KANAL24, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2020 sebesar 2,97 persen secara tahunan (year on year / yoy). Apabila dibandingkan dengan triwulan IV 2019 terjadi kontraksi sebesar 2,41 persen.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi secara kuartalan ini sesuai dengan prediksi dari berbagai pihak akibat adanya wabah corona dan juga faktor seasonality.
Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan jika dilihat berdasarkan produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) pada triwulan I 2020 sebesar Rp3.922,6 triliun. Sedangkan apabila dilihat atas dasar harga konstan ( ADHK ) mencapai Rp2.703,1 triliun. Selain akibat wabah corona yang membuat seluruh sektor ekonomi terkena imbasnya, perlambatan ekonomi pada kuartal I 2020 juga sebagai dampak dari fenomena seasonality yang selalu terjadi di setiap triwulan pertama.
“Bahwa nampaknya nggak ada negara yang kebal dengan covid-19, sebab covid-19 ini tidak mengenal nengara maju tidak kenal benua dan lainnya termasuk Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi secara QtoQ (kuartalan) tapi itu biasa dipahami juga karena dipengaruhi seasonality,” kata Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Selasa (5/5/2020).
Dijelaskannya, bahwa sumber pertumbuhan ekonomi sepanjang triwulan I 2020 berdasarkan lapangan usaha, sektor industri masih yang paling utama meskipun mengalami kontraksi (yoy). Tercatat kontribusi sektor industri pada pertumbuhan ekonomi mencapai 19,98 persen dengan tingkat pertumbuhannya mencapai 2,60 persen. Kemudian sektor perdagangan memberikan andil sebesar 13,20 persen dimana tingkat pertumbuhannya mencapai 1,60 persen. Kemudian sektor pertanian memberikan andil 12,84 persen dengan tingkat pertumbuhannya mencapai 0,02 persen.
Di tengah terjadinya kontraksi pada jenis lapangan usaha, namun masih ada sektor yang tercatat tumbuh positif pada triwulan I 2020 yaitu sektor jasa keuangan dan asuransi yang tumbuh dari sebelumnya 7,23 persen menjadi 10,67 persen. Kemudian sektor informasi dan komunikasi tumbuh dari 9,06 persen menjadi 9,81 persen. Selanjutnya sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh dari 6,64 persen menjadi 10,39 persen.
“Dari sisi lapangan usaha sektor dengan pertumbuhan tertinggi adalah informasi dan komunikas, jasa keuangan dan asuransi serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial,” ulasnya.
Sementara itu, lanjut Suhariyanto, jika dilihat dari sisi pengeluaran pertumbuhan ekonomi triwulan I 2020 masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan PMTB (Pembetukan Modal Tetap Bruto). Untuk konsumsi rumah tangga pertumbuhannya sebesar 2,84 persen atau melambat secara yoy dari sebelumnya 5,02 persen. Struktur PDB dari konsumsi rumah tangga ini mencapai 58,14 persen.
Kemudian untuk komponen PMTB struktur pertumbuhan PDBnya mencapai 31,91 persen dengan tingkat pertumbuhan mencapai 1,70 persen. Capain ini melambata dibandingkan triwulan I 2019 yang mencapai 5,03 persen. Untuk komponen belanja pemerintah dan juga konsumsi Lembaga non profit yang mensuport rumah tangga (LNPRT) anjlok drastis. Dengan begitu, lanjut Suhariyanto, pemerintah harus tetap menjaga daya beli masyarakat agar konsumsi rumah tangga tetap tumbuh positif sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Semua komponen memang mengalami kontraksi, konsumsi pemerintah juga iya. Tapi ini bisa dipahami kalau di triwulan I 2020 itu belum terlalu bergulir dan baru memuncak di triwulan IV 2019, maka sangat penting untuk menjaga daya beli rumah tangga,” pungkasnya. (sdk)