Kanal24, Malang – Urbanisasi yang berlangsung cepat tanpa perencanaan matang kini menjadi tantangan besar dalam pengelolaan air di kawasan perkotaan. Hal ini ditegaskan oleh Assoc. Prof. Ranjan Sarukkalige dari Curtin University, Australia, saat menjadi pembicara di The 6th International Conference on Water Resources Development and Environmental Protection (ICWRDEP 2025) yang digelar oleh Departemen Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB), Sabtu (27/9/2025).
Menurutnya, pertumbuhan penduduk mendorong perluasan kawasan perkotaan secara pesat, namun sering kali tidak diikuti dengan tata ruang yang tepat. Dampaknya, muncul berbagai persoalan serius mulai dari banjir hingga penurunan kualitas air.
“Isu terbesar adalah urbanisasi yang tidak terencana. Ketika pembangunan berjalan terlalu cepat, kita kehilangan kesempatan untuk menata kota dengan baik. Akibatnya, masalah air semakin rumit,” ujar Ranjan.
Baca juga : The 6th ICWRDEP 2025: UB Satukan Kolaborasi Hadapi Krisis Air Global
Solusi dari Perspektif Riset

Ranjan menjelaskan bahwa riset memainkan peran penting dalam memberikan solusi terhadap masalah air di perkotaan. Salah satunya dengan konsep Water Sensitive Urban Design (WSUD), yakni pendekatan perencanaan kota yang memperhitungkan kelestarian lingkungan, nilai budaya, serta keseimbangan hidrologi.
“Desain kota tidak boleh lagi hanya berorientasi infrastruktur. Harus ada pendekatan sensitif air, yang mengintegrasikan kebutuhan masyarakat, ekosistem, dan keberlanjutan,” paparnya.
Di Australia, kata Ranjan, keterbatasan curah hujan mendorong inovasi dalam pemanfaatan air hujan dan air limpasan. Ia mencontohkan praktik artificial groundwater recharge, yaitu mengalirkan air hujan ke dalam akuifer dalam untuk disimpan sebagai cadangan jangka panjang. Sistem ini memungkinkan air dipakai kembali, baik untuk kebutuhan domestik maupun non-domestik, sekaligus menjaga keseimbangan lingkungan.
“Air hujan yang biasanya langsung masuk ke sungai atau laut, kami tampung dalam kolam atau penyimpanan, lalu diserapkan ke dalam tanah. Cara ini menjaga cadangan air bawah tanah tetap tersedia untuk masa depan,” jelasnya.
Relevansi untuk Indonesia
Meski berbicara dalam konteks Australia, Ranjan menegaskan bahwa tantangan tersebut juga relevan untuk Indonesia dan negara lain. Perubahan iklim dan urbanisasi, menurutnya, merupakan isu global yang harus ditangani dengan inovasi lintas negara.
“Ini bukan hanya masalah Australia. Indonesia dan negara lain juga menghadapinya. Karena itu, riset dan inovasi perlu dijadikan dasar dalam perumusan kebijakan tata kota,” tambahnya.
ICWRDEP Jadi Ruang Kolaborasi Solusi
Ranjan menilai ICWRDEP 2025 menjadi platform strategis untuk memperkuat sinergi antara peneliti, pemerintah, industri, dan organisasi internasional. Ia menyebut konferensi ini salah satu yang terbaik dalam memberikan ruang kolaborasi nyata untuk solusi keberlanjutan.
“Konferensi ini sangat penting. Saya bisa berbagi pengalaman sekaligus belajar dari peneliti lain. Dengan kolaborasi, kita bisa membangun masa depan kota yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan,” ungkapnya.
Dengan gagasan tersebut, ICWRDEP 2025 kembali menegaskan peran akademisi internasional dalam mendorong solusi cerdas atas persoalan air, terutama di kawasan perkotaan yang kian padat.