Kanal24, Malang – Rencana pemerintah untuk melakukan redenominasi rupiah kembali menjadi sorotan publik setelah Kementerian Keuangan mengumumkan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi yang ditargetkan rampung pada tahun 2027. Langkah ini merupakan bagian dari program jangka menengah pemerintah untuk memperkuat stabilitas moneter sekaligus menyederhanakan sistem keuangan nasional. Redenominasi sendiri bukan hal baru bagi Indonesia, namun pembahasannya kembali menguat seiring dengan dorongan untuk modernisasi sistem keuangan digital dan peningkatan efisiensi ekonomi nasional.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi memasukkan rencana ini dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029 yang diumumkan pada awal November 2025 di Jakarta. Dalam pernyataan resminya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa redenominasi bertujuan bukan hanya untuk memangkas jumlah angka nol pada rupiah, tetapi juga untuk menata ulang persepsi masyarakat terhadap mata uang nasional agar lebih efisien, kredibel, dan modern.
Baca juga:
Ekonomi Tumbuh 5,04 Persen, Menkeu: APBN Bekerja Efektif dan Terukur
Tujuan Redenominasi: Lebih dari Sekadar Menghapus Nol
Redenominasi bukan sekadar penghapusan angka nol pada nominal uang, melainkan langkah sistemik untuk menyederhanakan satuan nilai mata uang tanpa mengubah daya beli masyarakat. Dengan kebijakan ini, nominal rupiah akan dipangkas tiga angka nol sehingga Rp1.000 akan menjadi Rp1, namun nilai barang dan jasa tetap sama. Langkah ini diharapkan dapat mempermudah aktivitas ekonomi, mulai dari transaksi sehari-hari hingga pencatatan akuntansi di sektor publik dan swasta.
Selain alasan efisiensi, pemerintah juga menilai bahwa langkah redenominasi akan memperkuat citra rupiah di mata dunia. Banyak negara yang berhasil melakukan redenominasi dan memperoleh manfaat dalam jangka panjang, seperti Turki, Rusia, dan Korea Selatan. Melalui kebijakan ini, rupiah diharapkan tampil lebih kuat dan kompetitif secara internasional, serta mengurangi kesan “mata uang besar” yang selama ini identik dengan banyaknya angka nol di belakang nominal.
Manfaat Ekonomi dan Efisiensi Sistem Keuangan
Kementerian Keuangan menilai bahwa redenominasi akan membawa berbagai manfaat, terutama dalam mempercepat proses transaksi dan efisiensi administrasi keuangan. Dalam sistem digital dan fintech, nominal yang terlalu panjang sering menimbulkan kesalahan input dan memperlambat transaksi. Dengan penyederhanaan angka, sistem pembayaran seperti perbankan, kasir, hingga aplikasi e-commerce akan lebih mudah diadaptasi.
Dari sisi pelaporan dan akuntansi, perusahaan juga akan merasakan manfaat signifikan. Angka yang lebih kecil memudahkan proses pembukuan, pelaporan pajak, serta perhitungan dalam sistem keuangan pemerintah dan swasta. Selain itu, kepercayaan investor juga diharapkan meningkat karena tampilan nominal rupiah menjadi lebih rasional dan tidak terlihat terlalu “inflatif”. Dalam jangka panjang, stabilitas rupiah diharapkan memperkuat posisi Indonesia dalam sistem ekonomi global yang semakin digital dan terintegrasi.
Namun demikian, sejumlah ekonom mengingatkan bahwa redenominasi tidak serta-merta menjadi solusi bagi perbaikan ekonomi nasional. Langkah ini bersifat kosmetik dan administratif, sehingga tidak memengaruhi daya beli, pertumbuhan ekonomi, maupun penciptaan lapangan kerja secara langsung. Oleh karena itu, kebijakan ini harus diiringi dengan perbaikan fundamental ekonomi, seperti peningkatan produktivitas, pengendalian inflasi, serta kebijakan fiskal yang stabil.
Tantangan dan Sosialisasi kepada Masyarakat
Meski memiliki banyak manfaat, pelaksanaan redenominasi tidak lepas dari tantangan besar. Salah satu tantangan utama adalah risiko kebingungan masyarakat jika tidak ada sosialisasi yang tepat. Pemerintah harus menjelaskan secara luas bahwa redenominasi tidak mengubah nilai uang, melainkan hanya mengubah tampilan nominal. Misalnya, harga makanan yang semula Rp5.000 akan ditulis menjadi Rp5, namun nilainya tetap sama. Pemahaman seperti ini penting untuk menghindari kesalahpahaman dan potensi kepanikan di masyarakat.
Selain sosialisasi, sektor bisnis juga perlu menyiapkan diri terhadap perubahan sistem. Perbankan, lembaga keuangan, dan pelaku usaha ritel perlu melakukan pembaruan pada sistem kasir, ATM, aplikasi perbankan, hingga laporan keuangan. Biaya penyesuaian ini tentu tidak kecil, tetapi dianggap sebagai investasi jangka panjang menuju sistem keuangan yang lebih efisien dan terstandarisasi.
Dalam pandangan para ekonom, kunci keberhasilan redenominasi terletak pada kepercayaan masyarakat terhadap stabilitas ekonomi dan inflasi. Jika inflasi tinggi atau kondisi ekonomi tidak stabil, masyarakat cenderung kehilangan kepercayaan terhadap nilai tukar baru. Karena itu, pemerintah perlu memastikan momentum penerapan redenominasi dilakukan saat ekonomi tumbuh positif dan inflasi terkendali.
Rencana redenominasi rupiah menandai babak baru dalam perjalanan ekonomi Indonesia menuju sistem keuangan yang modern dan efisien. Langkah ini bukan hanya soal pemangkasan angka nol, tetapi juga simbol dari upaya menata ulang kepercayaan publik terhadap mata uang nasional. Dengan komunikasi yang baik, kesiapan teknologi, serta stabilitas ekonomi yang terjaga, redenominasi dapat menjadi tonggak penting menuju rupiah yang lebih kuat, efisien, dan berdaya saing di era global. (nid)










