KANAL24, Malang – Covid-19 selain memberikan dampak negatif terhadap kesehatan, juga memunculkan dampak negatif terhadap psikologis seseorang terutama mereka yang terkena virus ini. Masalah psikologis yang timbul akibat covid-19 adalah stigma atau pandangan negatif seseorang terhadap orang lain.
Permasalah stigma ini dianggap menjadi salah satu tantangan dalam upaya penanggulangan Covid-19 khususnya di Indonesia. Dalam acara webinar tentang Stigma pada Keluarga dan Permasalahan Psikologis di Masa Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Kebumian dan Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya, selasa (29/9/2020), salah satu pemateri, Dr. Ns. Heni Dwi Windarwati., M.Kep.Sp.Kep.J menyampaikan cara dalam mencegah dan mengatasi stigma adalah dengan public stigma, self stigma, dan power holder.
Publik stigma mencakup dilakukannya protes, edukasi, dan kontak. Protes disini bukan dalam bentuk demo melainkan protes yang dilayangkan melalui sosial media, atau media kampanye yang lain. Lalu, dengan edukasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pencegahan Covid-19, salah satunya edukasi tentang waktu dan cara cuci tangan yang baik. Pada tindakan edukasi ini, inovasi berperan penting untuk menentukan apakan informasi yang disampaikan bisa diterima dan dilakukan oleh masyarakat. Untuk itu, Heni bekerja sama dengan WHO tengah menggarap video animasi yang berisikan materi-materi edukasi pencegahan Covid-19.
“Kebanyakan materi edukasi yang ditampilkan dalam bentuk leaflet sehingga orang cenderung malas atau jenuh untuk membaca apalagi karakter masyarakat kita ini bukan tipikal orang yang senang membaca. Sehingga kalau dikasih leaflet hanya lewat saja. Oleh karena itu kami melihat bagaimana edukasi yang tepat diberikan kepada masyarakat kita, salah satunya dengan video animasi ini.” Jelas Heni.
Kemudian tindakan kontak, yakni berdiskusi dengan pasien Covid-19 secara daring akan tetapi yang perlu digaris bawahi adalah diskusi ini bukan membicarakan tentang covidnya melainkan cerita-cerita yang lucu dan membahagiakan, yang ini bisa menimbulkan semangat bagi pasien Covid-19.
Kemudian strategi lain, yaitu self stigma. Tindakan yang bisa dilakukan adalah aktif dalam perawatan dan pengobatan, aktif mendorong sistem pelayanan kesehatan yang berkualitas, serta pembuktian pengendalian atau promotif dan preventif Covid-19 dengan meningkatkan imunitas fisik, jiwa dan psikososial.
“Lalu ada power holder yakni bagaimana aktif mendorong sistem pelayanan kesehatan kita yang berkualitas. Covid-19 ini adalah sarana kita belajar untuk meninggalkan ego, untuk mencoba menghargai semua kelebihan dari kita dan menyatukan kelebihan-kelebihan itu untuk kemudian bekerja bersama-sama tanpa tendensi,” tandasnya. (Meg)