Kanal24, Malang — Di tengah meningkatnya tuntutan layanan kesehatan nasional, BPJS Kesehatan kembali menegaskan bahwa kondisi keuangannya masih berada dalam keadaan stabil. Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, yang menegaskan bahwa lembaga tetap mampu menjalankan fungsinya meski beban klaim terus mengalami lonjakan dari tahun ke tahun.
Ghufron menjelaskan bahwa stabilitas ini dimungkinkan berkat adanya cadangan dana dari tahun sebelumnya yang masih cukup kuat untuk menutup ketidakseimbangan antara pemasukan iuran dan pengeluaran klaim. Meski demikian, ia juga mengakui bahwa kondisi tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk merasa aman sepenuhnya, mengingat jumlah klaim yang terus naik dapat menggerus cadangan tersebut jika tidak diikuti kebijakan penyesuaian.
Baca juga:
Redenominasi Rupiah: Tantangan Psikologis dan Peluang Efisiensi Ekonomi
Beban Klaim Terus Meningkat dari Tahun ke Tahun
Data yang disampaikan pemerintah menunjukkan bahwa beban layanan kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan terus menanjak. Pada 2023, total penerimaan iuran tercatat lebih rendah dibandingkan pengeluaran untuk klaim jaminan kesehatan. Kesenjangan ini berlanjut pada 2024, ketika beban jaminan kembali melampaui pendapatan iuran yang dikumpulkan BPJS Kesehatan.
Pada 2025, tren tersebut semakin terlihat jelas. Hingga bulan September, jumlah iuran yang berhasil dikumpulkan masih berada di bawah total klaim yang harus dibayarkan kepada fasilitas kesehatan. Bahkan rata-rata pengeluaran klaim bulanan tercatat berada di atas Rp16 triliun, menunjukkan pemanfaatan layanan kesehatan yang semakin tinggi oleh masyarakat.
Kenaikan klaim ini berkaitan dengan bertambahnya peserta aktif, meningkatnya akses masyarakat terhadap layanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan tingkat pertama, serta meningkatnya kasus penyakit kronis dan pembiayaan tindakan medis bernilai tinggi.
Cadangan Dana Menjadi Penyangga Utama
Direktur Utama BPJS Kesehatan menekankan bahwa meskipun arus masuk iuran belum mampu menutupi beban klaim secara penuh, BPJS masih dapat beroperasi secara normal berkat cadangan dana yang dimiliki lembaga tersebut. Cadangan ini berasal dari surplus keuangan pada tahun-tahun sebelumnya, termasuk periode saat pemerintah melakukan penyesuaian iuran beberapa waktu lalu.
Meski begitu, Ghufron memberi sinyal bahwa apabila disparitas antara iuran dan klaim terus berlanjut tanpa intervensi kebijakan, maka simpanan tersebut dapat menyusut dalam beberapa tahun ke depan. Oleh karena itu, ia meminta adanya evaluasi berkelanjutan dan langkah strategis bersama pemerintah agar keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap terjamin.
Wacana Kebijakan Baru: Kenaikan Iuran hingga Penataan Peserta
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa salah satu solusi jangka panjang untuk menyehatkan keuangan BPJS adalah penyesuaian iuran. Menteri Kesehatan menyebut bahwa selama ini kondisi BPJS cenderung defisit bila tidak ada kenaikan iuran berkala, mengingat biaya kesehatan yang terus bertambah.
Meski demikian, pemerintah belum menyatakan bahwa kenaikan iuran akan dilakukan dalam waktu dekat. Opsi kebijakan lainnya yang tengah dibahas meliputi penataan ulang kelompok peserta agar subsidi yang diberikan negara tepat sasaran. Saat ini, ditemukan sejumlah kasus peserta dengan kemampuan finansial tinggi namun terdaftar sebagai penerima bantuan iuran, sehingga membebani anggaran negara dan program JKN.
Penataan data dan validasi ulang peserta menjadi salah satu langkah penting untuk memastikan bahwa bantuan diterima oleh mereka yang benar-benar membutuhkan.
Efisiensi Layanan Menjadi Fokus
Selain kebijakan iuran, BPJS Kesehatan juga tengah mendorong efisiensi layanan di fasilitas kesehatan. Implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) menjadi salah satu program yang didesain untuk mengurangi ketimpangan biaya layanan dan memastikan biaya klaim lebih terkendali.
Efisiensi di tingkat fasilitas kesehatan juga menjadi sorotan. Pemerintah mendorong penggunaan teknologi digital untuk mempercepat administrasi, menekan potensi penyelewengan, serta meningkatkan akurasi data dalam sistem rujukan.
Tantangan: Validitas Data dan Pemerataan Akses
Selain persoalan finansial, tantangan lain yang dihadapi BPJS Kesehatan adalah akurasi data peserta, terutama peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Masih ditemukan adanya peserta berpenghasilan tinggi yang masuk dalam kategori miskin, sehingga menimbulkan beban subsidi yang tidak tepat sasaran.
Selain itu, pertumbuhan jumlah peserta aktif belum sepenuhnya sebanding dengan pemerataan akses layanan kesehatan, terutama di daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal). Ketidakseimbangan tersebut membuat biaya rujukan meningkat, yang pada akhirnya menambah beban klaim BPJS.
Perlu Sinergi Pemerintah dan Fasilitas Kesehatan
Keberlanjutan program JKN sebagai salah satu program strategis nasional membutuhkan kolaborasi kuat antara pemerintah, fasilitas kesehatan, serta masyarakat sebagai peserta. Pemerintah diharapkan mampu membuat kebijakan yang realistis dan adaptif terhadap perubahan biaya layanan kesehatan, sementara fasilitas kesehatan perlu terus meningkatkan kualitas serta efisiensi layanan.
BPJS Kesehatan juga diharapkan terus memperbaiki sistem manajemen, meningkatkan transparansi, serta memperkuat langkah preventif melalui edukasi masyarakat agar beban layanan kesehatan dapat ditekan dari sisi hulu.
Meskipun BPJS Kesehatan menyatakan bahwa kondisi keuangannya masih stabil, berbagai data menunjukkan adanya tekanan serius dari sisi beban klaim yang terus meningkat. Cadangan dana memang masih mampu menjadi penyangga dalam jangka pendek, namun langkah strategis tetap dibutuhkan untuk menjamin keberlanjutan program JKN di masa mendatang.
Evaluasi iuran, penataan peserta, efisiensi layanan kesehatan, dan validasi data menjadi sejumlah langkah penting yang harus ditempuh agar BPJS Kesehatan tetap mampu menjalankan amanah menyediakan layanan kesehatan yang adil dan terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia. (nid)










