oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Fokus dari pada pendekatan profetik adalah menekankan pada pentingnya nilai-nilai etis dalam melandasi seluruh tindakan kemanusiaan, sebab puncak dari nilai tindakan termasuk pula ilmu pengetahuan dalam pendekatan ini adalah akhlak. Suatu tindakan yang melandasi pada suatu pilihan sikap sehingga dapat bernilai baik atau buruk. Sebagaimana disebutkan bahwa misi utama dari kenabian adalah dalam rangka memperbaiki akhlak manusia menjadi di mulia. Artinya buah daripada ilmu adalah akhlak mulia tanpa akhlak ilmu ibarat pohon yang tidak betbuah dan tidak menghasilkan manfaat apapun.
Namun demikian pendekatan profetik juga memberikan perhatian terhadap aspek rasional di dalam menjalankan suatu tindakan. Demikian pula pandangannya terhadap penanganan suatu bencana. Pendekatan profetik tidak hanya sekedar memberikan nilai atas suatu bencana, namun pula menjelaskan tentang aspek-aspek rasional pengelolaan atau manajemen bencana.
Berbagai solusi profetik atas bencana, seperti pelarangan mendatangi suatu wilayah yang sedang terjangkit wabah serta keluar dari suatu wilayah tersebut atau yang saat ini dikenal dengan istilah lockdown, merupakan suatu upaya pencegahan atas wabah penyakit agar seseorang tidak terjangkiti penyakit serta agar penyakit tersebut tidak berkembang lebih luas lagi. Hal ini merupakan strategi manajemen profetik dalam menghadapi bencana, dan sekaligus metode cerdas dalam upaya pencegahan atas suatu bencana wabah penyakit untuk mengurangi jumlah korban serta mencegah agar wabah penyakit tidak menyebar lebih luas lagi ke wilayah lain.
Sementara pula strategi solusi profetik dengan menerapkan metode cerdas yaitu dengan memisahkan jarak interaksi sosial masyarakat adalah merupakan strategi manajemen profetik atas sebuah bentuk solusi kuratif terhadap bencana, sebagaimana diceritakan bahwa pada saat Syam sedang dilanda bencana wabah tha’un pada saat itu yang menewaskan banyak orang termasuk pula sahabat Mu’adz bin Jabal selaku gubernur Syam saat itu, sehingga digantikan oleh sahabat Amr bin Ash atas perintah Amirul Mukminin Umar ibn al Khattab. Lantas sang gubernur baru kemudian memunculkan strategi baru sebagai upaya pencegahan adalah dengan memisahkan jarak interaksi sosial yang pada saat ini dikenal dengan istilah social distancing ataupun physical distancing. Sebagaimana disampaikan oleh sahabat Amr bin Ash :
أيها الناس! إن هذا الوجع إذا وقع فإنما يشتعل اشتعال النار فتحصّنوا منه في الجبال
“Wahai manusia, sesungguhnya penyakit ini apabila menimpa maka ia akan bekerja bagaikan bara api maka bentengilah dari penyakit ini dengan berlari ke gunung-gunung.”
Hal ini merupakan bentuk strategi manajemen profetik dalam menghadapi bencana yang bersifat kuratif. Hal demikian dimaksudkan agar wabah penyakit dapat dicegah dengan cara memutus mata rantai penyebarannya, dan ternyata terbukti mampu mencegah laju penyebaran wabah penyakit tha’un pada saat itu sehingga mampu menyelamatkan ribuan nyawa warga masyarakat.
Contoh diatas sekaligus menjelaskan akan tanggungjawab kepeminpinan yang tinggi terhadap masyarakat yang menjadi tanggungan amanahnya. Hal ini juga merupakan bentuk manejemen strategi profetik dalam mengatasi dan mengelola suatu wilayah saat menghadapi bencana. Hal demikian sekaligus menjelaskan bahwa menyelamatkan nyawa warga negara haruslah lebih diutamakan daripada pertimbangan lainnya. Karena nilai nyawa manusia dalam pendekatan profetik amatlah sangat berharga. Bahkan dikatakan dalam sumber wahyu bahwa membunuh satu orang sama halnya dengan membunuh manusia seluruhnya.
Penanganan suatu wabah penyakit yang sedang menjadi bencana (pandemi) haruslah didukung dengan manajemen kepemimpinan (leadership) yang kuat agar penanganan dan pencegahan atas suatu bencana dapat dikelola dengan baik. Sosok kepemimpinan yang kuat ditandai dengan keberaniannya dalam mengambil keputusan yang mampu menyelamatkan negerinya dari jatuhnya banyak korban nyawa, tentu dengan kebijakan yang tepat untuk melindungi jiwa warga negara dan tidak mengorbankannya hanya dengan alasan kepentingan ekonomi. Pemimpin yang bertanggungjawab tentu akan lebih memilih menyelamatkan nyawa manusia daripada kepentingan ekonomi, karena mengumpulkan pundi-pundi ekonomi negara masih dapat diusahakan kapanpun saja, sementara nyawa manusia tidaklah dapat diupayakan kembali, sekali lepas maka dia tidak akan dapat diperolehnya kembali. Oleh karena itu dibutuhkan leadership yang kuat dalam menghadapi bencana dengan suatu keputusan yang tegas dan tepat dan tidak mencla-mencle yang dapat membingunkan masyarakat. Sehingga dengan demikian maka masyarakat akan mudah untuk diajak bersama-sama menghadapi dan keluar dari bencana.
Salah satu keberhasilan dalam menanggulangi bencana suatu wabah penyakit yang bersifat pandemik adalah adanya kedisiplinan masyarakat dalam menghadapinya. Namun kedisiplinan ini akan hadir dalam masyarakat manakala pemimpinnya tegas dan mampu memberikan contoh keteladanan. Sikap mencla-mencle seorang pemimpin hanya akan menghancurkan karakter bangsa dan mengkhianati semangat penduduknya untuk keluar dari wabah pandemi yang dihadapi. Maka tanpa kepemimpinan yang kuat, suatu bangsa akan kesulitan untuk keluar dari bencana wabah panyakit pandemik ini.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB