Manusia merupakan makhluk yang memiliki kecerdasan yang luar biasa dibanding dengan makhluk yang lainnya. Disamping itu manusia juga memilki ego yang sangat tinggi. Dengan kecerdasan dan ego yang tinggi itu, manusia mampu membuat produk berupa benda-benda. Hal itu tidak terlepas dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Produktifitas manusia telah ada jauh sebelum Firaun membangun piramidanya. Lebih tepatnya telah ada sejak jaman prasejarah, yakni dari masa Paleolithikum. Paleolithikum atau zaman Batu Tua mencakup 95% masa prasejarah teknologi manusia (Christian, David. 2014). Dengan demikian produktifitas manusia banyak dimulai dari masa ini. Sebagai contoh pembuatan alat-alat berburu. Hasil produk dari masa Paleolithikum terus dikembangkan hingga masa modern sekarang.
Ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat. Manusia semakin haus terhadap berbagai ilmu. Ilmu pengetahuan yang menciptakan berbagai macam teknologi membuat peradaban manusia semakin maju. Hal ini tidak terlepas dari perintah dan ajuran dalam menuntut ilmu. Sebagaimana pepatah dari ulama salaf yakni;
اُطْلُبُوا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلى اللَّحْدِ
Artinya :”“Tuntutlah ilmu
mulai dari ayunan
hingga liang lahat.”
Kehausan dalam menuntut ilmu ditunjukkan oleh para ilmuwan-ilmuwan Islam yang dengan karyanya itu mampu mengubah dunia bahkan menjadikan peradaban Islam semakin dipandang oleh dunia. Sepertihalnya Ibnu Sina dengan Ilmu kedokterannya, Al-Khawarizmi dengan ilmu matematikanya, Ibnu Al-Haythan dengan ilmu Optiknya, Jabir bin Hayyan dengan ilmu Kimianya, Ibnu Khaldun dengan Historiografi, Sosiologi dan Ekononinya, dan Al-Battani dengan ilmu Astronominya. Keberhasilan ini tidak terlepas dari keuletan dan kehausan akan ilmu pengetahuan dari ilmuwan muslim. Menuntut ilmu merupaka hal yang wajib sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah;
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya :”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. no. 224).
Namun disamping itu, seringkali dijumpai manusia sombong akan ilmu yang dimilikinya. Padahal ilmu yang dimiliki oleh manusia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu Allah swt yang Maha Luas. Allah swt berfirman dalam surah Luqman ayat 27;
وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya :”Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Manusia tidak pantas untuk menyombongkan dirinya. Apalagi dengan ilmu yang dimiliki. Sejatinya ilmu itu adalah milik Allah swt. Dan Allah juga dapat menariknya kapan saja. Allah swt tidak menyukai hambanya yang berbuat sombong, hal ini dijelaskan dalam Firmannya surah An-Nahl ayat 23;
لَا جَرَمَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
Artinya: “Tidak diragukan lagi bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong”.
Terlepas dari hal itu, manusia memiliki 3 pilihan dalam memosisikan dirinya terhadap suatu ilmu yang dimiliki.
1). Manusia merasa tahu akan segalanya (Mahatau), meskipun Ilmu yang dimilikinya hanyalah seujung kuku.
2). Manusia merasa telah puas akan ilmu yang dimilikinya. Ia akan cenderung untuk sombong dan membangga-banggakan ilmunya.
3). Manusia merasa kurang dan haus akan ilmu. Semakin berilmu ia akan semakin rendah diri. Sebab ia menyadari betapa luasnya ilmu yang ada di dunia ini dan ilmu yang dimilikinya masih tidak seberapa dan bahkan belum mencapai separuhnya.
Pilihan yang ketiga merupakan pilihan yang sempurna, namun akan sangat sulit dijumpai manusia dalam pilihan yang ketiga. Justru pilihan yang pertama dan kedua sangat sering kuta jumpai, bahkan tidak menutup kemungkinan kita termasuk diantara keduanya.
Perbuatan seakan tahu segalanya (Mahatau) rupanya tidak hanya dilakukan manusia. Malaikat juga pernah ditegur oleh Allah swt atas perbuatan (mahatau)nya yang dinilai mendahului Allah swt. Sebagaimana firman Allah swt dalam surah Al-Baqarah ayat 30;
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
Artinya :”Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Kesombongan akan ilmu pengetahuan yang dimiliki nampaknya telah ada dalam peradaban-peradaban besar dunia. Mereka menyombongkan setiap penemuan dan pengetahuan baru yang dimilikinya. Bahkan tak jarang mereka juga menantang Tuhan. Sebagaimana terdapat dalam Paradoks klasik masa Yunani Kuno yang dikenal dengan Omnipotence Paradoks atau Paradoks Kemahakuasaan. Paradoks ini berbunyi ” Dapatkah Tuhan menciptakan suatu benda yang begitu beratnya hingga Ia sendiri pun tak dapat mengangkat benda itu?”.
Sesungguhnya paradoks ini telah dipatahkan, namun alih-alih pemikiran seperti ini masih ada. Contohnya seperti peradaban Mesir dengan Firaun sebagai penguasanya. Firaun yang bangga akan piramida, kekuasaan, harta yang melimpah serta pengikut yang setia nampaknya menjadikannya sombong hingga mengaku dirinya sebagai Tuhan. Maka Allah swt. Menunjukkan kekuasaanNya dengan menenggelamkannya di Laut merah. Sekarang tinggallah bukti-bukti peninggalan peradaban Mesir beserta mumi Firaun yang masih utuh. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi peringatan dan pelajaran bagi manusia agar kejadian seperti itu tidak terulang kembali. Hal ini sesuai dengan Firman Allah swt. dalam Al-Quran surah Al-Hijr ayat 75;
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ
Artinya :” Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda”.
Pada tahun 1912, dunia dihebohkan oleh penemuan Thomas Andrews yang merancang kapal olympic terbesar yakni kapal Titanic. Dari saking besar dan megahnya ia sampai mengatakan bahwa Tuhan sekalipun tidak akan mampu untuk menenggelamkannya. Kesombongan ini akhirnya dijawab oleh Allah swt. pada tahun 1912 kapal Titanic yang baru selesai itu akhirnya memutuskan untuk melakukan pelayaran perdananya, tepatnya pada tanggal 15 April 1912. Namun takdir berkata lain, seakan menjawab kesombongan dan tantangan dari perancangnya. Kapal Titanic akhirnya karam di Samudera Atlantik Utara setelah menabrak gunung es. Gunung es ciptaan Allah swt rupanya menjadi jawaban dari kesombongan Thomas Andrews.
Sepertihalnya Rasulullah saw. Dalam dakwahnya ke Thaif. Rasulullah menerima tolakan dan bahkan perlakuan kasar kepada Nabi. Maka Malaikat penjaga gunung geram dengan perbuatan penduduk Thaif hingga malaikat akan menimpakan gunung terhadap penduduk Thaif. Sebagaimana Hadist yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim;
…….يَا مُحَمَّدُ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ الْأَخْشَبَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا…..
Artinya :”…..Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Al-Akhsyabain (dua gunung besar yang ada di kanan kiri Masjidil Haram)……”
Maka dari itu janganlah kita berlaku sombong atas segala ilmu yang kita miliki. Kejayaan dan kehancuran peradaban masa lalu haruslah menjadi pelajaran bagi kita agar kesalahan dan penyimpangan di masa lalu tidak terjadi lagi. Teruslah menuntut ilmu dan berikan kontribusi terbaik bagi kejayaan Islam dan negeri ini, agar menjadi negeri yang besar dan berperadaban tinggi.
penulis : Mas Rangga Yuda, santri Pesantren Mahasiswa Tanwir Al-Afkar dan Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Malang