KANAL24, Jakarta – Anak usaha PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Phapros Tbk (PEHA), menggandeng Pusat Pengembangan dan Penelitian Stem Cell Universitas Airlangga (Unair) untuk mengembangkan serum anti-penuaan dini (anti-aging) berbahan dasar biologi (non-kimia) pertama di Indonesia.
Menurut Direktur Utama PEHA, Barokah Sri Utami, saat ini pasar kosmetik menjadi peluang besar bagi perseroan, sehingga Phapros (PEHA) memutuskan untuk merangkul Unair Surabaya dalam mengembangkan serum anti-penuaan dini berbahan dasar biologi.
“Ini merupakan salah satu dukungan kami terhadap hilirisasi riset. Dalam mengembangkan produk ini, kami juga telah mendapatkan pendanaan dari Kemenristek Dikti sebesar Rp20,2 miliar sejak 2017. Sehingga, kami mengharapkan semester kedua tahun ini sudah siap diproduksi” papar Sri Utama, di Jakarta, Kamis (18/6/2020).
Dia menambahkan, PEHA membidik kalangan menengah ke atas sebagai target konsumen serum kecantikan berbahan dasar biologi pertama di Indonesia tersebut.
“Karena, prosesnya yang cukup rumit, membutuhkan penelitian cukup lama dan menggunakan sel yang diambil dari tubuh manusia, sehingga produk ini dibanderol dengan harga di atas Rp1 juta per botol. Kami juga berencana bekerja sama dengan klinik kecantikan untuk memasarkan produk ini,” tuturnya.
Dia memperkirakan, hingga akhir tahun ini pendapatan dari penjualan produk tersebut masih di bawah Rp3 miliar, namun PEHA optimistis ke depannya penjualan produk ini akan meningkat seiring dengan perkembangan tren kecantikan dan permintaan pasar. “Serum ini masih diproduksi secara manual oleh Universitas Airlangga,” kata dia.
Sehingga, lanjut Sri Utami, saat ini PEHA belum mematok target yang tinggi untuk penjualan. “Ke depannya, Unair berencana memproduksi sekret metabolit stem cell sebagai bahan baku produk ini di dalam mesin bioreaktor yang akan disertifikasi oleh Badan POM. setelah itu Phapros (PEHA) akan melakukan formulasi bahan baku tersebut dengan memanfaatkan fasilitas produksi anak perusahaan, PT Lucas Djaja, di Bandung,” katanya.
Sementara itu, Rektor Unair, Muhammad Nasih, mengatakan produk hasil riset untuk masyarakat tidak cukup hanya berskala laboratorium. Untuk produksi massal dan legalitas peredaran produk, dibutuhkan pendampingan dan dukungan dari Badan POM.
Kepala Badan POM, Penny Lukito, menyebutkan kerja sama dengan Unair berupa pendampingan dan pembinaan dalam mempercepat perizinan, khususnya pendampingan uji klinis.
“Karena dalam proses mendapatkan izin edar ada beberapa produk yang harus diuji klinis dahulu untuk melihat keamanan, khasiat dan mutu,” ucap dia. (sdk)