Kanal24, Malang – Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) dan Australia Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN) menggelar acara Menjajaki Praktik Kerangka Kerja Keadilan Restoratif untuk Membangun Ketahanan dan Mengatasi Dampak Perubahan Iklim. Dalam acara ini, Dr. Dina Afrianty, Founder dan President Australia Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN), mengungkapkan kekhawatiran mengenai dampak perubahan iklim terhadap kelompok disabilitas.
Dr. Dina menyampaikan kepada Kanal24 pada Selasa (10/09/2024) bahwa kelompok disabilitas merupakan salah satu kelompok yang paling rentan, namun seringkali terabaikan dalam berbagai kebijakan, terutama dalam isu perubahan iklim.
“Kelompok disabilitas selama ini terdiskriminasi di Indonesia. Banyak hak yang seharusnya diperoleh, seperti akses terhadap informasi, tidak terpenuhi dengan baik,” ungkap Dr. Dina.
Menurutnya, kelompok disabilitas membutuhkan akomodasi khusus dalam hal menerima informasi. Misalnya, penyandang tuli memerlukan cara komunikasi yang berbeda dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki keterbatasan pendengaran, dan hal ini kerap tidak diperhatikan oleh pihak-pihak yang berwenang.
“Perubahan iklim berdampak pada semua kelompok rentan, termasuk anak-anak, perempuan, masyarakat adat, dan lansia. Namun, kelompok disabilitas menghadapi tantangan yang sangat spesifik dan serius,” tambah Dr. Dina.
Ia juga menyebutkan bahwa banyak masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari bahwa kondisi cuaca ekstrem yang terjadi saat ini, seperti peningkatan curah hujan atau suhu panas yang tinggi, merupakan dampak dari perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil.
Kelompok disabilitas, dengan berbagai ragam keterbatasannya, menghadapi tantangan yang lebih berat akibat perubahan iklim. “Contohnya, penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda akan mengalami kesulitan saat harus bergerak di tengah suhu yang sangat panas. Panas ekstrem bisa membuat bagian-bagian logam kursi roda mereka menjadi sulit dipegang,” jelasnya.
Dr. Dina menyoroti bahwa salah satu masalah utama yang dihadapi oleh kelompok disabilitas adalah akses terhadap informasi tentang perubahan iklim. “Informasi yang ada saat ini belum disampaikan secara inklusif dan menyeluruh bagi penyandang disabilitas,” katanya. Menurutnya, pemerintah belum menyediakan mekanisme yang memadai untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas mendapatkan akses informasi yang mereka butuhkan untuk menghadapi dampak perubahan iklim.
“Dampaknya sangat serius, namun informasi mengenai perubahan iklim dan cara menyiasati dampaknya belum sampai kepada penyandang disabilitas. Padahal mereka membutuhkan akses informasi yang jelas dan mudah dipahami,” tegas Dr. Dina.
Melalui penelitian yang dilakukan oleh AIDRAN, Dr. Dina menemukan bahwa penyandang disabilitas belum mendapatkan perhatian yang cukup dalam kebijakan pemerintah terkait perubahan iklim. Ia menekankan pentingnya implementasi kebijakan yang sudah ada, dan menindaklanjuti komitmen yang telah dibuat pemerintah.
“Pemerintah perlu lebih serius dalam mengimplementasikan kebijakan yang mendukung penyandang disabilitas, terutama dalam menghadapi tantangan perubahan iklim ini,” ujarnya. Selain itu, ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan akademisi untuk meningkatkan kesadaran dan aksi nyata terhadap dampak perubahan iklim pada kelompok disabilitas. (sil/nid)