Kanal24 Malang – Meta semakin agresif dalam perang melawan sindikat penipuan siber di Asia Tenggara. Perusahaan induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp ini mengumumkan telah menghapus lebih dari 12 juta akun palsu yang terkait jaringan penipuan daring sepanjang 2024, serta memblokir 157 juta iklan penipuan. Pengumuman itu disampaikan dalam acara APAC Press Briefing – Meta’s Anti-Scams Efforts pada Senin (1/9/2025), oleh Nathaniel Gleicher, Global Head of Security Policy and Counterfraud, serta Maxime Prades, Product Management Director Meta.
Sindikat Penipuan Beromzet Rp 656 Triliun
Menurut Nathaniel, sindikat penipuan siber di Asia Tenggara merupakan yang paling berbahaya di dunia, dengan estimasi pendapatan ilegal mencapai USD 40 miliar atau sekitar Rp 656 triliun per tahun. Lebih mengejutkan, praktik ini juga melibatkan lebih dari 300.000 orang yang dipaksa bekerja sebagai penipu.
Baca juga:
Sinar Biru atau Blue Light Filter Smartphone Bukan Biang Insomnia
“Dalam setiap kasus penipuan, ada dua korban: orang yang ditipu, dan orang yang dipaksa menipu,” ungkap Nathaniel. Meta menemukan banyak sindikat beroperasi lintas negara, menjalankan aksi kriminal berbahaya yang tak hanya merugikan korban secara finansial, tapi juga mengandung unsur perbudakan modern.
Teknologi Baru: Deteksi Wajah dan Iklan Palsu
Maxime Prades menjelaskan bahwa Meta meluncurkan teknologi pengenalan wajah untuk mendeteksi iklan penipuan yang menggunakan foto selebriti atau figur publik tanpa izin. Teknologi ini meningkatkan deteksi iklan palsu hingga 100 persen pada Juni–Juli 2025. Selain itu, Meta memperkenalkan metrik baru bernama Scam Reports per Million Views (SRMV) untuk mengukur prevalensi penipuan. Hasilnya, laporan penipuan iklan turun 60 persen secara global dalam setahun terakhir.
“Sekitar 90 persen iklan penipuan berhasil dihapus sebelum dilaporkan pengguna,” kata Maxime.
Kolaborasi Lintas Industri
Kesadaran bahwa penipuan siber tidak bisa diberantas sendiri mendorong Meta memperluas kemitraan. Melalui Global Signal Exchange, Meta bekerja sama dengan Google dan Microsoft untuk berbagi intelijen digital. Hasilnya, kompromi akun turun hampir 50 persen di Facebook dan lebih dari 40 persen di Instagram pada kuartal terakhir. Meta juga berkolaborasi dengan industri perbankan lewat program Fraud Intelligence Reciprocal Exchange (FIRE). Salah satu hasil nyata adalah sinyal dari Australia yang berhasil menyingkap dan menutup lebih dari 3.000 profil, grup, dan halaman terkait operasi money mule.
Dukungan Pemerintah dan Edukasi Pengguna
Di level pemerintah, Meta menggandeng Kepolisian Singapura dan GovTech untuk berbagi data URL phishing. Kolaborasi ini membuat perusahaan dapat menindak lebih dari 17.000 aset berbahaya. Selain langkah teknis, Meta juga menjalankan kampanye edukasi seperti “Is This Legit” yang telah menjangkau 43 juta pengguna. Kampanye ini bertujuan membekali masyarakat dengan pengetahuan dasar agar lebih waspada terhadap modus penipuan online.
Nathaniel menekankan, “Solusi terbaik adalah kombinasi teknologi platform, kemitraan lintas sektor, dan edukasi pengguna. Namun, penipuan akan tetap ada jika pelaku tidak menghadapi konsekuensi hukum.”
Baca juga:
Mental Sehat dan Kebiasaan Positif Kunci Sukses Kuliah
Ancaman Global yang Terus Berkembang
Penghapusan 12 juta akun palsu hanya sebagian dari upaya besar menghadapi sindikat siber yang semakin canggih. Fakta bahwa penipuan juga melibatkan kerja paksa menjadikan isu ini bukan sekadar kejahatan finansial, melainkan juga pelanggaran hak asasi manusia. Dengan strategi teknologi mutakhir, kolaborasi global, dan kesadaran publik, Meta berharap mampu mempersempit ruang gerak para penipu. Namun, keberhasilan jangka panjang tetap bergantung pada penegakan hukum yang tegas di negara-negara tempat sindikat tersebut beroperasi.(nvl).