomi. Berdasarkan pantauan, setiap kali acara berlangsung, pedagang kecil bisa meraih omzet jutaan rupiah per hari. Kehadiran musik tradisional yang dipadu dengan aransemen modern juga membuat semua kalangan, dari anak-anak hingga orang tua, antusias mengikuti.Gelaran Gebyar Bantengan di Cemoro Kandang menjadi tonggak penting dalam mengokohkan identitas seni tradisi Malang sekaligus menegaskan bahwa pelestarian budaya dapat berjalan seiring dengan penerapan K3L. Dengan dukungan pemerintah, akademisi, dan masyarakat, Cemoro Kandang kian layak menyandang predikat sebagai Desa Seni Bantengan. (nid/yor)