oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Peristiwa bencana dan wabah tidaklah terjadi pada masa modern ini saja namun telah melintasi sejarah panjang di dunia Islam. Wabah pertama pada awal sejarah Islam yaitu pada masa Nabi Muhammad Saw. ada wabah Shirawayh, yaitu terjadi di Al-Mada’in, pusat pemerintahan Persia, pada 627–628 M dan menewaskan banyak penduduknya. Selanjutnya peristiwa wabah terus terjadi pada masa para sahabat dan masa-masa selanjutnya hingga sejarah masyarakat muslim modern. Terdapat catatan sejarah wabah dan bencana yang secara sepintas dituliskan dalam buku yang berjudul Mausu’ah alf Huduts Islami, yang ditulis oleh Abdul Hakim al Afifi yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul 1000 peristiwa dalam Islam, diterbitkan oleh Pustaka Hidayah, 2002.
Buku tersebut menjelaskan tentang lintasan sejarah kaum muslimin yang di dalamnya terdapat pula lintasan berbagai peristiwa bencana dan wabah yang melanda dunia islam pasca Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Yaitu terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab yaitu terjadinya kelaparan Dahsyat disebabkan kemarau panjang yang menyebabkan banyak kematian di kalangan orang tua dan anak-anak sehingga atas keprihatinan ini Umar mengharamkan dirinya memakan susu minyak dan daging. Peristiwa bencana ini disebut dengan ar ramadah. Selanjutnya pada masa yang sama mama kerja di wabah penyakit pes yang tersebar di Palestina dan mengancam hijaz,dikenal dengan penyakit Umwas atau Amwas. Nama sebuah desa kecil dekat al-quds. Akibatnya ada beberapa sahabat yang meninggal sebab wabah ini. Yaitu Abu ubaidah ibnu Jarrah, Muadz bin Jabal serta putranya. Peristiwa kelabu di Hijaz ini terjadi pada tahun 18 H/638 M.
Selanjutnya pada tahun 67 H/ 687 M, terjadi wabah pes yang muncul pada bulan Romadhon 67 H pada masa Abdullah bin az Zubair, di hijaz yang menelan korban hingga mencapai 200 juta jiwa termasuk diantaranya adalah 8 orang anak sahabat nabi, Anas bin Malik ra. Wabah ini dikenal dengan wabah Tha’un al Jarif.
Bencana dan wabah yang melanda dunia Islam selanjutnya terjadi pada tahun 357H/967 M di Mesir. Yang diawali dengan terjadinya gempa bumi dahsyat pada tahun sebelumnya, kemudian berkurangnya debit air Sungai Nil secara signifikan hingga mengakibatkan lahan pertanian dan terjadinya kelaparan serta merajalelanya tikus sehingga menyebabkan munculnya penyakit pes (tha’un) di seluruh pelosok Mesir dan tercatat sekitar 700 juta orang meninggal.
Peristiwa yang serupa juga terjadi pada tahun 446H/1057H di Mesir, pada masa kekhalifahan al Mustanshir di Mesir, yang kemudian dikenal dengan nama tha’un al Mustanshir yang berlangsung selama tujuh tahun diawali dengan mengeringnya sungai nil dan bencana kelaparan sehingga banyak bangkai berserakan yang memicu munculnya penyakit pes/tha’un hingga menelan korban sepertiga penduduknya, bahkan puluhan ribu orang meninggal dunia setiap harinya. Wabah ini berakhir pada tahun 454H/1064M.
Pada masa berikutnya terjadi wabah tha’un atau pes pada tahun 551H/1156M, yang melanda penduduk Syam dan Yaman pada masa Khalifah ad Dhafir dan khalifah al Faiz dari kekhalifahan Fatimiyah. Wabah ini melanda 18 desa antara Hijaz dan Yaman yang menyebabkan sebagian besar penduduknya meninggal dunia serta binatang ternak mati sehingga kafilah-kafilah yang memasuki desa tersebut meninggal dunia.
Berikutnya pada tahun 597H/1201 M terjadi wabah tha’un/pes pada masa pemerintahan Ayyubiyah, al ‘Adil, yang diawali dengan terjadinya paceklik serta mengeringnya aliran sungai sehingga banyak tanaman dan binatang yang mati dan rakyatnya kelaparan disusul munculnya wabah thaun atau pes. Wabah ini terjadi selama 3 tahun berturut-turut yang banyak menewaskan sepertiga penduduk Mesir. Hal serupa kembali terjadi pada tahun 695H/1295M pada masa al Asyraf Qawalun. Dan pada tahun 702H/1302M terjadi gempa bumi dahsyat di masa pemerintahan Mamalik.
Wabah penyakit tha’un/pes juga pernah menjadi pandemi pada masyarakat dunia selama 7 tahun semenjak tahun 744H/ 1343M dan berakhir pada tahun 751 H/1350M, yang melanda Mesir dan timur Islam akibat penyebarannya di Asia Tengah lalu berpindah dan muncul di Eropa pada tahun 1348 M melalui kapal-kapal laut. Menewaskan hampir separuh penduduk di Inggris seperempat Cina dan sepertiga penduduk Eropa serta ratusan ribu penduduk Mesir, Syam, Irak Persia dan hijaz. Di Kairo 20 juta meninggal setiap harinya, dan selama bulan Sya’ban Romadhon 900 juta jiwa meninggal. Tercatat pula kota-kota di negeri-negeri tersebut menjadi sepi dan perekonomian menjadi mati akibat pandemi.
Bahkan wabah tahun kembali melanda Mesir pada tahun 833H/1430 M pada musim dingin dan juga muncul di musim panas, berlangsung selama 4 bulan berturut-turut yang menewaskan anak-anak dan orang tua. Disebutkan bahwa dalam 1 hari 24.000 orang meninggal dunia. Penyakit ini muncul kembali pada tahun 881H/1476 M pada masa al Asyraf Qaytabay di pemeritahan (daulah) Mamalik hingga tercatat 2000 budak pendukung Sultan Qaytabay meninggal dunia. Kemudian pada tahun 897H/1493 M di bulan Jumada ula wabah tha’un muncul di Halab akibat dibiarkannya bangkai-bangkai prajurit yang gugur dalam melawan pasukan Usmani. Dan pada bulan Jumada Tsani wabah ini menyebar di Kairo. Hingga pada akhir bulan Rajab jumlah korban mencapai 200 juta jiwa. Selain itu istri Sultan Qaytabay dan putrinya meninggal akibat wabah ini.
Serangkaian wabah penyakit lainnya dalam lintasan sejarah dunia Islam, terjadi wabah kolera di Irak pada tahun 1236H/1823 M sebagai akibat blokade yang dilakukan oleh pasukan Persia atas kota tersebut pada tahun 1820-1821. Sehingga menyebabkan banyaknya jumlah korban dan bangkai binatang ternak yang mati yang mencemari sungai Tigris dan Eufrat. Banyak penduduk meninggal dan orang mengungsi ke kota-kota dan gunung-gunung yang aman.
Selanjutnya pada tahun 1245H/1831M di bulan september 1830 muncul wafat tahun/pes di wilayah Irak Utara (kurdistan dan karkuk), yang Kemudian menyebar ke wilayah Selatan dan memakan banyak korban jiwa.
Berdasarkan Catatan sejarah tersebut mengajarkan agar kaum muslimin untuk mengkaji lebih dalam sikap dan perkataan Rasulullah SAW tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan diri dan lingkungan, serta tuntunan Rasulullah saat menghadapi wabah. Tuntunan tersebut berjalan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga masyarakat muslim mampu memperbaiki derajat kesehatan dan kehidupannya. Penerapan ilmu pengetahuan dan prinsip agama yang sejalan memungkinkan muslim menjadi kelompok yang sangat kooperatif dalam mencegah penularan penyakit.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB