KANAL24, Jakarta – Pelemahan daya beli konsumen kemungkinan akan bertahan selama masa liburan Idul Fitri tahun ini. Pemulihan perekonomian diperkirakan juga lambat pasca terjadinya wabah covid-19.
Dalam situasi yang demikian, Analis PT Indo Premier Sekuritas Kevie Aditya dan Elbert Setiadharma menilai emiten sektor konsumer defensif lebih disukai. Dari sektor kebutuhan pokok lebih disukai UNVR dan INDF.
Sementara emiten konsumer kelas menengah atas yang lebih disukai adalah MAPI dan ACES.
Terhadap sektor ritel, Indo Premier Sekuritas melalui kedua analisnya tersebut tidak mengubah reviewnya, tetap menyematkan overweight terhadap sektor ritel.
Diperburuk Covid-19
Lemahnya daya beli masyarakat telah diamati sejak awal tahun. Dampaknya kian memburuk setelah wabah covid-19 mulai masuk ke Indonesia dan penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada bulan Maret lalu.
Dengan turunnya bisnis, PHK tampaknya tak terhindarkan; karenanya pemulihan daya beli (terutama di segmen bawah) mungkin lebih bertahap tidak secara cepat.
Sayangnya, itu bertepatan dengan periode liburan Idul Fitri, musim paling meriah di tahun ini tetapi tidak untuk tahun ini sebagaimana dibuktikan dari
penjualan daging yang sangat lemah.
Penjualan FMCG
Kenaikan penjualan produk FMCG (barang habis sekali pakai) kategori tertentu mungkin tidak berkelanjutan. Seiring naiknya kekhawatiran terhadap masalah kesehatan dan kebersihan serta lebih banyak orang tinggal di rumah, penjualan beberapa kategori produk (minyak goreng, cairan pencuci piring dan sabun) tampak meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
Namun beberapa produk juga dapat dikaitkan dengan panic buying yang terjadi pada bulan Maret. Ini kemungkinan terbatas pada segmen konsumen menengah ke atas di kota-kota besar (Jakarta dan Surabaya). Ketika panic buying mereda, harga pada beberapa produk penting (di antaranya pembersih tangan) sudah mulai normal.
“Ini sejalan dengan tesis kami bahwa pertumbuhan penjualan FMCG mungkin sedikit meruncing dari 2Q dan seterusnya,” kata Tim Analis tersebut.
Hambatan Pembukaan Toko
Di sisi lain, peritel F&B (makanan dan minuman) serta pakaian telah sangat menderita sejak awal tahun. Pada fase saat ini, meskipun menyediakan layanan take away dan pengiriman, dan didukung oleh agregator online (yaitu Gojek, Grab, Tokopedia), pemain F&B hanya dapat mencapai 30-35% dari penjualan normal mereka.
Sementara pemerintah saat ini sedang dalam diskusi untuk melonggarkan peraturan PSBB. Pembukaan kembali mal dalam waktu dekat mungkin masih menimbulkan beberapa tantangan karena segmen menengah ke atas masih enggan meninggalkan rumah.
sementara segmen menengah ke bawah berjuang secara finansial. Lebih buruk lagi, operator mal juga enggan memberikan diskon besar kepada pengecer di tengah adanya beban biaya tetap di antaranya PBB, tarif listrik.
Emiten Ritel Pilihan
Tim Analis Indo Premier tersebut berpandangan emiten ritel terkait kebutuhan pokok serta peritel dengan bidikan segmen kelas atas layak menjadi pilihan.
Segala sesuatunya masih terlihat agak suram baik bagi pelaku usaha consumer staples maupun discretionary pada 2Q20 dan seterusnya. Dalam hal ini UNVR dan INDF masih aman untuk dikatakan tergolong defensif di sektor ritel dengan kategori produk kebutuhan pokok.
Termasuk defensif adalah MAPI dan ACES sehubungan levelnya sebagai ritel golongan konsumen kelas atas. Sementara valuasi terlihat murah pada emiten ritel kelas menengah ke bawah seperti LPPF dan RALS.