KANAL24, Jakarta – Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan cukup tinggi pada kuartal III 2020, dengan faktor utama pertambahan tabungan kelas menengah atas yang terpaksa berdiam di rumah karena adanya pandemi.
Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan jumlah dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan per September 2020 mencapai Rp6.628 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 12,7% secara year on year (YoY).
Data LPS menunjukkan simpanan nasabah dengan nominal di bawah Rp100 juta mencapai Rp913 triliun, tumbuh 8,7% secara YoY. Simpanan nasabah dengan nominal antara Rp100 juta-Rp200 juta mencapai Rp366 triliun, tumbuh 8,3% secara YoY. Simpanan nasabah dengan nominal antara Rp200 juta-Rp500 juta mencapai Rp588 triliun, tumbuh 10,1% secara YoY.
Simpanan nasabah dengan nominal antara Rp500 juta-Rp1miliar mencapai Rp513 triliun, tumbuh 10,5% secara YoY. Simpanan nasabah dengan nominal antara Rp1 miliar-Rp2 miliar mencapai Rp452 triliun, tumbuh 10,1% secara YoY. Simpanan nasabah dengan nominal antara Rp2 miliar-Rp5 miliar mencapai Rp580 triliun, tumbuh 4,8% secara YoY.
Terakhir, kategori simpanan di atas Rp5 miliar mencapai Rp3.309 triliun, tumbuh 16,4% secara YoY.
Terkait itu, pengamat ekonomi sekaligus mantan Menkeu Chatib Basri menyoroti rendahnya kemauan belanja kelas menengah atas. Meski. pemerintah sudah berusaha mendorong permintaan kelas menengah bawah melalui perlindungan sosial Bantuan Langsung Tunai. Masalahnya kapasitas konsumsi kelas menengah bawah tetap jauh lebih terbatas. Sementara konsumsi kelas menengah atas justru mengalami penurunan yang tajam.
“Ini karena kebutuhan konsumsi kelas menengah atas menurun jauh. Mereka lebih memilih tetap di rumah. Ini membuat kebutuhan mereka membeli baju, membeli rumah, membeli mobil, membeli jas, atau membeli kebutuhan lain menjadi drop. Ini membuat mereka lebih memilih menabung di perbankan,” kata Chatib dalam Webinar Bisnis Indonesia bertajuk “Menebak Arah Ekonomi 2021, Peluang dan Tantangan”, Rabu (11/11/2020).
Tingginya simpanan nasabah kelas menengah atas di perbankan menjadi konsekuensi karena segmen populasi ini memiliki kemewahan bisa tetap di rumah. Masyarakat kelas ini memiliki simpanan yang besar di perbankan sehingga mereka memiliki kemewahan untuk tidak ke mana-mana. Berbeda dengan kelas menengah bawah yang terpaksa harus keluar rumah untuk bekerja mencari nafkah.
“Karena di Indonesia yang memiliki kemewahan menjadi pengangguran memang hanya orang kaya,” ujar Chatib.(sdk)