KANAL24, Jakarta – Wabah corona yang menjangkiti China dan beberapa negara lainnya termasuk Indonesia terbukti menganggu perdagangan internasional. Arus perdagangan antara China dan Indonesia baik ekspor maupun impor anjlok.
Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Yunita Rusanti, mengatakan pada Februari 2020 nilai ekspor produk non migas ke China turun signifikan mencapai USD245,5 juta jika dibandingkan dengan Januari 2020. Sedangkan untuk kinerja impor juga turun paling dominan yaitu mencapai USD1,95 miliar.
Yunita mengatakan China masih tetap masuk dalam jajaran negara tujuan utama ekspor maupun impor. Sejak Januari – Februari 2020 pangsa ekspor non migas ke China mencapai USD3,98 miliar dengan total kontribusi terhadap total ekspor mencapai 15,33 persen. Sementara impor produk dari China pada kurun waktu tersebut nilainya mencapai USD5,92 miliar atau sebesar 26,76 persen.
Dengan adanya gangguan virus corona baik di China maupun Indonesia membuat sistem perdagangan kedua negara menjadi tertekan. Padahal kedua negara saling menggantungkan produk-produk utama industri khususnya non migas.
“Ada pengaruh dari covid-19 (virus corona) ini, karena kegiatan lock down (di Wuhan China) kegiatan ekspor impor otomatis akan mempengaruhi neraca perdagangan kita baik ekspor maupun impornya. Kita lihat baik secara bulanan dua – duanya turun, ekspornya turun dan impornya juga turun cukup signifikan,” kata Yunita dalam konferensi pers via live streaming, Senin (16/3/2020).
Meski begitu, ada kabar yang cukup baik dalam perdagangan Indonesia – China yaitu berkurangnya angka defisit. Sepanjang Januari – Februari 2020 angka defisit menjadi USD1,94miliar dari sebelumnya sebesar USD3,93 miliar (Januari – Februari 2019).
Beberapa komoditas ekspor non migas ke China yang anjlok dari Januari – Februari 2020 adalah besi dan baja sebesar 25,65 persen. Kemudian tembaga dan barang dari tembaga turun 57,42 persen serta pulp dari kayu sebesar 18,77 persen.
“Kalau impor non migas yang turun dari China seperti mesin dan perlengkapannya (45,17 persen), mesin dan peralatan mekanis (34,33 persen) serta plastik dan barang dari plastik (65,16 persen),” pungkas Yunita. (sdk)