Oleh: Mas Rangga Y.
26 Ramadhan 1441 H.
Indonesia merupakan bangsa yang besar. Bangsa yang dimana masyarakatnya terkenal akan keramahannya. Namun dibalik sifat itu, masyarakat Indonesia juga sangat susah untuk diatur. Pola pikir yang selalu mengentengkan permasalahan menjadi salah faktor di dalamnya. Kadangkala sifat keras kepala seakan menjadi suatu warisan dalam melanggar setiap aturan dan menjadi suatu kebiasaan. Memang sudah menjadi lumrah segala bentuk kebijakan atau aturan sering disepelekan dan dientengkan oleh masyarakat. Terlebih pada masa pandemi saat ini.
Masyarakat seakan tidak menghiraukan ancaman Covid-19. Sebagian orang peduli akan kesehatannya, keluarganya dan orang disekitar. Sebagian lagi masih diantara percaya atau tidak percaya, kadang mematuhi aturan ptotokol kesehatan, kadang juga melanggarnya. Sebagian orang yang lainnya justru malah tidak percaya sepenuhnya dan bahkan juga menghujat orang-orang yang mengikuti protokol kesehatan tadi. Tidak dapat lagi dipungkiri bahwa sebagian orang yang mengikuti protokol kesehatan itu, bisa dikatakan hanya 10% dari penduduk Indonesia. 90% penduduk Indonesia lainnya termasuk sebagian orang kedua dan ketiga.
Dilansir dari TribunJogja.com, dari data yang terbaru pada rabu 20 Mei 2020, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 telah mencapai 19.189 orang. Menurut Achmad Yurianto selaku juru bicara pemerintah mengenai Covid-19, mengatakan bahwa pada rabu 20 Mei 2020, kasus positif terinfeksi Covid-19 mengalami lonjakan penambahan pasien sebanyak 693 pasien. Ini merupakan angka yang sangat besar dari terkonfirmasinya Covid-19. Hal ini menandakan bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia sangat luas dan masih dalam skala besar. Kebijakan pemerintah juga mengalami kendala bahkan bisa dikatakan menemui kegagalan.
Sulit untuk dikatakan bagaimana yang terjadi saat ini. Semuanya serba absurd, tumpang-tindih dan sangat kacau. Tidak ada kata-kata lagi yang dapat disampaikan terhadap perjuangan melawan Covid-19 ini selain kata “#INDONESIA TERSERAH”. Itulah yang belakangan ini dirasakan dan disampaikan masyarakat Indonesia yang merasakan sakitnya dan lelahnya dalam berjuang melawan Covid-19, khusunya para garda terdepan yakni para tenaga medis. Tenaga medis Indonesia telah berusaha sekuat tenaga, mengorbankan jiwa raga, waktu dan juga keluarganya dan bahkan sampai bertaruh nyawa demi menyembuhkan para pasien Covid-19.
Setiap hari para pasien terus bertambah, kesabaran para tenaga medis masih bisa ditahan hingga akhirnya, ia harus meluapkan semuanya tatkala ia merasa perjuangannya sama sekali tidak dihargai. Ia melihat masih banyak orang-orang yang tidak mematuhi aturan kebijakan pemerintah dan protokol kesehatan. Mereka tetap keluar rumah dengan tidak menggunakan masker, berkumpul, mengadakan acara, pulang kampung dan lain sebagainya.
Tidak hanya itu kekesalan para tenaga medis juga meluap tatkala pemerintah sendiri melanggar atas kebijakan yang dibuatnya. Contohnya pada acara konser yang diadakan oleh BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) yang bekerja sama dengan MPR-Ri serta bekerja sama dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Inilah potret yang terjadi pada bangsa ini. Ditengah-tengah pandemi, pemerintah malah mengadakan konser. Meskipun hal ini dimaksudkan untuk menghimpun dana untuk Covid-19. Namun yang terjadi justru adanya ketidakpatuhan dalam aturan. Pemerintah yang membuat kebijakan dan pemerintah juga yang melanggar kebijakan tersebut. Cukup jelas terlihat bahwasanya dalam konser tersebut, pemerintah tidak mengikuti protokol kesehatan, mulai dari tidak menggunakan masker hingga tidak menjaga sosial/physical distancing. Sungguh sangat disayangkan kejadian ini justru terjadi di tubuh pemerintah, terlebih dalam tubuh BPIP dan BNPB yang seharusnya lebih pancasilais dan memiliki pengertian lebih di dalam menangani bencana.
Tagar atau # “INDONESIA TERSERAH” yang ditunjukkan para tenaga medis Indonesia, menunjukkan kekesalan dan rasa kecewa atas pemerintah dan masyarakat Indonesia. Hal ini juga terjadi karena pemerintah sangat labil dalam mengambil suatu kebijakan. Kebijakan yang semula menutup akses transportasi seperti bandara, kini kembali dibuka. Masyarakat kembali berbondong-bondong untuk pulang kampung. Sehingga antrean dan saling berdesakan antara penumpang tidak dapat dihindari. Tidak hanya itu, pelabuhan Gilimanuk juga kembali dibuka meski alasannya dibuka hanya untuk orang-orang tertentu saja. Namun hak ini telah melanggar kebijakan dan aturan awal dari pemerintah. Pemerintah sangat longgar dan labil dalam hal ini. Mungkin dari kita sering bertanya-tanya dalam hati. Seberapa seriuskah pemerintah dalam menangani Covid-19 ?. Pertanyaan ini sering muncul dalam benak kita mengingat peran dari pemerintah yang memberikan kebijakan yang sangat labil dalam hal ini.
Masyarakat dan pemerintah sama-sama tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam teori Fungsional, hal ini juga bisa terjadi karena tidak adanya sinergitas antara keduanya. Mendekati hari lebaran Idhul Fitri, masyarakat semakin tidak terkendali. Rasa ingin pulang kampung bertemu keluarga, buka bersama, membeli baju baru dan berbelanja di pasar seakan menjadi hal wajib yang harus dilakukan meskipun harus berbenturan dengan aturan dan kebijakan. Covid-19 dengan senang hati menyapa calon korbannya dimanapun ia berada.
Tenaga medis Indonesia melihat kejadian ini sangat terpukul dan nyaris tidak mempunyai harapan lagi untuk berjuang demi melawan Covid-19 ini. Sekarang terserah masyarakat mau berbuat apa saja Terserah pemerintah mau membuat dan mencabut kebijakan sesuai dengan maunya. Indonesia dalam darurat kesehatan. Ini menjadi masalah yang serius ketika para tenaga medis yang menjadi garda terdepan bangsa telah lelah dan angkat tangan dalam kejadian ini. Tentunya hal ini dapat menimbulkan dampak yang besar khususnya dalam hal penanganan pasien Covid-19. Selain itu, juga dapat membahayakan mental dan psikis dari para tenaga medis yang dapat menurunkan imunitasnya. Sehingga para tenaga medis bukan hanya terancam terinfeksi Covid-19, tetapi juga terancam penyakit jiwa.
Bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional, kejadian ini seharusnya menjadi momentum dalam perbaikan dan persatuan komitmen bersama dalam memerangi dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Bukan hanya tenaga medis yang harus bangkit dan semangat melawan Covid-19, namun masyarakat dan pemerintah juga harus bangkit melawan keegoisan dan kembali melaksanakan aturan protokol kesehatan. Sehingga ketiga elemen ini saling bersinergi dan berkomitmen dalam melawan Covid-19. Inilah yang seharusnya dilakukan yang merupakan penerus dari cita-cita perjuangan bangsa. Kebangkitan Nasional tidak perlu kita rayakan sebagaimana mestinya. Namun khusus pada masa pandemi ini, Kebangkitan Nasional kita rayakan untuk kembali semangat melawan Covid-19 dan kita juga persembahkan kepada para tenaga medis kita agar tetap bangkit dan semangat dalam menjalankan tugas mulia ini. Kebangkitan Nasional harus bisa merubah kembali keadaan sebagaimana dahulu para pejuang kita merubaha bangsa ini. Sehingga tidak ada lagi kata “#Indonesia Terserah”, namun haruslah “INDONESIA BISA”.
Marilah kita sama-sama mewujudkan “Indonesia Bisa” dalam momentum Kebangkitan Nasional Indonesia di tahun 2020 ini. Tidak ada kata menyerah selagi kita bisa dan mau berusaha. Tetap saling menyemangati satu sama lain. Genggam erat perjuangan kita dalam melawan Covid-19. Yakinlah bahwa segala niat baik kita akan memperoleh balasannya dari allah swt. Marilah kita lebih menghargai pahlawan garda terdepan kita dalam menangani Covid-19 ini dengan tetap mematuhi aturan protokol kesehatan. Tidak boleh ada kata menyerah, karena kita yakin “Indonesia Bisa”.