KANAL24, Jakarta – Salah satu upaya penanggulangan banjir di kawasan Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi atau Jabodetabek, KLHK akan meningkatkan rehabilitasi hutan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS), khususnya DAS Ciliwung dan DAS Cisadane. Dari 8 DAS yang bermuara di daerah terdampak banjir beberapa waktu lalu, kedua DAS tersebut dominan sebabkan banjir, begitu pula DAS Kali Bekasi.
Banjir terjadi pada tanggal 1 Januari 2020 dengan area terdampak wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Lokasi banjir meliputi bagian hilir dari 8 DAS yaitu DAS Kali Angke Pesanggrahan, DAS Kali Krukut, DAS Ciliwung, DAS Sunter, DAS Kali Buaran, DAS Cakung, DAS Kali Bekasi dan DAS Cisadane. Banjir yang terjadi merupakan akibat curah hujan yang tinggi hingga ekstrem yang terjadi sejak tanggal 31 Desember 2019.
“Kami juga akan segera membuat bangunan Konservasi Tanah dan Air (KTA) seperti dam penahan, dam pengendali, maupun gully plug sebanyak mungkin dalam waktu dekat di daerah hulu,” ujar Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (PDASHL) Hudoyo, saat Konferensi Pers di Jakarta, Selasa (07/01/2020).
Disamping kondisi DAS, curah hujan ekstrem dan alih fungsi lahan, juga ditengarai akibatkan banjir. “Setelah kita cek di lapangan maupun citra satelit, sebagian besar tutupan lahan di bagian hulu merupakan pertanian lahan kering, yaitu sayuran. Selain itu, sebagian besar situ dan rawa di daerah Bekasi dan sekitarnya itu semuanya sudah tertutup beton, disamping sistem drainase yang terganggu,” katanya.
Oleh karena itu, untuk rehabilitasi pada areal penggunaan lain (APL), KLHK mengharapkan peran pemerintah daerah dan masyarakat yang lebih besar untuk mendorong rehabilitasi kawasan tersebut.
Hudoyo menyampaian kesimpulan penyebab banjir Jakarta, antara lain curah hujan tinggi hingga ekstrim, limpasan air dari Bogor dan Depok, bagian lereng kaki dari kipas alluvial DAS Ciliwung, hilangnya situ dan alih fungsi rawa, tutupan lahan di bagian hulu didominasi pertanian lahan kering (sayur-sayuran) dan pada area terdampak didominasi lahan terbangun sehingga limpasan permukaan tinggi dan infiltrasi rendah, sistem drainase tidak mampu mengantisipasi kenaikan volume air yang ekstrim serta permasalahan budaya membuang dan mengelola sampah yang buruk.
Faktor lain yang menyebabkan banjir yaitu masih rendahnya kondisi pengelolaan sampah, serta adanya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Ilegal dan Pengelolaan TPA Open Dumping) di beberapa wilayah Jabodetabek. Tiga daerah dengan persentase sampah tidak terkelola paling tinggi yaitu Kabupaten Bogor (93,42%), Kota Bekasi (75,72%), dan Kota Bogor (75,51%).
Oleh karena itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK Rasio Ridho Sani mengatakan KLHK akan melakukan penegakan hukum secara tegas dan konsisten terhadap pengelola dan/atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengelolaan sampah yang tidak mengikuti peraturan perundangan, norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan.
“Penegakkan hukum ini kami lakukan dari hulu hingga hilir, sebagai upaya untuk memberi efek jera, adanya perubahan perilaku, dan membentuk budaya kepatuhan. Kami juga telah membentuk satuan tugas untuk mengidentifikasi titik-titik pengelolaan sampah yang tidak sesuai prosedur,” ujar Rasio Sani.
Sebelumnya pada tahun 2019, Ditjen Penegakan Hukum LHK telah melakukan penyegelan TPA ilegal sejumlah titik di Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Sedangkan, sebagai langkah penegakan hukum di sektor hulu, Ditjen Penegakan Hukum LHK melakukan penertiban aktivitas tambang ilegal yang mengancam DAS. (sdk)