Kanal 24, Malang – Hampir semua orang pernah mengalami momen menonton film lalu merasa geli, canggung, atau bahkan ingin menutup mata karena adegannya terasa receh. Mulai dari dialog yang janggal, logika cerita yang aneh, sampai tingkah laku karakter yang membuat penonton serasa ikut malu sendiri. Meski sering menuai kritik, adegan receh semacam ini ternyata memiliki peran khusus dalam dunia perfilman sekaligus bagi penontonnya.
Dari Aneh Menjadi Ikonik
Contoh adegan receh sering kali muncul di film maupun serial. Ada tokoh yang mencuci laptop dengan air sabun, ada pula dokter yang salah menyebut angka tekanan darah pasien. Secara logika medis, adegan itu jelas keliru. Namun bagi penonton, momen tersebut meninggalkan kesan unik, sekaligus memunculkan tawa kecil meski dibarengi rasa heran. Film terbaru My Oxford Year (2025) yang tayang di Netflix pun tak lepas dari adegan seperti ini. Karakter Ana De La Vega, seorang mahasiswa yang digambarkan kutu buku, dilukiskan dengan dialog yang terlalu dibuat-buat. Alih-alih menampilkan sosok cerdas secara natural, dialog Ana justru terasa pretensius dan memancing rasa cringe bagi sebagian penonton. Meski begitu, kehadiran adegan tersebut tetap menjadi bagian dari narasi yang membentuk karakter.
Baca juga:
MTN Ikon Inspirasi Gairahkan Talenta Sastra
Mengapa Kita Merasa Cringe?
Seiring bertambahnya usia, perasaan kita terhadap adegan receh juga berubah. Saat masih anak-anak atau remaja, kita mungkin menonton adegan lucu dan aneh tanpa mempertanyakan logika di baliknya. Namun ketika dewasa, kita mulai menilai cerita dengan lebih kritis. Akibatnya, adegan yang dulu terasa biasa kini menimbulkan rasa malu dan kikuk. Menurut Patrick Lenton dalam artikel Cringe TV and film: Why do we experience cringe?, perasaan malu ketika melihat adegan canggung sebenarnya berasal dari empati. Penonton secara tidak sadar menempatkan diri pada posisi karakter di layar, lalu merasa malu untuk mereka. Reaksi ini membuat kita ingin memalingkan wajah atau bahkan menghentikan tontonan.
Antara Mengganggu dan Menghibur
Meski bisa terasa menyiksa, adegan receh tidak selalu berdampak negatif. Jika berhasil memancing tawa, momen ini justru memberi ruang hiburan yang berbeda. Psikiater Steve Ellen menjelaskan bahwa manusia cenderung minder terhadap tingkah laku sendiri dan kerap menilai diri berdasarkan standar sosial. Adegan lucu yang terasa berlebihan memanfaatkan kecenderungan itu. Penonton bisa menertawakan sesuatu yang konyol sambil tanpa sadar bercermin pada pengalaman pribadi. Inilah mengapa sebagian orang tetap menikmati adegan cringe. Mereka merasa terhubung dengan karakter yang canggung, karena pada dasarnya semua orang pernah berada di posisi serupa. Dari situ muncul rasa lega, bahwa ketidaksempurnaan adalah hal yang wajar.
Fungsi sebagai Simulasi Sosial
Lebih jauh, adegan receh juga bisa berfungsi sebagai simulasi sosial. Peneliti media Marc Hye-Knudsen dalam kajian Painfully Funny: Cringe Comedy, Benign Masochism, and Not-So-Benign Violations (2018) menjelaskan bahwa menonton adegan cringe dapat menjadi latihan menghadapi situasi sosial yang tidak nyaman. Lewat tontonan, manusia belajar mengenali perilaku mana yang bisa menimbulkan rasa malu atau ketidaknyamanan orang lain. Dari sana, penonton mendapat bekal untuk menghindari kesalahan serupa di kehidupan nyata. Dengan kata lain, adegan receh dapat membantu meningkatkan kesadaran sosial sekaligus melatih empati.
Baca juga:
Hotel The 1O1 Malang OJ Rayakan HUT ke-12 dengan Kompetisi SMK se-Jatim
Dari Hiburan Menjadi Refleksi
Meski sering dianggap sebelah mata, keberadaan adegan receh di film membuktikan bahwa dunia hiburan tidak hanya soal logika dan estetika, tetapi juga ruang refleksi bagi penontonnya. Adegan yang tampak aneh bisa membuat kita bercermin, mengingat momen pribadi saat bersikap canggung, sekaligus belajar untuk lebih peka terhadap sekitar. Penonton mungkin akan terus menemukan adegan semacam ini di layar kaca, bahkan puluhan tahun mendatang. Dan setiap kali muncul, reaksi kita bisa berbeda: tertawa, malu, atau justru merenung. Pada akhirnya, adegan receh menjadi pengingat bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks, penuh keterbatasan, sekaligus butuh ruang untuk menertawakan hal-hal sederhana.(hans)