Kanal24, Malang – Di era digital, kreativitas sering dianggap mudah didapat hanya dengan mengetik di Google atau menyalin hasil AI generatif. Namun, penelitian terbaru mengingatkan bahwa kemudahan tersebut justru bisa menjadi jebakan yang membuat manusia kehilangan kemampuan berpikir orisinal.Google sejak lama diposisikan sebagai pintu pertama ketika seseorang membutuhkan informasi. Bagi banyak orang, mesin pencari ini menjadi sumber ide, inspirasi, bahkan solusi instan. Namun, riset terbaru dari Carnegie Mellon University yang dipimpin psikolog kognitif Daniel Oppenheimer dan Mark Patterson menunjukkan hasil mengejutkan.
Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Memory & Cognition (2025), partisipan yang dilarang menggunakan Google saat mengerjakan tugas kreatif justru menghasilkan ide lebih segar, variatif, dan efektif. Sebaliknya, mereka yang mengandalkan mesin pencari lebih sering terjebak pada pola ide populer yang sudah ada. Fenomena ini disebut cognitive fixation, yaitu kondisi di mana otak terpaku pada referensi yang ditemukan secara online, sehingga gagal berimajinasi ke arah baru. “Google sangat berguna untuk mencari fakta, tapi bisa membatasi ketika tujuan kita adalah mencipta,” tulis Oppenheimer. Penemuan ini bukan hal baru. Penelitian Oliva & Storm (2023) sebelumnya juga menemukan pola serupa: peserta yang mencari inspirasi lewat internet menghasilkan ide yang lebih sedikit dan kurang orisinal.
Baca juga:
Mengapa Usia 30-an Lebih Suka Lagu Lama Dibanding Baru
Ilusi Kreativitas dari AI
Gelombang berikutnya muncul lewat teknologi AI generatif seperti ChatGPT, Copilot, hingga Gemini. Jika Google mempermudah pencarian, maka AI menawarkan jawaban lengkap, mulai dari esai, puisi, hingga konsep iklan. Sekilas, kemampuan ini terlihat seperti lompatan besar dalam kreativitas. Namun, studi yang dipublikasikan PsyPost pada Mei 2025 membuktikan sebaliknya. Dalam tes alternative uses task—yang menilai kemampuan menghasilkan kegunaan unik dari benda sehari-hari—manusia jauh lebih unggul dibanding AI, baik dari segi jumlah, variasi, maupun kebaruan ide. AI dinilai kuat dalam mengenali pola, tetapi lemah dalam membuat terobosan. Ia hanya mendaur ulang informasi dari data pelatihannya, bukan menciptakan lompatan orisinal. Para peneliti menyebut kondisi ini sebagai generative stagnation: tampak produktif, tetapi sebenarnya berputar di lingkaran lama. Sebuah meta-analisis internasional memperkuat kesimpulan tersebut. Kolaborasi manusia dengan AI memang meningkatkan produktivitas, namun mengurangi keberagaman ide secara signifikan. AI lebih tepat digunakan sebagai asisten penyusun, bukan motor utama kreativitas. Zhang dkk. (2025) juga menemukan bahwa meskipun AI bisa menyelesaikan beberapa tes berpikir divergen, kreativitas otentik manusia tetap sulit ditandingi. Output AI hanyalah prediksi linguistik, bukan hasil eksplorasi batin atau pengalaman personal.
Baca juga:
Waspada Celah Penipuan Transaksi QRIS untuk Pembeli dan Pedagang
Pentingnya Ruang Kosong
Hasil penelitian ini menghadirkan paradoks baru: semakin mudah ide didapat, semakin jarang kita memunculkan ide sendiri. Banyak orang kini lebih sering mencari inspirasi di mesin pencari atau AI ketimbang memberi waktu pada diri untuk merenung. Padahal, menurut para peneliti, kekosongan justru menjadi ruang subur bagi kreativitas. Dari ruang kosong, imajinasi bebas bergerak tanpa terpaku pada contoh populer. Eksperimen Oppenheimer & Patterson menunjukkan, kelompok tanpa internet menghasilkan ide yang lebih hidup, meski tidak sebanyak kelompok lain.Temuan ini juga menegaskan bahwa Google dan AI bukanlah lawan, melainkan alat. Pertanyaannya adalah kapan dan bagaimana kita menggunakannya. Untuk tahap akhir—seperti menyempurnakan konsep atau memperkaya ide—teknologi bisa membantu.Namun, titik awal tetap sebaiknya dimulai dari keheningan dan imajinasi pribadi.
Dengan demikian, kunci menjaga kreativitas di era digital bukanlah menolak teknologi, melainkan menunda penggunaannya. Biarkan otak bekerja di ruang kosong lebih dulu, lalu gunakan mesin pencari atau AI sebagai pelengkap. Jika tidak, kita hanya akan mengulang ide lama dengan kemasan baru, tanpa pernah benar-benar mencipta. (ptr)