Kanal24, Malang — Di tengah ancaman krisis energi dan meningkatnya pencemaran lingkungan akibat limbah peternakan, Universitas Brawijaya (UB) menunjukkan langkah nyata melalui Program Doktor Mengabdi Tahun 2025. Program ini bukan sekadar kegiatan akademik, melainkan wujud kontribusi konkret perguruan tinggi dalam menjawab dua persoalan besar masyarakat pedesaan: krisis energi rumah tangga dan degradasi ekosistem perairan akibat limbah kotoran sapi.
Kotoran sapi yang selama ini dianggap limbah ternyata menyimpan potensi besar sebagai sumber energi terbarukan. Kandungan organik, nitrogen, dan fosfor di dalamnya menjadi penyebab utama eutrofikasi atau ledakan nutrisi di perairan, yang berujung pada rusaknya ekosistem dan menurunnya kualitas air. Dalam waktu bersamaan, masyarakat peternak juga menghadapi kenaikan harga LPG yang terus menekan ekonomi keluarga. Di titik inilah inovasi menjadi kebutuhan mendesak — bukan hanya untuk efisiensi, tetapi juga untuk keberlanjutan.
Inovasi Reaktor Biogas Portable di Kasembon
Menjawab tantangan tersebut, Tim Doktor Mengabdi Universitas Brawijaya di bawah pimpinan Dr. Yuni Kilawati menggagas implementasi teknologi biogas portable di Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang — wilayah yang dikenal sebagai sentra peternakan rakyat. Tim ini terdiri atas Attabik Mukhammad Amrillah, S.Pi., M.Si, Dr. Yunita Maimunah, Dany Primanita Kartikasari, S.T., M.Kom, dan Adharul Muttaqin, S.T., M.T.

Melalui pendekatan teknologi tepat guna, mereka menciptakan reaktor biogas portable skala rumah tangga yang efisien, murah, dan mudah dirawat. Teknologi ini memungkinkan peternak kecil mengubah limbah kotoran sapi menjadi gas metana yang dapat digunakan untuk kebutuhan memasak. Sebanyak lima rumah tangga di Desa Pondok Agung, Kasembon, kini telah menikmati manfaat langsung dari inovasi ini — pengeluaran untuk LPG berkurang, lingkungan kandang lebih bersih, dan produktivitas keluarga meningkat.
Kolaborasi untuk Keberlanjutan
Keberhasilan program ini tidak lepas dari kolaborasi erat antara Universitas Brawijaya, Pemerintah Kecamatan Kasembon, dan Tim Penggerak PKK setempat melalui Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRPM UB). Pendekatan kolaboratif ini memastikan bahwa setiap langkah implementasi berjalan sesuai kebutuhan lokal, bukan sekadar hasil eksperimen laboratorium.
“Kami berharap program ini tidak berhenti pada lima rumah tangga saja. Dengan adanya dukungan dari Pemerintah Kecamatan Kasembon dan kesadaran peternak akan manfaat ganda dari biogas, kami berharap model reaktor portable ini dapat direplikasi secara mandiri oleh peternak lain, mewujudkan kemandirian energi dan kelestarian perairan di Kasembon,” ujar Dr. Yuni Kilawati, Ketua Tim Doktor Mengabdi UB.
Langkah ini sekaligus memperkuat posisi UB sebagai universitas riset yang berdampak sosial tinggi. Dengan pendekatan knowledge to impact, UB menegaskan bahwa inovasi teknologi bukan hanya dihasilkan untuk publikasi ilmiah, tetapi juga untuk menjawab tantangan riil masyarakat.
Kini, di tangan para akademisi dan peternak lokal, limbah kotoran sapi telah berubah wajah — dari sumber pencemaran menjadi sumber energi bersih yang berkelanjutan, membawa harapan baru bagi kemandirian energi pedesaan dan masa depan lingkungan yang lebih lestari.(Din)










