oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Setiap hari korban dari wabah virus corona ini semakin bertambah bahkan cenderung terus meningkat dengan laju yang sulit dikendalikan. Pemerintah telah menetapkan berbagai protokol yang bertujuan mengatur penanganan pencegahan dan pengendalian dampak dari Covid-19 ini, sekalipun mungkin terkesan terlambat namun setidaknya protokol yang ditetapkan oleh pemerintah membantu untuk menekan laju korban dampak wabah covid-19 ini.
Dalam protokol pencegahan itu disebutkan agar setiap individu menggunakan masker untuk mengurangi penyebaran virus khususnya bagi mereka yang sedang mengalami flu atau batuk, sesering mungkin mencuci tangan terlebih pada saat masuk rumah segera cuci tangan untuk menghindari virus yang masih nempel pada bagian tubuh kita. Serta aturan social distancing yaitu dengan mengatur jarak interaksi antar individu yaitu minimal 1 meter antar individu, menghindari keramaian dan pertemuan-pertemuan yang berpeluang terjadinya interaksi antara mereka yang sangat berpotensi menularkan pada orang lain, demikian pula anjuran untuk berdiam diri di rumah dengan mempersedikit interaksi dengan orang luar sehingga dapat memutus rantai penyebaran virus itu ataupun pula jika pemerintah kota mengatur tentang mobilitas individu ke dan dari atau antar wilayah tertentu untuk berpotensi besar penyebaran virus serta guna mempersempit ruang penyebaran virus ini. Demikian pula aturan menjaga kesehatan lingkungan dengan menciptakan kebersihan dan kerapian warga, anjuran untuk menjaga kesehatan tubuh dengan olah raga yang rutin serta makanan yang bergizi . Semua protokol ini dibuat untuk dapat memutus mata rantai penyebaran covid-19 sehingga tidak banyak korban yang berjatuhan.
Pertanyaannya kemudian, apakah masyarakat mampu berdisiplin dengan aturan sebagaimana dalam protokol teraebut. Jika selama ini masyarakat kita sangat cuek dengan kebersihan diri (seperti kebiasaan mencuci tangan) dan kebersihan lingkungan (seperti suka membuang sampah sembarang) maka kasus covid-19 ini memaksa masyarakat untuk bersikap disiplin atas segala hal itu. Terkadang memang seseorang harus dipaksa dengan dihadapkan pada suatu peristiwa yang tidak mengenakkan sehingga mereka dapat merubah diri dan kebiasaan hidup yang buruk menjadi berperilaku baik.
Apabila kita melihat perilaku masyarakat kita semenjak merebaknya kasus covid-19 ini sepertinya masyarakat kita masih cenderung meremehkan anjuran aturan sebagaimana dalam protokol tersebut. Jika masyarakat Eropa seperti Italia yang terkenal dengan kedisiplinannya dengan kepedulian dan tanggungjawab pemerintah yang tinggi, pada kasus ini tercatat bahwa pertama kali muncul kasus pada tanggal 31 Januari 2020 dan pada hari ke 20 terjadi 3 kasus positif dan nihil kasus kematian. Sementara Indonesia yang terkenal dengan budaya karet dan minus disiplin terjadi kasus pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020 dan pada hari 20 telah tercatat 450 kasus positif, dan hari ini (hari ke 25) telah terjadi peningkatan kasus, tercatat sebanyak 893 kasus, 780 dinyatakan positif, 78 meninggal dan 35 orang dinyatakan sembuh. Kemudian Italia pada hari ke 50 tercatat sebanyak 47.021 kasus positif dan sebanyak 4.023 korban meninggal. Dan hari ini — (hari 56 kasus di Italia telah tercatat sebanyak 74.386 kasus, 57.521 dinyatakan positif, 7.503 korban meninggal dan 9.362 dinyatakan sembuh). Lalu, bagaimana kiranya dengan Indonesia pada hari yang ke 50 atau hari ke 56 yang akan datang ?, sementara pada kedua negara memiliki perilaku tanggungjawab serta karakter pemimpin dan keseriusan penanganan yang berbeda, hal ini tampak dari longgarnya kebijakan lockdown untuk membatasi dan menutup akses penyebaran virus ini.
Kasus Covid-19 sedang menguji kedisiplinan kita untuk patuh secara tegas atas protokol keamanan kesehatan masyarakat. Tentu hal ini tidak hanya ditujukan pada rakyat semata untuk mematuhi aturan protokol keamanan kesehatan ini, namun terlebih dari itu semua adalah kedisiplinan pemerintah untuk berdisiplin dan menunjukkan tanggungjawab yang tinggi atas keselamatan kesehatan warga negaranya dengan memastikan bahwa protokol keamanan sebagaimana yang ditetapkan oleh WHO dapat dijalankan dengan baik.
Karena itulah layak untuk di pertimbangkan dengan sangat serius aturan Islam saat menghadapi suatu bencana wabah penyakit, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi :
إِذَا سَمِعْتُمُ الطَّاعُونَ بِأَرْضٍ، فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأرْضٍ، وأنْتُمْ فِيهَا، فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا. متفق عَلَيْهِ
“Apabila kalian mendengar wabah tha’un melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian ada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Hari ini kita sedang melihat kebijakan negeri ini apakah telah benar-benar dijalankan dengan rasa tanggungjawab dan penuh kedisiplinan dalam menjaga keamanan kesehatan rakyatnya ataukah kebijakan yang kita ambil sebenarnya adalah kebijakan yang malu-malu dan sekedar lips service belaka karena semenjak diumumkan oleh menteri luar negeri pada tanggal 17 Maret 2020 tentang pembatasan perlintasan orang dari dan ke luar megeri namun nyatanya pintu imigrasi masih terbuka lebar bagi kedatangan siapa saja dari dan ke luar negeri dengan sangat mudah. Ternyata kasus Covid-19 benar-benar sedang menguji kedisplinan kita …..
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB