Kanal24, Malang – Perbincangan mengenai Majapahit tidak lagi terbatas pada ruang akademik atau kajian sejarah klasik, melainkan turut memasuki ranah kreatif—mulai dari karya fiksi hingga gim digital. Dalam sesi ketiga Wilwatikta Acarita yang menghadirkan dua narasumber, salah satunya Martua Febrianto Samosir, diskusi berkembang pada bagaimana interpretasi Majapahit dapat diproduksi ulang melalui medium modern dan menjadi bagian dari keseharian generasi masa kini. Materi ini membuka perspektif baru bahwa sejarah dapat hidup dalam bentuk-bentuk alternatif yang lebih dekat dengan publik kontemporer.
Materi tersebut disampaikan dalam WILWATIKTA ACARITA SESI 3: Interpretasi Wilwatikta dalam Karya Fiksi, sebuah program kolaborasi antara Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya (FIB UB) dan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI (BPKW XI) Jawa Timur. Acara dilaksanakan di Aula Gedung A Lantai 2 FIB UB pada Jumat (14/11/2025), dan menjadi wadah eksplorasi pemaknaan Majapahit dalam sudut pandang kreatif.
Baca juga:
Operasi Tambang Freeport Kembali Menggeliat

Majapahit di Ranah Fiksi dan Ruang Interpretasi Kreatif
Sesi ketiga ini menyoroti bagaimana warisan Wilwatikta dapat dihidupkan kembali melalui karya fiksi. Gita Adjipersadani sebagai salah satu pemateri mengupas bagaimana penulis masa kini dapat mengambil inspirasi dari struktur kisah, sosok tokoh, hingga nilai-nilai budaya Majapahit untuk menciptakan dunia fiksi yang kuat sekaligus relevan. Majapahit—dengan kelimpahan sumber sejarah, mitologi, dan narasi heroiknya—menjadi lahan subur bagi pengarang untuk mengembangkan cerita yang berakar pada tradisi lokal sambil menghadirkan kreativitas baru.
Dalam pemaparan tersebut juga dijelaskan bahwa fiksi bukan sekadar sarana hiburan, tetapi ruang interpretasi budaya. Melalui novel, cerpen, ataupun media visual, nilai-nilai historis dari Majapahit dapat ditransformasikan menjadi narasi baru yang lebih mudah dicerna oleh publik masa kini. Upaya ini dinilai penting di tengah tantangan modernisasi yang kerap menjauhkan generasi muda dari akar sejarahnya.
Gim sebagai Ruang Reproduksi Narasi Majapahit
Pemakalah kedua, Martua Febrianto Samosir, S.S., M.Hum dari Universitas Sanata Dharma, membawa perspektif yang lebih kontemporer melalui makalah berjudul Narasi Sejarah Alternatif Majapahit di Game Civilization XI. Ia memaparkan bahwa gim digital telah berkembang sebagai media naratif alternatif yang mampu menyodorkan kembali sejarah kepada masyarakat dalam bentuk interaktif.
Menurut Martua, gim bukan hanya wahana hiburan, tetapi ruang potensial untuk reproduksi narasi sejarah. Civilization XI—yang menampilkan Majapahit sebagai salah satu peradaban—memberikan pengalaman yang membuat sejarah terasa dekat, relevan, dan melekat dalam keseharian pemain.
“Dengan hadirnya Majapahit dalam gim, ia tidak lagi tampak sebagai sesuatu yang jauh atau asing. Ia menjadi bagian dari waktu senggang kita, hadir dalam aktivitas sederhana seperti bermain gim,” ujar Martua.
Ia melanjutkan bahwa integrasi Majapahit dalam media digital semacam itu membuka peluang besar bagi bidang kajian akademik, terutama di Indonesia yang kajian game-nya masih tergolong belia. Tidak hanya sejarah, tetapi nilai-nilai sosial, politik, hingga strategi perang dapat dipelajari melalui simulasi permainan tersebut.
Martua juga menjelaskan bahwa Civilization XI dapat diakses melalui portal gim seperti Steam, di mana pengguna dapat mengunduh dan memainkan versi berbayarnya. “Silakan browsing Civilization XI, nanti muncul sendiri. Kalau saya main lewat Steam, tapi bisa juga langsung dari portal resminya,” tambahnya.
Relevansi Interpretasi Majapahit bagi Generasi Muda
Salah satu poin penting yang disoroti Martua adalah bagaimana media alternatif seperti gim dapat menarik minat generasi muda untuk mengenal sejarah nasional. Dalam dunia akademik, pendekatan ini membuka ruang penelitian lintas disiplin—sejarah, sastra, budaya, hingga teknologi.
Ia memberikan pesan penutup yang dekat dengan realitas mahasiswa masa kini:
“Tetap bermain game meskipun sampai larut malam, tetapi jangan lupa bahwa besok pagi kalian masih punya mimpi yang harus diraih.”
Pesan itu menegaskan bahwa gim dapat menjadi sarana edukatif, selama digunakan secara seimbang.
Merawat Wilwatikta melalui Medium Baru
Melalui sesi ketiga Wilwatikta Acarita ini, FIB UB dan BPKW XI Jawa Timur menegaskan komitmen mereka untuk menghadirkan Majapahit dalam bentuk yang lebih segar dan relevan. Baik melalui karya fiksi maupun gim digital, interpretasi atas Wilwatikta dapat terus berkembang mengikuti zaman, tanpa kehilangan nilai-nilai historis yang menjadi dasar peradaban Nusantara.
Dengan demikian, Majapahit bukan hanya masa lalu yang disimpan dalam buku sejarah, melainkan warisan hidup yang terus diproduksi ulang dalam medium baru—menghubungkan generasi terdahulu dengan generasi yang tumbuh dalam era teknologi digital. (nid/tia)










