oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Islam sebagai landasan gerak profetik memberikan arahan tentang bagaimana seseorang menanggapi orang lain terlebih seorang tamu. Sebagaimana ditegaskan dalam Sabda Rasulullah berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ. (رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Konsepsi profetik menggunakan istilah “ikram” (كرم يكرم اكراما) untuk menjelaskan tentang konsep hubungan seseorang dengan para tamunya atau pelanggan. Kata “memuliakan” tentu bukan sekedar menghormati atau bahkan sekedar melayani. Memuliakan berarti menenpatkan posisi orang lain dalam lebih tinggi derajatnya dibandingkan dirinya dan menganggap bahwa orang lain adalah orang yang mulia dan memiliki nilai kemuliaan yang layak dimuliakan, yaitu suatu tindakan mengagungkan dan mengutamakan melebihi dari sekedar menghormati. Dalam kemuliaan juga mengandung makna bahwa dibalik kehadiran orang tersebut akan membawa suatu kebaikan atau keberkahan bagi dirinya yang di datangi. Sehingga sikap yang harus dimunculkannya dalam menanggapi kehadiran orang tersebut adalah melakukan totalitas pelayanan serta menjaga harga diri orang tersebut seraya mengutamakannya dibandingkan lainnya.
Sebagaimana seseorang memuliakan seorang raja, maka tentu akan fokus sepenuhnya penuh totalitas dalam berinteraksi dan melayani serta meninggalkan segala hal yang dapat mengganggu ataupun menghalangi tindakan dirinya dalam melakukan pengabdian atas raja tersebut serta menganggap tiada orang lainnya demi menghormati dan menjunjung tinggi sang raja tersebut. Dan setiap orang akan berusaha secara maksimal untuk membuat sang raja puas atas pelayanan yang diterimanya.
Sikap memuliakan tamu dicontohkan dengan baik oleh Rasulullah saw meskipun mereka orang kafir. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah menjamu seorang non muslim. Beliaupun memerintahkan agar memerah susu seekor domba kemudian orang itu meminum dari air susu tersebut. Beliau kemudian memerah susu dari domba yang lain dan orang itu pun meminumnya, sampai dia minum susu dari tujuh ekor domba. Lalu orang itu bangun di pagi hari dan menjadi seorang muslim (HR. Bukhari).
Konsepsi profetik dalam menghadapi dan melayani tamu atau pelanggan adalah dibangun atas konsep “memuliakan” ini. Sehingga sikap yang ditampilkan adalah sepenuh jiwa dalam mengabdi, melayani guna memenuhi segala kebutuhan yang diinginkan agar tidak mengecewakan serta mampu menciptakan kepuasan puncak. Memuliakan berarti menempatkan orang lain (pelanggan) selayaknya seorang raja dengan memberikan penghormatan berupa memberikan kemudahan dan kecepatan dalam memberikan pelayanan. Untuk itu seorang petugas layanan menempatkan diri sebagai pengkhidmah yang bersedia melayani (dhlosor) sepenuh hati tanpa pamrih.
Konsep memuliakan berarti bersedia memberikan perhatian sepenuhnya kepada orang yang dilayani. Sehingga berbagai desain pelayanan yang memudahkan dan mempercepat serta berbagai program inovasi yang dijalankan adalah dalam rangka untuk memuliakan para pelanggan. Oleh karena itu sikap cuek, tidak ramah, tidak peduli, berlaku kasar adalah bertolak belakang dengan konsep memuliakan tamu (ikramud dhaif).
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB