Kanal24, Malang – Di tengah pesatnya perkembangan pembangunan kota dan kebutuhan akan tenaga profesional di bidang desain ruang yang berkelanjutan, peran arsitek muda menjadi semakin vital. Universitas Brawijaya melalui Program Studi Pendidikan Profesi Arsitek (PPAr) terus berkomitmen mencetak arsitek yang tidak hanya terampil secara teknis, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan tanggung jawab lingkungan. Komitmen itu diwujudkan dalam acara Pengukuhan Profesi Arsitek Tahun Akademik 2024/2025 yang digelar secara khidmat di Fakultas Teknik UB.
Program Studi Pendidikan Profesi Arsitek (PPAr) Departemen Arsitektur FT UB resmi menyelenggarakan “Pengukuhan Profesi Arsitek Tahun Akademik 2024/2025”, sebuah momentum penting bagi para lulusan yang akan segera mengemban tanggung jawab profesional sebagai arsitek berlisensi di Auditorium Dekanat Lantai 2 Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (FT UB) pada Senin (13/10/2025). Acara ini turut dihadiri oleh Dekan Fakultas Teknik UB, Prof. Ir. Hadi Suyono, S.T., MT., Ph.D., IPU., ASEAN Eng., APEC Eng., serta Ar. Yuli Kalson Sagala, IAI, AA., Wakil Ketua Umum III Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Nasional.
Baca juga:
Akulturasi Budaya dan Pembelajaran Kontekstual di Brascho Nyantrik 2025

Peningkatan SDM Arsitektur untuk Pembangunan Bangsa
Prof. Hadi Suyono menegaskan bahwa keberadaan arsitek profesional memiliki peran vital dalam mendukung pembangunan nasional, khususnya di bidang infrastruktur dan tata ruang yang berkelanjutan.
“Objektif utama profesi arsitek adalah pembangunan bangsa yang berbasis sumber daya manusia. Infrastruktur yang baik hanya akan terwujud jika ditopang oleh arsitek dan insinyur sipil yang kompeten,” ujarnya.
Lebih lanjut, Prof. Hadi menjelaskan bahwa Fakultas Teknik UB telah mengintegrasikan prinsip Sustainable Development Goals (SDGs) dalam kurikulum pendidikan profesi. Beberapa mata kuliah dirancang untuk menanamkan kepedulian terhadap lingkungan, sosial, dan keberlanjutan.
Selain pembelajaran di kelas, mahasiswa juga terlibat langsung dalam program pengabdian masyarakat, seperti Cemara Project—kolaborasi antara UB, UI, dan UGM—yang mengajak mahasiswa turun ke desa untuk merancang kawasan secara terpadu antara aspek arsitektur, sipil, dan sosial.
Kebutuhan Arsitek di Indonesia Masih Tinggi
Prof. Hadi juga menyoroti masih minimnya jumlah arsitek di Indonesia. Berdasarkan data yang disampaikannya, idealnya satu arsitek berbanding dengan 4.000 penduduk. Namun kenyataannya, jumlah arsitek saat ini masih jauh dari rasio tersebut, bahkan mencapai 1:400.000.
“Dari lebih dari 4.600 perguruan tinggi di Indonesia, baru 21 kampus yang menyelenggarakan pendidikan profesi arsitek. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan arsitek profesional masih sangat besar,” paparnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Fakultas Teknik UB telah menyiapkan berbagai langkah akseleratif seperti program Fast Track yang memungkinkan mahasiswa S1 Arsitektur melanjutkan ke jenjang magister lebih cepat, serta memperluas kerja sama internasional dengan universitas di Malaysia dan Eropa.
“Harapan kami, lulusan PPAr UB tidak hanya memiliki keterampilan desain, tetapi juga kepekaan sosial, kepedulian lingkungan, dan kompetensi berstandar global,” tambahnya.

Arsitek Muda Perlu Belajar dari Pengalaman
Sementara itu, Ar. Yuli Kalson Sagala dari Ikatan Arsitek Indonesia memberikan pesan mendalam kepada para arsitek muda agar terus mengasah kemampuan dengan pendekatan yang lebih holistik.
“Menjadi arsitek bukan hanya soal estetika bangunan, tapi juga bagaimana mendesain kehidupan dalam ruang yang lebih luas—mulai dari rumah, wilayah, hingga kota,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya berdiskusi dan belajar dari arsitek senior, karena profesi ini sangat dipengaruhi oleh “jam terbang”.
“Belajarlah dari pengalaman orang lain. Profesi ini tidak bisa ditempuh dengan cara instan. Arsitek harus matang dalam berpikir dan bijak dalam mendesain,” pesan Yuli.
IAI, menurutnya, menjadi wadah yang tepat bagi arsitek muda untuk membangun jejaring dan mendapatkan bimbingan dari praktisi berpengalaman.
Kebanggaan dan Harapan dari Lulusan Baru

Salah satu lulusan PPAr UB, Renaldi Susilo, mengungkapkan rasa syukur dan bangganya dapat menyelesaikan pendidikan profesi setelah empat tahun menempuh studi sarjana arsitektur.
“Senang akhirnya bisa mencapai tahap ini. Harapannya, bisa menjadi arsitek profesional yang mematuhi regulasi IAI dan membanggakan Universitas Brawijaya,” ujarnya dengan penuh semangat.
Renaldi juga menambahkan bahwa perjalanan seorang arsitek tidak berhenti pada pengukuhan profesi semata. “Kita masih harus menjalani magang dan pengalaman lapangan. Tapi itu bagian dari proses untuk membuktikan kualitas kita sebagai lulusan profesi yang siap bekerja dan berkontribusi,” katanya.
Sebagai pesan untuk mahasiswa S1 Arsitektur dan calon peserta PPAr berikutnya, ia menegaskan pentingnya ketekunan dan semangat belajar. “Jangan menyerah. Profesi ini menuntut dedikasi tinggi, tapi hasilnya akan sepadan ketika kita bisa berkontribusi nyata bagi masyarakat dan pembangunan bangsa,” tutupnya.
Dengan semangat profesionalisme, kolaborasi, dan keberlanjutan, lulusan Pendidikan Profesi Arsitek Universitas Brawijaya diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam membangun wajah baru Indonesia—yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga ramah lingkungan dan berpihak pada masyarakat. (nid/dpa)