oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Hari ini kita peringatan hari pendidikan dalam suasana pandemi Covid-19. Ada sesuatu yang berbeda tentunya dari peringatan hari-hari pendidikan sebelumnya. Bencana pandemi covid-19 semenjak muncul kepermukaan dan dan menerpa bangsa Indonesia ini maka yang terdampak pertama kali adalah lembaga pendidikan. Saat pandemi covid-19 dinyatakan telah menyebar ke berbagai sudut bangsa ini, maka pada saat itu lembaga pendidikan meliburkan para siswanya demikian juga dengan perguruan tinggi yang melock down para mahasiswanya untuk tidak masuk ke kampus. pada saat itu ruang ruang kelas ditinggal para pembelajar bangku bangku kosong seketika proses pembelajaran revolusi secara cepat menjadi pembelajaran daring hingga pemilik aplikasi Zoom kecipratan rezeki durian runtuh secara tak terduga dampak covid-19.
Pola kerja seketika berubah, dari work from office menjadi work from home, semua tugas dikerjakan di rumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, semua kembali ke asal kehidupan sosial yaitu rumah. Rumah kembali menjadi sentra seluruh aktifitas sosial kemasyarakatan. Rumah kembali menjadi vital, setelah sekian lama rumah hanya menjadi singgahan para pekerja yang disibukkan dengan tugas-tugas kantor. Covid-19 seakan ingin mengingatkan dan mengajarkan ummat manusia untuk kembali menvitalkan rumah sebagai pusat pendidikan masyarakat.
Rumah adalah adalah sekolah, dengan sang ayah sebagai kepala sekolah dan sang ibu sebagai guru utamanya (al ummu madrasatul ulaa). Keluarga yang beriman dengan seorang suami yang shaleh dan istri shalihah yang taat dan patuh pada perintah Allah swt serta tunduk pada suami maka akan melahirkan generasi terbaik yang juga tunduk patuh pada Allah, taat beribadah, peduli pada sesama. Dalam pendidikan keluarga, telah meletakkan posisi suami sebagai pemimpin rumah tangga yang harus dipatuhi dan meletakkan seorang ibu dalam posisi sentral sebagai pendidik. Generasi terbaik yang berkualitas bermula dari kualitas pendidikan yang dilakukan dari dalam rumah melalui keteladanan orang tua.
Keberhasilan pendidikan keluarga bermula dari keteladanan yang dicontohkan oleh ayah dan ibu. Ketaatan pada Allah, semangat belajar keduanya, kepedulian pada sesama bermula dari keteladanan mereka berdua yang akan ditiru oleh generasi. Keteladanan adalah kesesuaian antara ucapan dan tindakan. Dengan adanya teladan, seorang anak akan belajar dengan sesuatu yang nyata, ini akan lebih mudah diserap oleh jiwa generasi. Sebaliknya ketidaksesuaian antara ucapan dan perbuatan akan menjadi racun dalam pendidikan generasi. Sehingga kedurhakaan yang ditunjukkan oleh orang tua (salah satu dari keduanya) hanya akan merusak kualitas pendidikan generasi.
Covid-19 seakan juga mengajarkan tentang pentingnya belajar seumur hidup, long life education. Sekalipun ruang gerak interaksi sosial dibatasi, sekolah dan tempat kerja ditutup, maka proses pendidikan harus tetap berlangsung sebab kualitas sumberdaya manusia bermula dari kualitas pendidikan. Pendidikan haruslah terus berlangsung sekalipun dalam suasana sekritis apapun. Hal demikian disampaikan dalam sumber wahyu :
۞وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ
Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah, Ayat 122)
Pendidikan harus terus berlangsung sekalipun dalam keadaan perang untuk menjamin dan memastikan kualitas kehidupan serta ada dari sebagian masyarakat yang dapat mengingatkan pada jalan kebaikan agar realitas sosial tetap berkualitas dan tidak terjatuh dalam kehancuran karena sebab kebodohan yang jauh dari ilmu. Karena itu konsepsi profetik islam mengajarkan bahwa pendidikan haruslah terus berlangsung mulai dari ayunan hingga ke liang lahat. Sebagaimana sabda Nabi :
أُطْلُبُ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْْدِ (رواه مسلم)
“Carilah ilmu itu sejak dari ayunan sampai masuk ke liang lahat”(HR. Muslim).
Covid-19 seakan ingin menyampaikan sebuah pesan tentang pentingnya keberlangsungan pendidikan sekalipun dalam suasana penuh ketidakpastian sebab dampak covid-19, sekalipun proses pendidikan dan pembelajaran harus dilakukan secara daring. Jika pada pra kemerdekaan bangsa Indonesia memulai pembelajaran secara sederhana penuh keprihatinan, belajar di sawah-sawah, di ruang-ruang terbuka dan tidak harus di dalam ruangan ber-ac. Maka tentu pada masa covid-19 saat ini dengan fasilitas tekhnologi yang semakin canggih maka proses pendidikan harus tetap berlangsung sekalipun dengan biaya besar yang menghabiskan paketan internet dan pulsa.
Covid-19 seakan ingin mengajarkan pentingnya menjadikan setiap peristiwa sebagai sebuah momentum perubahan dengan mengedepankan cara berpikir dan bertindak proaktif serta tidak mudah menyalahkan situasi dengan menghadirkan kreatifitas untuk menghasilkan sesuatu yang lebih produktif. Betapa kita dapat melihat tingkat produktifitas pada masa covid-19 ini, ada yang berhenti bekerja tanpa produktifitas dengan alasan covid-19, namun ada pula dengan alasan yang sama menemukan banyak peluang baru yang dapat dilakukan, baik dalam menghasilkan potensi ekonomi, kepedulian sosial ataupun bidang pendidikan.
Intinya, berpikirlah positif sekalipun dalam suasana kritis untuk tetap produktif dan menghasilkan kemanfaatan bagi kemanusiaan. Peringatan Hardiknas hari ini patut kiranya dipikirkan, bagaimana jika kita jadikan Covid-19 sebagai pahlawan pendidikan?.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB