Kanal24, Malang = Kebuntuan politik di Washington kembali menelan korban. Pada Sabtu (11/10/2025), Amerika Serikat resmi memasuki minggu kedua penutupan pemerintahan (shutdown) setelah Kongres gagal menyetujui rancangan pendanaan pemerintah. Ketegangan ini dipicu oleh perdebatan sengit terkait Affordable Care Act (ACA) atau yang dikenal sebagai “Obamacare”, dalam acara Face the Nation di CBS News, di mana Wakil Presiden AS JD Vance menyebut adanya pemborosan dan penipuan dalam program kredit pajak ACA yang selama ini menjadi kebanggaan Partai Demokrat.
Tuduhan Pemborosan dalam Kredit Pajak ACA
Dalam wawancara tersebut, JD Vance menegaskan bahwa sebagian besar dana subsidi dalam ACA tidak disalurkan secara tepat sasaran. “Kredit pajak diberikan kepada beberapa orang yang berhak, namun kami menilai banyak juga pemborosan dan penipuan dalam industri asuransi,” ujar Vance. Ia menambahkan bahwa Partai Republik ingin memastikan keringanan pajak hanya diterima oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Baca juga:
Dukungan Prabowo untuk Palestina, Masih Gestur Diplomasi
Sementara itu, Partai Demokrat menolak keras usulan pemangkasan subsidi ACA dan menuntut agar perpanjangan subsidi “Obamacare” dimasukkan ke dalam rancangan pendanaan pemerintah. Partai Republik di sisi lain bersikeras mengesahkan aturan sementara yang hanya memperpanjang pendanaan federal hingga 21 November tanpa tambahan subsidi. Ketidaksepakatan ini membuat rancangan tersebut gagal disahkan untuk ketujuh kalinya di Senat pada Kamis lalu, memperpanjang shutdown yang sudah berlangsung sejak 1 Oktober.
Ancaman Lonjakan Premi Bagi Puluhan Juta Warga
Menurut data dari lembaga riset kebijakan kesehatan KFF, sekitar 22 juta dari 24 juta peserta asuransi kesehatan Obamacare saat ini menerima kredit pajak ACA yang ditingkatkan. Subsidi ini diperkenalkan saat pandemi Covid-19 pada 2021 sebagai langkah darurat untuk membantu masyarakat berpenghasilan menengah. Namun, tanpa perpanjangan kebijakan tersebut, premi asuransi diperkirakan akan melonjak lebih dari dua kali lipat pada 2026.
Pemimpin Minoritas DPR dari Partai Demokrat, Hakeem Jeffries, memperingatkan bahwa kegagalan memperpanjang subsidi ini akan menghantam jutaan warga Amerika. “Puluhan juta orang akan menghadapi lonjakan premi, biaya bersama, dan biaya sendiri yang dapat naik dua hingga empat kali lipat,” tegasnya dalam wawancara di Fox News Sunday. Ia menilai langkah Partai Republik sebagai bentuk kebijakan partisan yang tidak mempertimbangkan kesejahteraan rakyat.
Shutdown Meluas, Ribuan Pegawai Federal Di-PHK
Dampak shutdown kini semakin terasa. Pemerintahan Trump pada Jumat (10/10/2025) mulai memberlakukan PHK massal terhadap pegawai federal di sejumlah lembaga penting seperti Departemen Keuangan, Energi, Pendidikan, dan Kesehatan. Langkah ini dikritik karena mengganggu operasional pelayanan publik, termasuk penelitian ilmiah dan pengawasan wabah penyakit.
Namun, kebijakan tersebut sempat menimbulkan kekacauan setelah ratusan ilmuwan di Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerima pemberitahuan PHK secara keliru. Pemerintah kemudian mencabut surat tersebut dan menyebutnya sebagai “kesalahan sistem.” Para pegawai yang terdampak sebelumnya terlibat dalam penanganan wabah campak dan Ebola di Republik Demokratik Kongo.
Polarisasi Politik Kian Tajam
Presiden Donald Trump kembali menegaskan bahwa langkah shutdown adalah bagian dari strategi untuk “memotong pemborosan” dalam program-program yang dianggap terlalu berpihak pada Demokrat. Dalam pernyataannya, Trump menyebut PHK massal ini sebagai “langkah yang berorientasi pada efisiensi dan tanggung jawab fiskal.”
Namun, bagi banyak pihak, langkah ini justru memperlihatkan semakin dalamnya jurang polarisasi politik di Washington. JD Vance menuding Partai Demokrat melakukan “penyanderaan politik,” sementara Demokrat menilai Partai Republik menempatkan ideologi di atas kepentingan rakyat.
Kebuntuan ini tidak hanya berdampak pada roda pemerintahan, tetapi juga menimbulkan ketidakpastian bagi jutaan warga yang menggantungkan harapan pada sistem asuransi kesehatan federal. Jika tidak segera dicapai kesepakatan, shutdown kali ini berpotensi menjadi yang terpanjang dalam sejarah Amerika Serikat, dengan konsekuensi ekonomi dan sosial yang luas. (nid)