oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Apabila kita cermati di dalam teks sumber wahyu (al quran) maka akan kita jumpai bahwa ada teks-teks sumpah yang di sampaikan oleh Allah swt untuk menjelaskan dan menegaskan beberapa persoalan. Pada dasarnya fenomena sumpah menjelaskan akan pentingnya suatu persoalan serta kesungguhan Allah swt atas suatu persoalan yang dijadikan topik sumpah tersebut. Maksud dari suatu sumpah adalah untuk meyakinkan atas pesan yang disampaikan (اليمين) dengan menggunakan kata yang dapat menguatkan atas sesuatu dengan harapan seseorang bersedia untuk meyakininya.
Dalam realitas masyarakat kita sering menjumpai bahwa seseorang apabila ingin meyakinkan atas pesan yang disampaikannya dan orang lain akan bersedia percaya maka melakukan sumpah untuk meyakinkan. Alquran sebagai sumber wahyu yang diturunkan secara bertahap (tanziil) dimaksudkan untuk meneguhkan hati Nabi sekaligus sebagai respon atas persoalan yang dihadapi. Artinya alquran hadir dalam suatu realitas konstruksi sosial yang berkembang pada saat itu di tengah-tengah masyarakat. Sehingga teks-teks sumber wahyu juga tentu sangat dekat dengan realitas sosial kemanusiaan ini.
Untuk itu digunakanlah kata kerja sumpah untuk meyakinkan atas apa yang ingin diteguhkan atau dikuatkan dengan menggunakan huruf sebagai perangkat sumpah. Secara garis besar terhadap dua diksi dengan makna sama, bermakna sumpah, yaitu kata kerja (fi’il) al halaf (حلف) dan kata kerja ( fi’il) al qasam (القسم). Keduanya mengandung arti yang sama yaitu sumpah namun memiliki perbedaan signifikan dalam sebuah makna kalimat serta pesan yang akan disampaikan. Namun dalam realitasnya mengingat sumpah banyak digunakan oleh orang untuk meyakinkan dan menguatkan atas sesuatu serta mereka juga menggunakan banyak objek sebagai penguat sumpah maka kata kerja sumpahnya dihilangkan dan diganti dengan huruf seperti و ب ت yang kemudian dikenal dengan huruf sumpah (حرف القسم).
Terdapat tiga fenomena dalam teks sumber wahyu yang terkait dengan sumpah. Yaitu :
1. Menggunakan kata حلف
2. Menggunakan kata قسم
3. Menggunakan huruf sumpah (حرف القسم).
Ketiga fenomena ini akan dijelaskan dalam pembahasan berikut beserta implikasinya dalam realitas komunikasi antar manusia.
Pertama, sumpah dengan menggunakan kata al halaf (الحلف) dan turunannya dipergunakan kurang lebih disebutkan sebanyak 11 kali di dalam Al-Qur’an, antara lain, Surat An-Nisa ayat 62, Surat Al-Maidah ayat 89, Surat At-Taubah ayat 42, 56, 62, 74, 95, 96, dan ayat 107, dan Surat Al-Mujadilah ayat 14 dan 18. Sebagai contoh :
فَكَيۡفَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةُۢ بِمَا قَدَّمَتۡ أَيۡدِيهِمۡ ثُمَّ جَآءُوكَ يَحۡلِفُونَ بِٱللَّهِ إِنۡ أَرَدۡنَآ إِلَّآ إِحۡسَٰنٗا وَتَوۡفِيقًا
Maka bagaimana halnya apabila (kelak) musibah menimpa mereka (orang munafik) disebabkan perbuatan tangannya sendiri, kemudian mereka datang kepadamu (Muhammad) sambil bersumpah, “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain kebaikan dan kedamaian. (QS. An-Nisa’, Ayat 62)
Ayat ini terkait dengan perilaku orang munafiq yang menjadikan tukang ramal, yaitu Abu Barzah al aslami sebagai pemutus peradilan atas semua perkara yang diperselisihkan di kalangan orang Yahudi dan orang-orang musyrik pun ikut-ikutan berhakim kepadanya. Maka turunlah ayat tersebut, sekalipun sumpah kalangan munafiq itu sebenarnya adalah sebuah kepalsuan dan kebohongan. Dikatakan oleh Ibnu Katsir bahwa mereka hanyalah mudaarah dan mushaana’ah (bahasa diplomasi dan menjilat). Intinya sumpah mereka adalah palsu.
Demikian pula penggunaan sumpah dengan kalimat al halaf dalam surat at Taubah ayat 74 :
يَحۡلِفُونَ بِٱللَّهِ مَا قَالُواْ وَلَقَدۡ قَالُواْ كَلِمَةَ ٱلۡكُفۡرِ وَكَفَرُواْ بَعۡدَ إِسۡلَٰمِهِمۡ وَهَمُّواْ بِمَا لَمۡ يَنَالُواْۚ وَمَا نَقَمُوٓاْ إِلَّآ أَنۡ أَغۡنَىٰهُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ مِن فَضۡلِهِۦۚ …
Mereka (orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakiti Muhammad). Sungguh, mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir setelah Islam, dan menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), sekiranya Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka…. (QS. At-Taubah, Ayat 74)
Ayat ini berkenaan dengan tokoh munafiq Abdullah bin ubay yang mengingkari perkataan yang terkait dengan ucapannya saat terjadi perkelahian antara seorang salah seorang kalangan Anshar dan seorang dari bani Juhani yang mengatakan bahwa kaum muslimin akan mengusir kaum yang lemah. Namun saat dilaporkan kepada Rasulullah, lalu Abdullah bin Ubay mengingkarinya seraya bersumpah dengan menyebut nama Allah.
Kesimpulannya bahwa kata al halaf yang berarti sumpah, dipergunakan oleh seorang munafiq atau orang yang dia bersumpah namun mengingkarinya, atau bersumpah tapi palsu, berdusta dan berbohong dengan sumpahnya. Artinya kata al halaf itu merujuk pada perbuatan buruk atau negatif yaitu suatu sumpah yang merujuk pelakunya sebagai seorang yang munafiq. Dengan kata lain seorang yang munafiq pasti suka ingkar atas sumpah dan janji-janji yang telah diucapkannya. Jadi semua sumpah yang digunakan untuk menutupi suatu kebohongan termasuk dalam kategori sumpah al halaf ini yang pelakunya dibenci oleh Allah dan kelak akan mendapatkan sanksi (dosa).
Kedua, adalah fenomena sumpah dengan menggunakan kata al qasam (القسم). Hal ini dipergunakan sebanyak lebih kurang 27 kali dengan 19 ayat yaitu terdapat pada Surat Al-Maidah ayat 53, 106, dan ayat 107, Surat Al-An’am ayat 109, Surat Al-A’raf ayat 49, Surat Ibrahim ayat 44, Surat Al-Nahl ayat 38, Surat Al-Nur ayat 53, Surat Ar-Rum ayat 55, Surat Fathir ayat 42, Surat Al-Waqi’ah ayat 75 dan ayat 76, Surat Al-Qalam ayat 17, Surat Al-Haqqah ayat 38, Surat Al-Ma’arij ayat 40, Surat Al-Qiyamah ayat 1 dan ayat 2, Surat At-Takwir ayat 15, Surat Al-Insyiqaq ayat 16, Surat Al-Fajr ayat 5, dan Surat Al-Balad ayat 1.
Sebagai contoh tentang penggunaan kata al qasam antara lain :
وَيَقُولُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَهَٰٓؤُلَآءِ ٱلَّذِينَ أَقۡسَمُواْ بِٱللَّهِ جَهۡدَ أَيۡمَٰنِهِمۡ إِنَّهُمۡ لَمَعَكُمۡۚ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فَأَصۡبَحُواْ خَٰسِرِينَ
Dan orang-orang yang beriman akan berkata, “Inikah orang yang bersumpah secara sungguh-sungguh dengan (nama) Allah, bahwa mereka benar-benar beserta kamu?” Segala amal mereka menjadi sia-sia, sehingga mereka menjadi orang yang rugi. (QS. Al-Ma’idah, Ayat 53)
Ayat ini menjelaskan tentang sifat seorang yang beriman bahwa mereka memiliki kesungguh-sungguhan dalam bersumpah yaitu memiliki keinginan yang kuat untuk mewujudkan sumpahnya itu. Artinya kata sumpah ini digunakan untuk jenis sumpah yang sungguh-sungguh penuh kebenaran. Hal senada (penuh kesungguhan) juga tampak pada sumpah dengan kata qasam pada ayat berikut :
وَأَقۡسَمُواْ بِٱللَّهِ جَهۡدَ أَيۡمَٰنِهِمۡ لَئِن جَآءَتۡهُمۡ ءَايَةٞ لَّيُؤۡمِنُنَّ بِهَاۚ قُلۡ إِنَّمَا ٱلۡأٓيَٰتُ عِندَ ٱللَّهِۖ وَمَا يُشۡعِرُكُمۡ أَنَّهَآ إِذَا جَآءَتۡ لَا يُؤۡمِنُونَ
Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa jika datang suatu mukjizat kepada mereka, pastilah mereka akan beriman kepada-Nya. Katakanlah, “Mukjizat-mukjizat itu hanya ada pada sisi Allah.” Dan tahukah kamu, bahwa apabila mukjizat (ayat-ayat) datang, mereka tidak juga akan beriman. (QS. Al-An’am, Ayat 109)
Kesimpulannya bahwa penggunaan kata al qasam untuk sumpah lebih digunakan untuk jenis sumpah yang diucapkan dengan niat sungguh-sungguh untuk dilaksanakan dan diwujudkannya. Hal demikian menjadi ciri dari orang beriman. Artinya bahwa seorang yang menjunjung nilai kebenaran dan keyakinan pasti akan mematuhi dan bersungguh-sungguh dengan sumpah atau janjinya.
Terakhir, adakalanya sumpah Allah juga menggunakan huruf qasam (huruf sumpah). Dan yang dijadikan objek sumpah sebagai penguat sumpah (muqsam bih) terkadang Allah bersumpah dengan zatnya yang Maha Mulia dan sifat-sifatNya. Hal ini ada di 7 tempat, yaitu QS. Al-Thagabun ayat 7: QS. Al-Saba ayat 3, QS. Yunus ayat 53, QS. Maryam ayat 68. QS. Al-Hijr ayat 92; QS. Al-Nisa ayat 65. QS. Al-Maarij ayat 40.
Atau terkadang Allah bersumpah dengan sebagian makhluknya, untuk menunjukkan penciptaan-Nya, dan juga untuk memberikan isyarat atas keutamaan dan kemanfaatan makhluk tersebut, agar dijadikan pelajaran bagi manusia. Seperti demi matahari (wasy syamsi), demi bulan (wal qamari), demi buah thiin (wat thiin) dsb. Bersumpah dengan nama makhluk hanyalah dipergunakan semata bagi Allah, sementara bagi manusia dilarang menggunakan sumpah dengan nama selain Allah swt hal ini untuk menunjukkan bukti keEsaan Allah dan bukti kekuasan-Nya.
Sebagai tambahan penjelasan bahwa pada sumpah-sumpah Allah yang menggunakan nama makhluk, menurut beberapa pakar seharusnya ada kata yang dibuang, yaitu kata rabb, sehingga yang dimaksud misalnya sumpah Allah wa al-Tin (Demi buah Tin) sebenarnya adalah wa rabb al-Tin (Demi Tuhan buah Tin);
Sebagai kesimpulan bahwa sumpah dalam alquran dimaksudkan memberikan pelajaran bahwa untuk menyakinkan atas sesuatu yang dianggap sangat penting serta agar mendapatkan perhatian serius atas suatu pesan atau peristiwa tertentu, maka seseorang dapat menggunakan sumpah atas nama Allah dengan penuh kesungguhan, hal ini termasuk dalam kategori al qasam yang merupakan ciri dari seorang yang beriman, memiliki tingkat nilai keyakinan yang baik. Sementara seseorang yang bersumpah namun mengingkarinya (sumpah palsu dan hoax) maka orang yang demikian ini termasuk dalam kategori kemunafikan yang harusnya dijauhi karena hal demikian dapat merusak kredibilitas diri seorang komunikator.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB