Kanal24, Malang – Keterlambatan tenaga medis tiba di lokasi darurat bisa berakibat fatal. Karena itu, mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) diharapkan mampu menjadi medical first responder yang sigap memberikan pertolongan pertama sebelum tenaga kesehatan datang.
“Tenaga kesehatan dari rumah sakit, termasuk kami di RS UB, paling cepat baru bisa sampai lima menit setelah dipanggil. Dalam kondisi darurat, lima menit itu sangat berarti. Mahasiswa harus siap melakukan tindakan awal, minimal menjaga jalan napas, memiringkan korban pingsan, atau pijat jantung luar bila terjadi henti jantung,” tegas Dr. dr. Aurick Yudha Nagara, Sp.EM., dokter spesialis emergency medicine RS UB.
Hal itu ia sampaikan dalam kegiatan Sosialisasi Peraturan Rektor K3L No.44 Tahun 2024 dan Pelatihan K3L bagi Mahasiswa Universitas Brawijaya Tahun 2025, yang digelar di Balai Senat Lantai 2 Rektorat UB, Sabtu (20/9/2025).
Baca juga : Divisi K3L UB Latih Mahasiswa Siap Hadapi Risiko
Aurick juga menyoroti banyaknya kesalahan umum dalam evakuasi darurat, seperti mengangkat korban patah tulang tanpa fiksasi atau memberi minum pada orang tak sadar. “Pelatihan seperti ini jangan berhenti hanya tiga jam. Untuk keterampilan pijat jantung saja butuh minimal 16 jam, sedangkan penanganan trauma perlu hingga lima hari. Jadi mahasiswa harus terus ditempa agar benar-benar bisa menjadi first responder,” tambahnya.

Kesiapsiagaan Bencana Hidrometeorologi
Selain aspek medis, pelatihan K3L UB juga membekali mahasiswa dengan mitigasi bencana. Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kota Malang, Dwi Hermawan Purnomo, menekankan pentingnya antisipasi bencana hidrometeorologi.
“Curah hujan tinggi tidak bisa kita cegah, tapi dampaknya bisa kita kurangi. Hal sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan dan membersihkan drainase sudah sangat berarti. Musim hujan tahun ini diprediksi datang lebih awal, jadi masyarakat harus lebih waspada,” jelasnya.
Ia menambahkan, penanggulangan bencana harus jadi tanggung jawab bersama. “Bukan hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat dan swasta. Dengan disiplin bersama, dampak bencana bisa ditekan seminimal mungkin,” tegasnya.
Bangun Budaya Aman
Melalui kegiatan ini, Divisi K3L UB menanamkan kesadaran bahwa keselamatan dan kesehatan bukan sekadar kewajiban teknis, melainkan budaya hidup. Mahasiswa dilatih untuk memahami penggunaan APD, praktik P3K, hingga etika berkendara aman di lingkungan kampus.
Dengan bekal tersebut, mahasiswa diharapkan tidak hanya mampu menjaga diri sendiri, tetapi juga menjadi agen keselamatan di masyarakat. UB menegaskan, budaya K3L adalah fondasi penting menuju kampus hijau, sehat, dan berkelanjutan. (Din/Tia)