Kanal24, Malang – Kasus bunuh diri yang melibatkan mahasiswa menjadi perhatian besar di lingkungan akademik. Di tengah tekanan akademik, perubahan sosial pasca pandemi, serta dinamika kehidupan pribadi mahasiswa, kebutuhan akan ruang aman untuk bercerita dan mencari bantuan semakin mendesak. Universitas Brawijaya (UB) menegaskan komitmennya untuk memperkuat dukungan terhadap kesehatan mental mahasiswa melalui berbagai layanan konseling yang telah disediakan.
Perhatian ini disampaikan langsung oleh Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D. Med.Sc., dalam wawancara eksklusif bersama Kanal24 pada Rabu (03/12/2025). Ia memberikan penjelasan menyeluruh mengenai penyebab umum masalah kesehatan mental pada generasi muda serta langkah-langkah UB dalam memberikan pendampingan.
Baca juga:
Mahasiswa UB Sibak Fakta Kelam Industri Fashion
Trauma Generasi Pasca Pandemi
Prof. Widodo menjelaskan bahwa masalah kesehatan mental yang dialami generasi muda saat ini tidak bisa dilepaskan dari dampak panjang pandemi COVID-19. Selama hampir tiga tahun, mahasiswa dan pelajar menjalani pendidikan dari rumah, kehilangan ruang sosial dan berkurangnya interaksi langsung dengan teman sebaya.
“Hubungan sosial mereka sebagian mengalami masalah. Saya kira itu inti permasalahannya,” ujarnya. Kondisi ini menimbulkan trauma dan tekanan psikologis yang akhirnya terbawa hingga memasuki dunia perkuliahan.
Perluas Akses dan Saluran Konseling
Terkait peristiwa yang terjadi, Rektor menegaskan bahwa UB telah menyediakan berbagai saluran bantuan yang bisa dimanfaatkan mahasiswa, baik di tingkat universitas maupun fakultas.
“Kita punya unit konseling di level universitas dan juga fakultas. Anak-anak bisa konsel langsung offline, bisa juga online. Ada e-counseling yang bisa dimanfaatkan,” ungkapnya.
Layanan daring ini diharapkan menjadi opsi bagi mahasiswa yang merasa kurang nyaman melakukan konseling tatap muka, sehingga akses dukungan dapat menjangkau lebih luas.
Pemantauan Akademik: Evaluasi Lamanya Skripsi
Dalam wawancara tersebut, Prof. Widodo menyoroti bahwa proses akademik, termasuk pengerjaan skripsi, dapat menjadi salah satu faktor tekanan bagi mahasiswa. Ia telah meminta Direktorat Kemahasiswaan serta Wakil Dekan Bidang Akademik untuk melakukan pengecekan dan evaluasi terkait durasi penyelesaian skripsi mahasiswa.
“Jika memang ada kendala-kendala, mohon untuk diidentifikasi dan melibatkan dosen pembimbing. Problem yang muncul itu tidak single factor,” jelasnya. Menurutnya, hambatan skripsi sering kali dipengaruhi banyak hal seperti kondisi keluarga, masalah keuangan, pertemanan, hingga relasi sosial.
Ajak Mahasiswa untuk Terbuka dan Memanfaatkan Saluran Bantuan
Rektor UB menegaskan bahwa pihak kampus membuka diri terhadap masukan, laporan, maupun informasi terkait kondisi mahasiswa. Ia berharap mahasiswa tidak ragu mencari pertolongan ketika mulai merasakan tekanan.
“Kita welcome sekali jika ada informasi atau masukan dari teman-teman. Intinya kita membuka diri,” ujarnya.
Dengan langkah-langkah ini, UB berharap setiap mahasiswa memiliki ruang aman untuk mencari bantuan, memulihkan diri, serta menjalani pendidikan dengan lebih sehat dan seimbang. Kampus menegaskan bahwa kesehatan mental merupakan tanggung jawab bersama, dan setiap mahasiswa berhak memperoleh pendampingan yang layak. (nid/tia)










