Kanal24, Malang — Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Resah Brawijaya (Amarah Brawijaya) menggelar aksi damai di halaman Gedung Samanta Krida Universitas Brawijaya, Kamis (27/08/2025). Aksi ini merupakan bentuk pertanggungjawaban moral sekaligus desakan agar negara segera menyelesaikan tragedi gugurnya aktivis HAM Munir Said Thalib, yang hingga kini belum menemukan titik terang meski telah berlalu lebih dari dua dekade.
Koordinator Lapangan aksi, Ilham, menegaskan bahwa demonstrasi ini menjadi momentum pembuka menjelang peringatan 21 tahun wafatnya Munir pada 7 September 2025. Menurutnya, September selalu diperingati sebagai “September Hitam” oleh berbagai kalangan untuk mengingatkan publik terhadap kasus pelanggaran HAM yang tak kunjung diselesaikan.
Baca juga:
Creative Book Fair 5, Hadirkan Promo Spesial untuk Mahasiswa
Desakan kepada Jaksa Agung dan Komnas HAM
Dalam orasi dan pernyataan sikapnya, Amarah Brawijaya menekankan tujuh poin tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah, khususnya Jaksa Agung RI dan Komnas HAM. Tuntutan tersebut antara lain:
- Menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat.
- Mendesak Jaksa Agung untuk menunjukkan sikap tegas dalam penegakan hukum.
- Menuntut adanya permintaan maaf negara kepada keluarga korban.
- Mendorong Komnas HAM dan Kejaksaan Agung menjalin kerja sama konstruktif dalam menyelesaikan kasus.
- Melakukan reformasi terhadap institusi kepolisian, terutama terkait isu mortalitas dan profesionalitas aparat.
- Menghentikan praktik impunitas dan segala bentuk kekerasan struktural.
- Membuka ruang demokrasi yang lebih luas bagi masyarakat sipil.
“Kami ingin Jaksa Agung mendengar bahwa mahasiswa tidak tinggal diam. Kasus ini harus dinaikkan statusnya dan ditangani serius. Munir adalah simbol perjuangan HAM di Indonesia,” tegas Ilham.
Ilham juga mengungkapkan bahwa aksi ini mendapatkan sambutan positif dari keluarga almarhum Munir. Bahkan, Suciwati, istri Munir, sempat memberikan dukungan moral melalui sambungan telepon kepada peserta aksi. “Bu Suci menyampaikan salam perjuangan kepada kawan-kawan di Brawijaya agar tetap konsisten menyuarakan penuntasan kasus ini,” katanya.
Respons Kampus dan Jalannya Aksi
Pihak kampus melalui Mako UB sempat berkoordinasi dengan peserta aksi terkait lokasi demonstrasi. Awalnya, mahasiswa berencana menggelar aksi tepat di depan auditorium, namun atas pertimbangan keamanan, aksi digeser sekitar 100 meter dari lokasi utama. “Kami menghargai kebijakan kampus. Mako bukan musuh, kami sama-sama menjaga agar aksi berjalan tertib,” ujar Ilham.
Aksi berlangsung damai tanpa mengganggu aktivitas akademik mahasiswa maupun masyarakat sekitar. Demonstran memanfaatkan halaman Samanta Krida sebagai titik kumpul dan tidak melakukan pemblokiran jalan.

Awal dari Rangkaian September Hitam
Ilham menegaskan bahwa aksi ini hanyalah pembuka dari rangkaian kegiatan September Hitam. “Hari ini adalah awal untuk mengingatkan masyarakat dan pemerintah bahwa masih banyak pelanggaran HAM berat yang belum diselesaikan. Mahasiswa harus terus bersuara agar ruang demokrasi tetap hidup,” katanya.
Baca juga:
FH UB Kini Penyelenggara Resmi Pelatihan Mediator Bersertifikat MA
Ia menambahkan, perjuangan ini tidak berhenti pada satu aksi saja, melainkan akan berlanjut dengan rangkaian agenda yang melibatkan mahasiswa, akademisi, dan masyarakat sipil.
Harapan Mahasiswa
Menutup pernyataannya, Ilham menyampaikan pesan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tidak melupakan jasa Munir. “Kami berharap negara segera menuntaskan kasus Munir, menjadikannya sebagai pelanggaran HAM berat, serta menghentikan praktik impunitas. Ini bukan hanya tentang Munir, tapi juga tentang masa depan penegakan HAM di Indonesia,” pungkasnya. (nid/ptr)