oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Sikap seorang muslim dalam menghadapi bencana apapun adalah dengan bersabar sebab dengan sabar akan menenangkan hati sementara apabila sifat sabar tidak dihadirkan dalam menghadapi musibah ataupun bencana maka yang akan terjadi adalah kepanikan. Sabar adalah suasana hati yang tenang seementara musibah adalah suasana kekacauan. Musibah ataupun bencana ibarat api yang dapat membakar apapun saja benda yang kering maka cara memadamkannya adalah dengan air.
Setiap orang dalam hidup pasti akan diuji dengan beragam persoalan hidup, karena demikianlah karakteristik hidup sebagai medan ujian bagi siapapun saja dan hanya mereka yang dapat bersabar yang akan berhasil melintasinya. Untuk itu syariat Islam yang agung menganjurkan bersabar dalam menghadapi setiap musibah yang terjadi pada setiap awal merespon suatu peristiwa. Allah berfirman :
“Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan serta kekurangan harta benda, jiwa, dan buah-buahan. Maka berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqoroh ayat 155)
Kabar gembira berarti solusi atas musibah yang terjadi. Artinya manakala seseorang ditimpa sebuah musibah lalu kemudian bersabar maka kesabaran itulah yang akan menyelamatkan dari segala kegelisahan dan kekacauan dalam dirinya dikala menghadapi musibah. Sebuah fitrah kemanusiaan adalah manakala manusia ditimpa musibah maka pasti dalam dirinya menghadapi kegelisahan, kegalauan dan kegelisahan. Apabila kegelisahan dalam diri dibiarkan begitu saja maka tentu yang akan terjadi adalah kehidupan yang lebih buruk lagi bahkan apabila seseorang dalam suasana gelisah terus dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan terjadi tindakan yang sangat fatal yaitu sikap berputus asa dan jalan terakhirnya adalah kematian. Karena itu tidak ada cara paling efektif dalam menghadapi suasana demikian kecuali dengan sabar. Sikap sabarlah yang akan menyelamatkan manusia dari kehancuran. Penyebutan kata sabar di dalam Al Qur’an ada di lebih dari 90 tempat. Sabar adalah bagian dari iman, sebagaimana kedudukan kepala bagi tubuh. Hal tersebut dikarenakan orang yang tidak memiliki kesabaran dalam menjalankan ketaatan, tidak memiliki kesabaran untuk menjauhi maksiat, dan tidak memiliki kesabaran tatkala tertimpa takdir Allah yang tidak menyenangkan, maka dia kehilangan banyak sekali bagian keimanan, demikian dikatakan oleh imam Ahmad dalam kitab At Tamhid li Syarh Kitabit Tauhid.
Manakala kesabaran tidak dihadirkan dalam menghadapi musibah yang akan terjadi adalah kepanikan. Betapa banyak manusia modern yang lebih menyerukan pendekatan rasional dalam menghadapi suatu musibah seperti yang terjadi dalam kasus pandemi covid-19 dengan cara menghindar seperti pakai masker, menjaga kebersihan dengan cuci tangan, menjaga jarak (phsical distancing), membatasi pergerakan dan mobilitas manusia namun manakala seruan pendekatan ini tidak disertai dengan seruan untuk bersabar maka yang terjadi adalah kepanikan dalam jiwa manusia. Pendekatan rasional dirasa tepat dalam menyelesaikan urusan fisik yang bersifat empirik namun belum mampu menyelesaikan sumber dan akar masalah utama dalam diri dan jiwa manusia. Sementara seruan sabar adalah solusi yang menyentuh akar dan sumber solusi dalam diri manusia. Seseorang yang sedang menghadapi musibah apapun hanya akan dapat bertindak tepat dan rasional serta kemudian mampu menemukan solusi dalam menghadapinya manakala dalam dirinya mampu bersikap tenang, dan ketenangan itu hanya akan hadir manakala terdapat kesabaran. Allah berfirman :
“Diantara manusia ada yang menyembah Allah menurut seleranya. Apabila ia mendapatkan kebaikan, hatinya merasa tenang. Akan tetapi, apabila ia mendapat cobaan yang tidak dia senangi, ia memalingkan wajahnya. Rugilah dunia dan akhiratnya” (QS. Al Hajj ayat 11).
Sehingga langkah yang paling tepat dalam menghadapi musibah ataupun bencana apapun termasuk wabah pandemi covid-19 adalah mengajak siapapun saja dengan bersabar dan menguatkan kesabarannya, karena dengan demikian maka musibah akan dapat dihadapinya dengan tenang. Ketenangan dan kesabaran akan memudahkan seseorang dalam menemukan solusi dengan tepat suatu masalah. Benarlah Firman Allah swt :
وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ. الَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ. أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
Artinya : “…..Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.’ (Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 155-157).
Inilah solusi ilahiah dalam menghadapi setiap musibah secara tepat yang mampu mengatasi pada akar masalah. Menjauh dari kesabaran dan ketawakkalan dalam menghadapi musibah dan bencana adalah sebuah kepanikan. Kepanikan akan menjadikan musibah dan bencana lebih menakutkan lagi.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB