Kanal24, Malang – Seni bernegosiasi bukan lagi sekadar keterampilan tambahan, melainkan bekal utama yang harus dimiliki generasi muda saat memasuki dunia profesional. Hal tersebut menjadi sorotan utama dalam sesi materi yang dibawakan oleh Anggi V. Goenadi, Public Speaking Master Trainer BNSP RI sekaligus alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) angkatan 2006. Dalam paparannya, Anggi menegaskan bahwa negosiasi merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, dipraktikkan, dan disiapkan dengan serius, bukan sekadar bakat alami atau karisma personal pada Jumat (28/11/2025).
Negosiasi Ada di Setiap Aspek Hidup
Menurut Anggi, negosiasi tidak hanya digunakan dalam forum formal seperti transaksi bisnis atau perjanjian hukum. Lebih luas dari itu, negosiasi hadir dalam hampir semua aspek kehidupan sehari-hari. “Hidup kita ini adalah negosiasi. Apa pun yang ingin kita capai dalam hidup selalu melibatkan konteks negosiasi,” ujarnya. Karena itu, mahasiswa perlu memahami bahwa keahlian ini akan mereka gunakan bukan hanya saat bertemu klien atau atasan kelak, melainkan juga dalam interaksi harian, mulai dari berdiskusi dengan dosen hingga berkoordinasi dalam organisasi.
Baca juga:
Inovasi Mahasiswa Menggema di Expo FT UB 2025
Ia menegaskan bahwa negosiasi bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. “Ini bukan hal natural yang hanya mengandalkan karisma. Negosiasi adalah ilmu yang bisa dipelajari dan harus dipelajari,” tegasnya. Hal tersebutlah yang menjadikan pelatihan dan pembelajaran negosiasi penting untuk dibekalkan kepada mahasiswa sejak berada di bangku kuliah.
Kunci Negosiasi: Emosi, Logika, dan Strategi
Dalam sesi seminar tersebut, Anggi memaparkan tiga komponen dasar yang selalu ada dalam setiap negosiasi: emosi, logika, dan teknik/strategi.
Pertama, aspek emosional menjadi titik penting karena negosiasi melibatkan perasaan kedua belah pihak. Namun, ia menegaskan bahwa hal itu bukan berarti negosiasi dilakukan dengan emosi, melainkan memahami dinamika emosional yang muncul selama proses berlangsung.
Kedua, logika menjadi landasan yang membantu seseorang menentukan tujuan, batasan, dan arah negosiasi. “Ketika kita ingin mencapai suatu target, harus ada logika yang jelas dan terukur,” tuturnya.
Ketiga, teknik dan strategi menjadi alat yang menentukan arah keberhasilan. Mulai dari cara menyampaikan argumen, membaca situasi, hingga menanggapi keberatan. Semua itu, kata Anggi, tidak dapat dikuasai tanpa latihan.
Practice Makes Permanent, Preparation Makes Perfect
Anggi mengutip prinsip penting yang menjadi filosofi para negosiator profesional, “Practice makes permanent, preparation makes perfect.”
Latihan akan membuat kemampuan seseorang melekat secara permanen, sementara persiapan yang matang akan menyempurnakan proses negosiasi. Karena itu, mahasiswa didorong untuk terus mengasah keterampilan negosiasi melalui praktik langsung, simulasi, dan evaluasi diri.
Ia juga menyinggung mengenai tiga level keberhasilan komunikasi: verbal, vokal, dan visual. Menurutnya, aspek visual—yang meliputi ekspresi wajah, gestur tubuh, dan bahasa tubuh—bahkan memiliki porsi terbesar dalam menentukan keberhasilan sebuah komunikasi. “Gestur dan ekspresi itu menyumbang sekitar 50 persen keberhasilan komunikasi,” jelasnya.

Negosiasi Bukan Mengorbankan Integritas
Meski begitu, Anggi memberi penekanan penting mengenai batas etika. Negosiasi tidak boleh diarahkan untuk mengorbankan integritas atau nilai yang telah tertanam dalam diri seseorang. “Negosiasi tentang integritas itu sama saja dengan menggadaikan diri sendiri,” katanya. Ia mengingatkan bahwa meski sebuah negosiasi dapat menghasilkan keuntungan instan, kompromi terhadap integritas justru dapat menjadi kerugian terbesar bagi masa depan seseorang.
Anggi menutup sesinya dengan pesan motivatif kepada mahasiswa. Ia percaya bahwa jalan panjang menuju masa depan hanya dapat ditempuh oleh mereka yang memahami arah dan mempersiapkan bekal dengan baik. “Kalau sudah tahu jalannya, segera jalan. Bekal hari ini—belajar komunikasi dan negosiasi—adalah bagian dari bekal terbaik untuk perjalanan panjang teman-teman,” tutupnya.
Dengan materi yang komprehensif dan penuh energi, sesi pelatihan Anggi V. Goenadi memberikan wawasan mendalam sekaligus motivasi besar bagi mahasiswa FH UB dan fakultas lain yang hadir, membekali mereka untuk menjadi pribadi yang percaya diri, strategis, dan siap menghadapi dunia kerja yang penuh dinamika. (nid/dht)









