KANAL24, Malang – Wilayah dengan indeks Sinar Ultraviolet (UV) dari matahari yang tinggi dan tidak ada pencemaran udara masif, menyebabkan jumlah orang yang terinfeksi corona jauh lebih sedikit. Ini berdasarkan laporan penelitian Tim Universitas Brawijaya (UB) dan BMKG. Dr. Novanto Yudistira dari Lab. Sistem Cerdas FILKOM mengatakan bahwa penelitian ini menggunakan teknik analisis Big data dan machine learning dilatih dengan data yang dikumpulkan dari seluruh stasiun pengamat cuaca di dunia serta beberapa satelit.
Menanggapi hal itu, Guru Besar Biologi Sel dan Molekuler Universitas Brawijaya (UB) Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, menjelaskan sinar UV memiliki frekuensi gelombang tinggi yang dapat merusak materi RNA dan protein virus, sehingga bisa menginaktifkan virus di udara bahkan yang menempel di benda-benda padat.
“Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa sinar Ultraviolet (UV) dari matahari mampu membersihkan corona yang ada di udara. Hal ini membuat Indonesia yang berada di garis khatulistiwa sangat diuntungkan karena mendapat limpahan sinar UV dibandingkan negara subtropis seperti New York, Milan, Spanyol yang indeks UVnya rendah dan pencemaran udaranya tinggi. Sehingga menyebabkan banyak orang tertular melalui media udara (airborne) dan alhasil jumlah penderita COVID-19 nya sangat banyak,” terang Sutiman Jumat (12/6/2020).
Indeks UV yang tinggi umumnya didapa pada siang hari. Oleh karena itu, berada di luar rumah pada siang hari membuat udara lebih bersih dari virus Corona. Perlu diingat bahwa UV tinggi ini kurang baik bagi orang subtropis berkulit putih. Sebaliknya, bagi masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa dengan UV tinggi tidak menjadi masalah.
Meski demikian, bagi penduduk yang jarang berada di luar ruangan, kulitnya bisa terbakar bila terlalu lama di bawah sinar UV, misalnya di pantai atau di gunung tinggi.
Kemampuan disinfektan dari sinar UV ini dimanfaatkan untuk sterilisasi angkutan umum seperti bis dan kereta api. Bahkan UV dipakai untuk sterilisasi atau membunuh kuman di ruang operasi di rumah sakit.
Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA UB) ini menambahkan, keuntungan yang didapatkan dari limpahan sinar UV harus didukung dengan pola hidup sehat sesuai anjuran Pemerintah, seperti menjaga jarak dan memakai masker. Sebab, keberadaan sinar UV akan sia-sia jika tidak didukung pola hidup sehat.
“Meskip mendapatkan sinar UV banyak, tapi bila masih banyak warga berkerumun di tempat-tempat umum, maka kasus baru yang muncul juga masih terus ada. Kita harus mensyukuri berkah limpahan sinar UV matahari ini dengan melakukan pola hidup sehat sesuai anjuran Pemerintah, seperti menghindari kerumunan, menjaga jarak dan memakai masker. Lebih dari itu, kita harus menumbuhkan empati agar tidak menjadi penular, karena ada orang-orang dengan kondisi tertentu rentan untuk menderita keparahan ketika terinfeksi covid-19,” pungkasnya.(meg)