KANAL24, Malang- Pandemi Covid-19 sudah mempengaruhi pelbagai sendi kehidupan manusia. Salah satunya ialah proses demokrasi prosedural lewat penyelenggaraan pemilihan umum yang sudah direncanakan sebelumnya. Tidak sedikit negara di dunia yang harus mengubah jadwal pelaksanaan pemilihannya karena terkendala pandemi. Namun, tidak sedikit juga yang tetap menjalankannya sesuai dengan rencana semula tergantung kebijakan pemerintah masing-masing dalam menilai situasi dan kondisi. Menurut data internasional IDEA (Institute for Democracy and Electoral Assistance), ada 73 negara yang telah memutuskan untuk menunda pemilihan nasional dan daerah karena Covid-19. Sedangkan 71 negara lain sudah memutuskan untuk tetap melaksanakan pemilihan meskipun dalam keadaan pandemi Covid-19.
Pernyataan diatas disampaikan oleh Zulfikar Arse Sadikin, S.I.P., M.Si anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar di Kuliah Umum daring “Pilkada Serentak 2020 antara Kesehatan dan Politik” yang diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya, kamis (15/10/2020). Di hadapan kurang lebih 200 mahasiswa baru Ilmu Pemerintahan, Zulfikar mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk menunda jadwal pelaksanaan Pilkada serentak 2020 dari semula 23/9/2020 menjadi 9/12/2020. Dasar hukum dari penundaan tersebut ialah Perpu No.2 Tahun 2020 yang sekarang menjadi UU No.6 Tahun 2020.
“Pertimbangannya adalah Pemerintah bersama DPR dan penyelenggara Pemilu mencari jalan tengah antara berlangsungnya proses demokrasi dan keselamatan masyarakat di tengah pandemi. Karena keduanya tidak bisa saling menafikkan, roda pemerintahan harus tetap berjalan sementara keselamatan rakyat juga harus tetap dijaga. Sehingga pilkada serentak tetap dilaksanakan dengan mematuhi protokol pencegahan Covid-19,” terang alumni UI tersebut.
Lanjutnya, adapun dasar filosofis, yuridis, dan sosiologis dari keputusan tersebut adalah ingin menegakkan konstitusi, menjaga keberlansungan nilai dan tradisi demokrasi, menjamin hak konstitusional warga negara, konsisten terhadap fixtem yang sudah diatur 5 tahun sekali, memperbesar kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah, dan melaksanakan kompromi dan kesepakatan antara Pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilihan yang sudah diputuskan bersama.
Penyelenggara tahapan-tahapan hajatan 5 tahunan ini menerapkan protokol pencegahan Covid-19. Terdapat 10 item tambahan yang harus disiapkan untuk menjalankan protokol pencegahan Covid-19 di TPS, yaitu penyediaan tempat cuci tangan, handsanitizer, alat pengukur suhu, sarung tangan plastik dan medis, baju hazmat bagi petugas, jaga jarak minimal 1 meter, alat tetes tinta, ruang TPS khusus bagi pemilih yang suhu badannya 37.3 derajat, merancang waktu kedatangan pemilih. Hal ini akan diatur oleh KPU dalam pedoman teknis penyelenggaraan pemungutan suara dengan penyesuaian protokol kesehatan.
“Pelaksanaan nilai dan tradisi demokrasi harus tahan banting terhadap pelbagai tantangan bencana dan pandemi. Tentu dengan sistem dan mekanisme yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap kondisi masyarakat. Penghormatan terhadap kedaulatan rakyat dan konstitusi sebagai kontrak sosial kita dalam berbangsa dan bernegara harus dilakukan dalam pelbagai kondisi tanpa terkecuali. Melaksanakan pemilihan dalam keadaan pandemi dengan aman tetap bisa dilakukan, meskipun sulit namun bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan, dibutuhkan kesadaran dan kedisiplinan semua pihak untuk menuruti protokol kesehatan,” tutup Zulfikar. (Meg)