Pondok pesantren modern Sumber Daya At-Taqwa (POMOSDA) yang berada di Kecamatan Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur ini merupakan salah satu pondok yang bukan hanya mempunyai kurikulum pendidikan formal. Ternyata anak pondok bukan hanya belajar ilmu agama, yang sering orang pikirkan. Ilmu agama kan juga menyangkut pada semua aspek kehidupan bukan?. Pondok ini didirikan pada tahun 1880 oleh K.H Hasan Ulama yang merupakan salah satu pondok tertua di Indonesia. sekarang ini dipimpin oleh K.H M.Dzoharul Arifin Alfairi Tanjung Abdullah (Kiai Tanjung). Pendidikan formalnya disediakan sampai pada jenjang perguruan tinggi. Bedanya di pondok ini mulai dari Sekolah Dasar santrinya sudah dibiasakan untuk mengenal lingkungan dan mengajarkan tentang kemandirian. Menanam merawat, bahkan panen menjadi kurikulum wajib untuk para santri agar mereka memahami dan mengerti bagaimana menjaga kelestarian lingkungannya sendiri.
Pola pertanian organik diajarkan kepada semua santri. Pendidikan vokasional yang diajarkan kepada para santri ini menjadikan pengetahuan mereka tentang dunia pertanian yang nantinya akan membantu mereka untuk mencapai kemandirian pangan ketika hidup di masyarakat. Di manapun celah yang bisa ditanami, maka di situlah para santri akan memanfaatkannya untuk bercocok tanam. Bahkan mereka menggunakan pot vertikultur dengan keterbatasan lahan yang ada. Mereka lakukan sendiri, berinovasi, dan kemanfaatannya juga dirasakan sendiri oleh lingkungan pondok. Wawancara TVRI bersama dengan Kiai Tanjung dalam acara Inspirasi Indonesia, kenapa pertanian dipilih untuk diajarkan kepada para santri? “Sebenarnya pondok itu pasti memiliki spesifikasi masing-masing. Misalnya alqur’an, tasawuf, bahasa, kita spesifikasinya adalah membekali anak di samping agama, kita kuatkan dengan vokasional skill. Supaya setamat dari pondok dapat menerapkan kemandirian pangan dalam keluarga dan di masyarakat. Kami memiliki satu keyakinan sebagai sunatullah bahwa Allah telah menyiapkan segala potensinya untuk dikelola dengan baik. Misalkan pada QS Abasa, Hamba itu tidak dikatakan menjalankan perintah Allah jika tidak memperhatikan apa yang dimakan. Ini adalah salah satu ibadah. Memakmurkan bumi Allah.”
Kehadiran pondok ini juga punya dampak terhadap masyarakat sekitar. Bina Kerabat Tani Jatayu Pomosda melakukan pemberdayaan petani dengan mengkampanyekan pola tanam sehat kepada para petani. Para petani sekitar menjadi tertarik untuk melakukan praktik budidaya organic seperti menerapkan pertanian organic, menanam padi organic dan sayuran organic. Penanganan di lapangnya pun diusahakan tidak merusak ekosistem. Misalnya pada pemberantasan hama tikus di sawah. Metode yang digunakan adalah dengan menyediakan makanan yang ada di depan lubang tikus itu berupa ubi rebus dan polo kependem lainnya. Jadi tikus itu kalau misalnya lapar tidak akan sampai merusak padi milik petani. Sesama makhluk yang hidup berdampingan.
Hal yang dilakukan dalam pendampingan tidak berhenti sampai di situ saja. Selain pada faktor teknis di lapang, berdasarkan penuturan Kiai Tanjung harapannya juga kemakmuran petani semakin meningkat dan dampaknya dapat dirasakan langsung oleh mereka dan tetap menjaga ekosistem sekitar. Pihak pondok juga membeli surplusnya dari hasil panen dengan harga yang lebih tinggi dari harga normal, sekitar Rp 100,00 – Rp 200,00 dan ini digunakan untuk keperluan pondok. Kemudian jika segala kebutuhan sudah terpenuhi, maka beras ini akan dikemas dan dijual lagi kepada masyarakat.
Dalam semua kegiatannya, baik di pertanian, peternakan, perikanan, pengolahan pasca panen, semuanya melibatkan para santri. Jiwa kewirausahaannya benar-benar dibangkitkan dari sini. Bahwa apa yang kita makan dan konsumsi sehari-hari itu ternyata bisa kita hasilkan sendiri. Praktik pertanian yang seperti ini telah mampu menginspirasi 1200 petani yang tergabung dalam kelompok Bina Kerabat Tani Jatilayu untuk menduplikasinya. Benar-benar Inspirasi bagi Indonesia untuk mewujudkan kemandirian pangan. Jika ini terjadi, kita tidak akan lagi mendengar impor beras, impor gula, produk hortikultura dan komoditas pertanian lainnya yang pada tahun 2020 ini masih terus terjadi. Indonesia negara agraris bukan? Maka ini bukanlah sebuah ketidakmungkinan. Hanya saja dalam praktiknya bukan pemerintah yang terus disalahkan, tapi gotong royong seluruh masyarakat Indonesia untuk mewujudkannya bersama-sama.
Alam Lestari dan Filosofi Luhur Baduy
Pesan Kiai Tanjung untuk Indonesia,
“Alam sak isine iki yen siro tumeko ing Ngarsane Gusti, aja siro ninggalake ing ngendi siro manggon.” Pada dasarnya bahwa setiap kita harus bisa memakmurkan bumi yang dipijak. Sejalan dengan perintah Allah untuk mengelola buminya. Sehingga pada saat segala kebutuhan pokok itu naik, pilihannya bukan menyalahkan pemerintah atau pihak lainnya. Tapi sejauh apa kita bisa berusaha untuk mengatasinya.
Penulis : Martina Mulia Dewi Mahasiswa Prodi Agribisnis FP UB