Kanal 24, Malang – Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW setiap 12 Rabiul Awal menjadi momen istimewa bagi umat Islam. Tahun ini, peringatan kelahiran Rasulullah jatuh pada Jumat, 5 September 2025. Di berbagai daerah Indonesia, Maulid Nabi selalu disambut dengan semangat yang meriah sekaligus penuh makna. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, tradisi Maulid tidak sekadar ritual agama, tetapi juga cermin budaya lokal yang telah hidup ratusan tahun.
Makna utama peringatan Maulid adalah mengenang kelahiran Rasulullah dan meneladani akhlak beliau. Umat Islam diajak mengingat perjuangan dan dakwah Nabi, lalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Cara masyarakat mengekspresikan kecintaan itu berbeda-beda, mulai dari pengajian, pembacaan shalawat, hingga prosesi adat yang diwariskan turun-temurun.
Grebeg Maulud di Yogyakarta dan Surakarta

Keraton Yogyakarta dan Surakarta menggelar Grebeg Maulud yang menjadi ikon budaya. Acara ini diawali kirab gunungan, yakni tumpukan hasil bumi dan makanan tradisional yang disusun menyerupai gunung. Gunungan diarak keluar keraton lalu diperebutkan masyarakat. Keyakinan warga, siapa pun yang mendapat bagian dari gunungan akan memperoleh berkah dan keberuntungan.
Muludan di Cirebon

Warga Cirebon mengenal Maulid Nabi dengan sebutan Muludan. Salah satu ciri khasnya adalah Panjang Jimat, pawai yang membawa piring berisi makanan dalam deretan panjang. Selama pawai, lantunan shalawat menggema dan doa bersama dipanjatkan. Tradisi ini tidak hanya memperkuat ikatan sosial, tetapi juga mengingatkan pentingnya berbagi rezeki antarwarga.
Walima di Gorontalo

Gorontalo merayakan Maulid Nabi dengan Walima. Masyarakat membuat aneka makanan yang ditempatkan dalam wadah besar berhias warna-warni. Hidangan ini kemudian dibagikan kepada kerabat, tetangga, dan para tamu. Walima menjadi lambang rasa syukur sekaligus sarana mempererat persaudaraan antarwarga tanpa memandang perbedaan status.
Bungo Lado di Padang Pariaman

Padang Pariaman, Sumatra Barat, mempunyai tradisi Bungo Lado. Pohon dihias dengan makanan, jajanan, dan pernak-pernik berwarna cerah. Pohon itu dibawa ke masjid untuk kemudian dibagikan kepada jamaah. Tradisi ini mengajarkan kepedulian sosial dan semangat berbagi, sekaligus menjadi simbol bahwa kebahagiaan akan bertambah jika dibagi bersama.
Maudu Lompoa di Gowa

Di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tradisi Maudu Lompoa dilaksanakan dengan menghanyutkan perahu berisi makanan dan hasil bumi ke sungai atau laut. Prosesi ini diyakini sebagai doa keselamatan dan wujud rasa syukur atas karunia Allah. Kehadiran Maudu Lompoa juga menjadi sarana memperkuat kerja sama masyarakat dalam mempersiapkan acara.
Meuripee dan Kuah Beulangong di Aceh

Aceh merayakan Maulid Nabi dengan Meuripee. Warga mengumpulkan dana untuk membeli sapi, kemudian dimasak menjadi Kuah Beulangong, kari daging khas Aceh. Proses memasak dilakukan bersama di halaman masjid menggunakan kuali besar. Setelah matang, hidangan dibagi rata kepada seluruh warga yang hadir, sehingga tercipta suasana kebersamaan yang hangat.
Pembacaan Kitab Al-Barzanji di Jepara

Jepara, Jawa Tengah, menghidupkan peringatan Maulid Nabi melalui pembacaan kitab Al-Barzanji. Kitab yang berisi riwayat hidup dan pujian kepada Rasulullah ini dibaca bersama di masjid atau rumah warga. Acara biasanya dilanjutkan tausiyah, doa bersama, serta kegiatan sosial seperti pembagian makanan dan santunan anak yatim. Bagi masyarakat Jepara, tradisi ini adalah sarana memperdalam kecintaan kepada Nabi.
Pesan di Balik Ragam Tradisi
Keberagaman tradisi Maulid di Indonesia menunjukkan kekayaan budaya sekaligus keteguhan iman masyarakat. Setiap prosesi memiliki makna yang selaras, yaitu mengajak umat meneladani akhlak Rasulullah, memperkuat silaturahmi, dan menebarkan kebaikan. Nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi tetap relevan di tengah perubahan zaman.
Peringatan Maulid tidak hanya menyatukan warga desa atau kota, tetapi juga menjadi ruang refleksi bagi setiap orang. Dalam suasana penuh kebersamaan, masyarakat diajak merenungkan apakah sudah meneladani kejujuran, kasih sayang, dan kepedulian sosial yang diajarkan Nabi. Tradisi yang lahir dari perpaduan nilai agama dan budaya ini membuktikan bahwa peringatan kelahiran Rasulullah bukan sekadar ritual, tetapi ajakan nyata untuk hidup lebih baik.
Melestarikan tradisi Maulid berarti menjaga jati diri bangsa. Ketika anak-anak menyaksikan orang tua dan tetangga berkumpul membaca shalawat, memasak bersama, atau berebut berkah dari gunungan, mereka belajar bahwa Islam mengajarkan kebersamaan dan cinta kasih. Dengan cara ini, nilai luhur dapat terus hidup dan menjadi perekat sosial bagi masyarakat di tengah perkembangan zaman. (han)