KANAL24, Jakarta – PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengatakan bahwa perseroan saat ini mulai memfokuskan pada pengembangan bisnis logistik di tengah pandemi. Sebab, pendapatan perseroan mencatatkan rugi bersih sebesar 75% setelah mengambil kebijakan penghentian sementara akibat Covid-19.
Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo menyampaikan, saat ini perseroan fokus pada bisnis kargo untuk mengangkut produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Beberapa produk yang biasanya diangkut yakni bahan pokok dan juga produk UMKM. Langkah ini dilakukan karena dimasa pandemi saat ini, permintaan batu bara dan turunannya menurun.
“Kami mengangkut sejumlah bahan pokok, sayur-mayur, kemudian mebeul hingga hal-hal yang menyangkut UMKM. Turunnya permintaan batu baran, cukup berpengaruh. Karena mayoritas produk angkutan logistik KAI merupakan batu bara, semen dan turunannya” jelasnya dalam program Special Dialogue IDX Channel, Kamis (9/7/2020).
Didiek menyampaikan, bahwa upaya perseroan mendorong bisnis kargo ini juga harus didukung oleh kebijakan pemerintah, seperti komponen pembentukan tarif yang menjadi penyebab sulitnya bersaing dengan angkutan logistik.
“Secara umum ya, komposisi biaya kami ini cukup berat. Selama ini perusahaan terbebani oleh Track Access Charge (TAC) dan juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%. Adapun TAC merupakan harga yang harus dibayar oleh KAI karena penggunaan barang milik negara berupa rel,” tandasnya.
Selain TAC, ditambahkan Didiek, KAI juga memiliki tanggung jawab Infrastructure Maintenance and Operation (IMO). KAI berkewajiban untuk merawat jalur yang tak lain adalah milik negara. Di sisi lain, biaya IMO yang dianggarkan sering kali lebih besar dari kontrak yang diterima.
“Jadi mekanisme memang secara pembiayaan belum ideal biaya perawatan triliun satu tahun tiga tahun 3 sekarang perawatan Rp1 triliun. Pembayaran dalam Kereta Api ini sesuai dengan biaya yang kita keluarkan. Tidak membutuhkan tarif ini itu , sehingga kami tidak bebankan kepada para penumpang,” jelasnya.(sdk)