Kanal24, Malang – Di era digital yang berkembang pesat ini, platform permainan daring seperti Roblox menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan generasi muda, khususnya Generasi Z. Dengan lebih dari 200 juta pengguna aktif bulanan di seluruh dunia, Roblox tidak hanya menjadi tempat bermain, tetapi juga ruang sosial, ekonomi, bahkan edukatif bagi anak-anak dan remaja. Namun, semakin populernya Roblox juga menghadirkan kekhawatiran serius dari para ahli perkembangan anak, pendidik, dan orang tua. Muncul pertanyaan besar: Apakah Roblox memberi dampak positif terhadap kreativitas dan kemampuan anak, atau justru menyimpan ancaman tersembunyi yang membentuk karakter negatif generasi muda?
Baca juga:
LUAP: Nyoman Paul Tumpahkan Rasa Lewat Musik

Kebebasan Kreativitas yang Luar Biasa
Salah satu keunggulan Roblox dibanding platform lain adalah kemampuannya untuk memberikan kebebasan berkreasi secara penuh kepada penggunanya. Dengan fitur Roblox Studio, siapa saja termasuk anak-anak bisa menciptakan gim mereka sendiri, merancang karakter, dunia virtual, serta alur cerita yang unik. Bahkan, tidak sedikit yang menggunakan Roblox sebagai pintu gerbang awal belajar pemrograman. Dengan memanfaatkan bahasa scripting Lua, Roblox berhasil mengenalkan coding kepada anak sejak dini, sesuatu yang sangat positif dalam perkembangan keterampilan digital anak.
Tak hanya itu, banyak sekolah dan institusi pendidikan mulai melihat Roblox sebagai alat bantu belajar, terutama untuk pengajaran STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Melalui desain permainan dan kolaborasi digital, Roblox dianggap mampu meningkatkan daya pikir logis, problem solving, serta kreativitas siswa. Namun di balik potensi besar tersebut, tersembunyi risiko yang tak kalah besar jika tidak dibarengi dengan pengawasan dan edukasi yang memadai.
Konten Tak Pantas dan Moderasi yang Terbatas
Roblox memang memiliki sistem moderasi berbasis AI dan juga tim moderator manusia. Namun, volume konten yang masuk setiap hari sangat besar. Tidak semua gim atau interaksi di platform ini bisa langsung difilter. Sejumlah studi dan laporan menyebutkan bahwa Roblox sempat menjadi tempat munculnya konten yang mengandung unsur:
- Kekerasan
- Cyberbullying (perundungan digital)
- Pelecehan seksual terselubung
- Ideologi ekstrem
Hal ini diperparah dengan fakta bahwa mayoritas pengguna Roblox adalah anak-anak berusia 8–16 tahun, yang masih dalam tahap perkembangan psikologis dan moral. Paparan terhadap konten negatif di usia ini dapat meninggalkan dampak jangka panjang pada perilaku dan pembentukan karakter mereka.
Budaya Materialisme dan Tekanan Sosial di Dunia Virtual
Salah satu fitur yang membuat Roblox menonjol adalah sistem mata uang virtual bernama Robux. Pengguna bisa membeli Robux dengan uang asli untuk membeli item eksklusif, seperti pakaian karakter, aksesoris, hingga status premium di gim tertentu. Sekilas terlihat menyenangkan dan mendidik tentang manajemen finansial digital. Namun, dalam praktiknya, anak-anak justru terpapar budaya konsumtif. Mereka mulai menilai status sosial berdasarkan seberapa mahal penampilan avatarnya, atau seberapa cepat bisa membeli fitur premium. Jika tidak diawasi, Robux dapat menjadi pemicu materialisme dini dan ketidakpuasan sosial, bahkan membentuk identitas yang dibangun atas dasar kepemilikan digital.
Beberapa kasus menyebutkan bahwa anak-anak nekat mengambil uang orang tua untuk membeli Robux, hanya karena tekanan dari teman atau ingin “tidak terlihat miskin” di dunia Roblox. Fenomena ini memperlihatkan bahwa batas antara dunia nyata dan digital mulai mengabur di mata anak-anak.
Interaksi Sosial yang Tidak Selalu Aman
Selain sebagai platform permainan, Roblox juga berfungsi sebagai media sosial. Pengguna bisa berkomunikasi melalui obrolan teks, suara, dan kolaborasi antar pemain. Namun, keterbukaan interaksi ini juga menjadi pintu masuk berbagai ancaman siber, seperti:
- Perundungan daring
- Pelecehan verbal
- Penyamaran identitas (catfishing)
- Eksploitasi oleh predator online
Ada banyak kasus di mana pelaku kejahatan digital menyamar menjadi anak-anak, menjalin komunikasi emosional, lalu memanipulasi korban untuk memberikan data pribadi, gambar, bahkan melakukan tindakan di luar batas. Dalam kondisi tanpa kontrol, Roblox bisa menjadi ruang interaksi berisiko tinggi bagi anak-anak.
Peran Strategis Orang Tua dan Pendidik
Mengingat tingginya risiko di balik potensi yang besar, maka pengawasan dan edukasi orang tua serta pendidik sangat penting. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil untuk menjaga penggunaan Roblox tetap positif:
- Gunakan Akun Keluarga dan Pantau Aktivitas
Orang tua disarankan membuat akun yang terhubung dengan akun anak. Hal ini memungkinkan mereka memantau aktivitas bermain, percakapan, dan game apa saja yang dimainkan. - Ajarkan Etika Digital Sejak Dini
Anak-anak perlu diajarkan tentang sopan santun dalam dunia maya, memahami bahaya membagikan data pribadi, serta membedakan interaksi yang sehat dan yang berbahaya. - Diskusi Rutin tentang Pengalaman Bermain
Jangan hanya melarang, tapi ajak anak berdiskusi tentang apa yang mereka lakukan di Roblox, siapa yang mereka temui, dan apa saja yang mereka rasakan. - Aktifkan Fitur Keamanan dan Filter Usia
Roblox menyediakan fitur kontrol orang tua (Parental Control) yang bisa membatasi akses ke konten dewasa dan mengatur interaksi sosial anak.

Baca juga:
Sound Horeg: Antara Hiburan, Ekonomi, dan Risiko Tuli
Harus Bijak, Bukan Menolak
Roblox adalah refleksi nyata dari dunia digital yang kompleks penuh peluang sekaligus risiko. Ia bisa menjadi alat edukatif yang luar biasa, sumber penghasilan kreatif, hingga ruang ekspresi diri bagi generasi muda. Namun, semua itu tidak berarti jika tidak disertai dengan kesadaran, pengawasan, dan tanggung jawab dari semua pihak.
Generasi Z adalah generasi digital pertama yang benar-benar tumbuh dalam dunia online. Jika kita ingin mereka tumbuh sebagai pribadi yang kreatif, kritis, dan bermoral, maka kita perlu membekali mereka bukan hanya dengan teknologi, tetapi juga nilai dan batasan. Roblox bukan masalah. Tapi bagaimana kita membimbing anak dalam menggunakannya itulah tantangan dan jawabannya. (dht)