Kanal24, Malang – Aroma asam segar kimchi dan sauerkraut menyeruak memenuhi aula Pesantren Annur Nurul Fajri, Turen, Malang, pada Jumat (01/08/2025) pagi. Deretan jar kaca, plastik kedap udara, dan stiker label tertata rapi di atas meja-meja kerja. Di baliknya, para santri tampak serius menimbang, mengisi, dan menutup rapat kemasan berisi berbagai produk fermentasi nabati seperti kimchi, sauerkraut, acar timun, dan bekasam jamur.
Suasana ini menandai dimulainya sesi praktik dalam kegiatan pelatihan teknik pengemasan dan pelabelan produk fermentasi yang diikuti puluhan santri perempuan.
Baca juga:
Hijau dari Rumah: Edukasi Hidroponik dari MMD UB
Kolaborasi Doktor Mengabdi dan MMD UB
Kegiatan tersebut diikuti oleh 29 santri perempuan dan dipandu oleh Phelia Angelina, mahasiswa dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, dengan pendampingan Dr. Nur Kusmiyati, S.Si., M.Si., dan Prof. Elok Zubaidah, S.TP., MP.
Program pengabdian ini merupakan kolaborasi antara Program Doktor Mengabdi (MMD-DM) dan Mahasiswa Membangun Desa (MMD) Universitas Brawijaya. Tujuannya, membekali para santri dengan keterampilan pengemasan dan pelabelan yang tepat agar produk fermentasi mereka aman, awet, dan menarik di mata konsumen.
Penyuluhan Teori dan Analisis Kemasan
Pelatihan dibuka dengan penyampaian materi interaktif yang membahas fungsi kemasan, jenis kemasan yang sesuai untuk produk fermentasi, serta standar keamanan pangan.
Peserta diajak mengamati contoh-contoh kemasan komersial untuk memahami alasan pemilihan kemasan yang rapat, tahan kelembapan, mampu mengontrol gas, dan menjaga kualitas produk agar tetap layak konsumsi. Dari diskusi ini, santri mulai memahami bahwa kemasan bukan sekadar wadah, tetapi bagian penting yang menentukan daya simpan dan kualitas produk.
Praktik Pengemasan oleh Santri
Memasuki sesi praktik, suasana aula semakin hidup. Para santri dibagi menjadi enam kelompok, masing-masing beranggotakan empat hingga lima orang. Dengan sarung tangan plastik untuk menjaga kebersihan, mereka menimbang bahan, mengisi kemasan, dan menutupnya rapat.
“Pengemasan merupakan aspek penting dalam keamanan pangan. Jika kemasan yang digunakan tidak tepat, maka produk akan cepat mengalami kerusakan,” ujar salah satu santri peserta pelatihan.
Pendamping kegiatan, Dr. Nur Kusmiyati, menekankan pentingnya teknik ini dalam menjaga mutu produk.
“Produk fermentasi harus dikemas dengan rapat agar cairan brine tidak bocor dan tekstur produk tetap terjaga,” jelasnya.
Pelabelan Sesuai Standar BPOM
Selain pengemasan, materi pelatihan juga mencakup penyusunan label sesuai ketentuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Para santri mempelajari elemen label yang wajib ada, seperti nama produk, identitas produsen, komposisi, berat bersih, cara penyimpanan, dan tanggal kadaluarsa. Mereka membandingkan label produk populer dengan label buatan sendiri, lalu mendiskusikan perbedaan dan peluang perbaikan.
Hasil Pelatihan dan Dampak
Hasil akhir menunjukkan semua produk fermentasi berhasil dikemas secara rapi, higienis, dan siap dipasarkan.
“Jika kemasannya menarik, konsumen akan lebih percaya. Jika labelnya jelas, mereka pun yakin untuk membeli,” ungkap salah satu santri sambil menunjukkan kemasan sauerkraut buatannya.
Manfaat dari kegiatan ini tidak hanya pada keterampilan teknis, tetapi juga pada pembentukan jiwa wirausaha di lingkungan pesantren. Para santri kini memiliki bekal untuk menjaga mutu dan memperpanjang umur simpan produk, sekaligus meningkatkan daya tarik di pasar.
Mendukung Pemberdayaan dan SDGs
Lebih dari sekadar pelatihan, kegiatan ini menjadi bagian dari strategi pemberdayaan santri agar kreatif, mandiri, dan siap bersaing.
Baca juga:
Mahasiswa KKN Bojonegoro Hadirkan 120 Inovasi TTG
Pelaksanaan kegiatan ini juga merupakan luaran wajib dari Program Doktor Mengabdi (MMD-DM) dan Mahasiswa Membangun Desa (MMD) sebagai bentuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) di pesantren. Program ini mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) tujuan ke-4 tentang Pendidikan Berkualitas, serta tujuan ke-12 mengenai Pola Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab.
Dengan berakhirnya pelatihan, para santri tidak hanya membawa pulang produk fermentasi hasil karya mereka, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dalam usaha sehari-hari.
Langkah ini diharapkan menjadi awal dari berkembangnya generasi wirausaha pesantren yang tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga terampil dalam mengelola produk bernilai jual tinggi. Antusiasme dan semangat belajar para santri di aula Pesantren Annur menjadi bukti bahwa pemberdayaan ekonomi dapat dimulai dari lingkungan pesantren dengan hasil yang menjanjikan.