KANAL24, Malang – Ada tiga zona dalam era covid-19 yaitu zona disrupsi, belajar, berkembang/resilien. Isu covid-19 sudah menjadi isu krisis kesehatan, ancaman resesi global, pendidikan, politik, dan sosial.
Hal tersebut dikemukakan Dr. Sumi Lestari S.Psi., M.Si., Rabu (25/11/2020), ketika menjadi pembicara dalam Refleksi Akhir Tahun 2020 “Pandemi dan Relasi: Sebuah diskusi untuk mencapai resiliensi komunitas dalam perspektif Ilmu Sosial” yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB) yang diikuti sebanyak 288 peserta secara daring.
Menurut peneliti dan pakar kesehatan mental itu, zona disrupsi tidak terjadi secara bertahap namun perubahan pada era ini lebih menyerupai ledakan gunung merapi yang dapat meluluhlantakan ekosistem lama yang berubah menjadi ekostistem baru.
Momen ketika covid-19 merebak dan pemerintah memberlakukan pembatasan, menurutnya, membuat masyarakat mungkin dilanda ketidakpastian dan membuat keadaan menjadi tidak terkendali. “Hal ini membuat terjadinya disrupsi besar-besaran seperti disrupsi perusahaan, sekolah, dan universitas,” ujar Sumi.
Kondisi dan situasi seperti ini, diyakininya, dapat berpengaruh dalam pola hidup masyarakat sehingga akan memunculkan adanya perubahan pada rutinitas sehari-hari di masyarakat
Resesi katanya, dapat dihadapi dengan self control yang merupakan faktor yang terpenting mengembalikan kondisi mental agar tetap stabil. Control sendiri adalah kemampuan menyusun, membimbing, mengatur emosi, dan mengarahkan perilaku yang membawa tindakan kearah yang lebih positif. “Hal yang dapat dilalukan adalah refleksi diri agar seseorang dapat mengambil hikmah pembelajaran,”ujar dosen Psikologi itu.
Sumi menyarankan jika terdapat masalah dapat menceritakan ke orang-orang yang dapat dipercaya. Hal itu dilakukan Agar tidak menyimpan perasaaan negatif sendirian dan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Secara psikologis, seseorang menceritakan permasalahannya untuk membantu individu dalam mereduksi tingkat stres, kecemasan, dan keluhan psikologis lainnya.
Ditambahkan Sumi di era pandemi tentu tidak mudah memulai peluang baru, tetapi tidak ada salahnya untuk memulai dari nol misalnya dengan melakukan aktivitas yang menjadi hobi. Selanjutnya hobi tersebut dapat dijadikan sebagai peluang bisnis.
“Jangan takut untuk membuat rencana baru dan menatap positif masa depan karena ini akan membantu diri sendiri untuk kembali tumbuh. Dengan begitu, akan mampu memperhitungkan realiya kearah jangka panjang jika kita dapat mengasah keterampilan yang ada di Youtube seperti budidaya ikan cupang yang sedang tren,” pesan Sumi.
Selain ada zona disrupsi, juga ada zona belajar. Dalam zona ini ditandai oleh masyarakat yang mulai menerima kenyataan bahwa pandemi memang nyata adanya sehingga mereka harus waspada. Masyarakat juga harus belajar mengelola emosi yang dirasakan karena akan berpengaruh terhadap suatu tindakan.
Sumi mengatakan masyarakat harus dapat menyaring informasi yang didapat sebelum dilanjutkan ke orang lain. Masyarakat harus dapat memastikan apakah pesan yang dikirim sudah valid atau belum. Setidaknya mereka sudah melakukan saring sebelum sharing.
Ada beberapa bentuk upaya yang dapat dilakukan dalam zona belajar yaitu yang pertama adalah menyeimbangkan penyampaian informasi terkait resiko dengan tepat. Artinya media atau siapapun harus terbuka terhadap informasi yang berhubungan dengan pertumbuhan kasus beserta penangananya.
Zona yang terakhir adalah zona berkembang atau resilien, ditandai diberlakukannya standar norma baru atau norma-norma. Hal ini dikarenakan masyarakat mampu beradaptasi dengan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang baru. (mon)