oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Inilah kiranya suatu zaman yang dikatakan oleh Nabi dengan zaman penuh fitnah. Realitas kehidupan terbolak-balik dan penuh kekacauan. Kebaikan dianggap keburukan, sebaliknya keburukan dianggap kebaikan. Orang yang mengajak kepada kema’rufan diperlakukan seperti halnya pelaku kemungkaran, sementara orang yang melakukan kemungkaran, dimuliakan selayaknya orang yang melakukan kebaikan. Orang yang mencegah kemungkaran dianggap melakukan kejahatan, dan orang yang berbuat jahat malah diberi tempat terhormat. Semua serba kacau, inilah yang oleh sebagian orang disebut dengan post truth.
Rasulullah saw menggambarkan realitas seperti demikian di atas dengan sabdanya :
عن ابي إمامة الباهلي عن النبي صلي الله عليه و سلم: كيف أنتم إذا طغى نساءكم وفسق شبانكم وتركتم جهادكم. هل ذالك لكائن يارسول الله؟ قال والذي نفسي بيده و أشد منه سيكون. قالوا وماأشد منه يارسول الله. قال:كيف أنتم إذا لم يأمروا بالمعروف ولم ينهوا عن المنكر. قالوا: هل ذالك لكائن يارسول الله؟ قال: والذي نفسي بيده و أشد منه سيكون. قالوا وماأشد منه يارسول الله؟. قال: كيف انتم إذا رأيتم المعروف منكرا ورأيتم المنكر معروفا. قالوا: هل ذالك لكائن يارسول الله؟ قال: والذي نفسي بيده و أشد منه سيكون. قالوا وماأشد منه يارسول الله؟. قال: كيف لنتم إذا امرتم بالمنكر ونهيتم عن المعروف.
رواه أبوا يعلي وابن ابي الدنيا
Dari abi imamah al bahily dari nabi saw :” Bagaimana jika telah melampaui batas (berani) para wanita dari kalian dan telah rusak para pemuda kllian dan kalian telah meninggalkan jihad. Mereka (sahabat) bertanya : apakah hal itu akan terjadi yaa Rasulullah?. Nabi menjawab : demi jiwaku yang ada dalam genggaman tanganNya. Ada hal yang lebih hebat lagi akan terjadi. Mereka (sahabat) bertanya: apa yang lebih hebat itu yaa Rasulullah?. Nabi menjawab : bagaimana kalian jika sudah tidak lagi menyeru pada kebaikan dan tidak mencegah dari kemungkaran. Mereka (sahabat) bertanya : apakah hal itu akan terjadi yaa Rasulullah?. Nabi menjawab : demi jiwaku yang ada dalam genggaman tanganNya. Ada hal yang lebih hebat lagi akan terjadi. Mereka (sahabat) bertanya: apa yang lebih hebat itu yaa Rasulullah?. Nabi menjawab : bagaimana jika kalian melihat kebaikan telah dianggap sebagai sebuah kemungkaran dan kemungkaran telah dianggap sebuah kebaikan. Mereka (sahabat) bertanya : apakah hal itu akan terjadi yaa Rasulullah?. Nabi menjawab : demi jiwaku yang ada dalam genggaman tanganNya. Ada hal yang lebih hebat lagi akan terjadi. Mereka (sahabat) bertanya: apa yang lebih hebat itu yaa Rasulullah?. Nabi menjawab : bagaimana kalian jika telah mengajak/menyeru pada kemungkaran dan mencegah dari (terlaksananya) kema’rufan. (HR.abu ya’la, dan ibnu abi dun-ya)
Kiranya telah sampailah kita pada masa seperti apa yang digambarkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya tersebut. Suatu masa dimana kebaikan dan keburukan semakin tidak tanpa pemisah antara keduanya. Inilah zaman fitnah itu. Masjid sebagai tempat suci untuk beribadah kepada Allah, yang dihadiri oleh orang-orang yang juga telah mensucikan fisiknya dengan mandi dan wudhu, serta dengan pakaian yang juga suci dan bersih, saat ini telah dianggap sebagai tempat paling kotor di masyarakat, bahkan difitnah sebagai pusat penyebaran penyakit. Sehingga mereka yang datang ke masjid wajib diperlakukan dan diawasi secara ketat, bahkan dicurigai akan dapat menyebarkan virus.
Sementara pasar yang sedari Rasulullah saw mengatakan sebagai seburuk-buruknya tempat berkumpul, sebagaimana dalam sabdanya :
“sebaik-baik tempat adalah masjid dan seburuk-buruk tempat adalah pasar” (HR. Ibnu Hibban). Saat ini telah dianggap seakan-akan paling suci dan bersih, sehingga selama masa pandemi ini, orang yang datang ke tempat itu (pasar ataupun Mall) tidak perlu dicurigai, tidak perlu dilakukan pengawasan super ketat. Sehingga yang terjadi kemudian adalah suatu realitas bahwa
masjid diajauhkan dari kaum muslimin, bahkan beberapa masjid ditutup untuk kegiatan ibadah. Sementara pusat-pusat perbelanjaan, seperti mall dan supermarket, ramai dipadati manusia sekalipun ada larangan berkumpul atau berkerumun dalam jumlah besar di satu tempat.
Realitas demikian tentu mengusik rasa keadilan masyarakat karena seakan telah meletakkan simbol-simbol keagamaan yang dianggap sakral dengan tidak terhormat, sehingga seakan membenarkan atas kecurigaan masyarakat akan adanya upaya konspiratif untuk menjauhkan umat Islam dari masjid. Hal ini disebabkan ketidakadilan kebijakan dan standar ganda dalam memperlakukan masyarakat yang bermula dari minusnya keteladanan dan rasa empati yang rendah terhadap apa yang dialami masyarakat. Disinilah pentingnya nilai-nilai empati dalam mengambil kebijakan serta konsistensi dalam implementasi.
Sikap yang meletakkan masjid seakan sebagai tempat yang tidak lebih kotor dibandingkan pasar sebenarnya bermula dari cara pandang yang meletakkan kepentingan ekonomi lebih utama daripada spiritualitas. Inilah hasil perselingkuhan pemikiran sosialisme komunisme dengan kapitalisme liberal di dalam mengelola kehidupan bernegara dan sosial kemasyarakatan. Yang keduanya memiliki akar kecurigaan terhadap agama. Sosialisme komunisme telah menuduh agama sebagai candu yang merusak masyarakat. Sementara kapitalisme menuduh agama sebagai biang kerok tidak berkembangnya kreatifitas manusia dan melemahkan semangat produktifitas kerja. Tuduhan tersebut bisa jadi ada benarnya apabila diletakkan pada konsepsi agama selain Islam. Sementara apabila disematkan hal demikian pada Islam, tentu akan salah besar. Sebab Islam semenjak awal kelahirannya telah menjadi penunjuk jalan bagi keberhasilan hidup manusia.
Kecurigaan yang berlebihan terhadap agama Islam sebenarnya adalah telah diinformasikan semenjak lama oleh Allah swt di dalam alquran. Sebagaimana FirmanNya :
وَلَن تَرۡضَىٰ عَنكَ ٱلۡيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمۡۗ قُلۡ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلۡهُدَىٰۗ وَلَئِنِ ٱتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم بَعۡدَ ٱلَّذِي جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِيّٖ وَلَا نَصِيرٍ
Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah. (QS. Al-Baqarah, Ayat 120)
Kecurigaan mereka adalah bentuk ketidakrelaan mereka atas agama Allah ini sehingga mereka berusaha terus menerus dan selamanya menginginkan untuk menjauhkan ummat Islam dari agamanya termasuk menjauhkan ummat dari masjid dan syiar keagamaannya. Seperti menghilangkan syiar nuzulul Quran di bulan Ramadhan dan menggatinya dengan konser musik !?. Suatu tindakan yang sangat tidak memperhatikan perasaan kaum muslimin. Perilaku demikian sebenarnya telah disampaikan oleh Allah dalam FirmanNya :
يُرِيدُونَ لِيُطۡفِـُٔواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَٱللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِۦ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ
Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya. (QS. Ash-Shaf, Ayat 8).
Lalu, bagaimana mungkin kebijakan di negeri mayoritas kaum muslimin ini malah banyak bertentangan dengan semangat keislaman penduduknya bahkan terus menerus menyakiti perasaan keagamaan penduduknya dengan menjadikan masjid lebih rendah daripada pasar ?. Apakah mungkin yang berkuasa dalam mengambil kebijakan di negeri ini adalah kalangan mereka sebagaimana yang disinyalir oleh Allah dalam ayat-ayat al Quran tersebut diatas ?. Wallahu a’lam.
Penulis KH. Akhmad Muwafik Saleh pengasuh Pesma Tanwirul Afkar, Dosen FISIP UB dan sekretaris KDK MUI provinsi Jawa Timur