Jakarta – Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, kembali terpilih sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI setelah partainya memenangkan kursi terbanyak di parlemen pada pemilihan legislatif. Puan, yang merupakan putri Megawati Sukarnoputri, akan memimpin DPR bersama empat wakil ketua yang berasal dari partai-partai dengan raihan kursi terbanyak kedua hingga kelima, yaitu Adies Kadir dari Partai Golkar, Sufmi Dasco Ahmad dari Partai Gerindra, Saan Mustopa dari Partai NasDem, dan Cucun Syamsurijal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Terpilihnya Puan Maharani untuk memimpin DPR pada periode mendatang kembali membuka perdebatan mengenai peran PDIP dalam konteks politik nasional. Beberapa pihak mempertanyakan apakah PDIP, sebagai partai pemenang pemilu, akan memilih untuk berkoalisi dengan pemerintah atau mengambil posisi sebagai oposisi.
Pengamat politik Universitas Brawijaya (UB), Novy Setia Yunas, S.IP., M.IP., menilai bahwa pilihan PDIP untuk menjadi oposisi justru dapat membawa dampak positif bagi keseimbangan politik di Indonesia. Dalam pandangannya, adanya oposisi yang kuat merupakan elemen krusial dalam demokrasi yang sehat.
“Dampaknya tentu kalau PDIP istiqomah sebagai oposisi, ini akan lebih sehat dalam konteks demokrasi. Ketika PDIP nanti berperan sebagai pihak oposisi, itu akan membawa nilai check and balances terhadap pemerintah. Ini penting, karena jika tidak ada check and balances, kekuasaan akan cenderung lemah dalam fungsi kontrolnya,” ungkap Yunas (1/10/2024).
Menurut Yunas, fungsi utama DPR yang selama ini berjalan dengan baik adalah terkait penganggaran dan legislasi. Namun, ia melihat masih ada kelemahan pada fungsi pengawasan, khususnya dalam hal kontrol terhadap pemerintah. Jika PDIP berkomitmen untuk menjadi oposisi, hal ini dapat membantu memperkuat fungsi pengawasan tersebut.
“Kelemahan fungsi DPR kita selama ini lebih kepada fungsi kontrol terhadap pemerintah. Kalau fungsi budgeting dan legislasi, saya kira sudah maksimal. Tapi yang kurang adalah fungsi kontrol. Nah, partai-partai yang tidak berada di kubu pemerintah bisa berperan dalam menjaga fungsi kontrol ini,” jelas Yunas.
Lebih lanjut, Yunas menyatakan bahwa dengan adanya PDIP sebagai oposisi, sistem politik di Indonesia dapat menjadi lebih proporsional. Keberadaan partai yang berdiri di luar pemerintahan akan memungkinkan terciptanya kebijakan yang lebih seimbang, serta memberi ruang bagi kritik dan evaluasi yang konstruktif terhadap kebijakan pemerintah.
“Jika PDIP berperan sebagai oposisi, ini akan menjadi media yang baik untuk menciptakan kebijakan yang berimbang dan sistem politik yang lebih proporsional. Artinya, tidak semua partai berada di kubu yang mendukung pemerintah,” tambahnya.
Parlemen juga menetapkan paket pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) baru yang terdiri dari Sultan Bachtiar Najamudin sebagai ketua, dengan GKR Hemas, Yorrys Raweyai, dan Tamsil Linrung sebagai wakil ketua. Pemilihan ini berlangsung setelah mereka berhasil mengalahkan calon petahana, La Nyalla Mattalitti, dalam kontestasi politik internal DPD.
Sementara itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kini dipimpin oleh Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani. Ia didampingi delapan wakil ketua dari berbagai fraksi di parlemen, menandakan komposisi kepemimpinan MPR yang lebih plural dan mewakili kepentingan partai-partai politik besar di Indonesia.
Dengan formasi baru di DPR, DPD, dan MPR, tantangan bagi kepemimpinan tersebut cukup besar, terutama dalam menjaga stabilitas politik dan menjalankan fungsi legislasi serta pengawasan yang efektif. Kondisi politik di Indonesia yang cenderung dinamis memerlukan kolaborasi yang kuat antara berbagai lembaga perwakilan ini untuk memastikan tercapainya kebijakan yang inklusif dan adil bagi seluruh rakyat.
Namun, Yunas mengingatkan bahwa kolaborasi tersebut tidak boleh mengesampingkan fungsi kritis dari oposisi. Dalam demokrasi yang sehat, perbedaan pendapat dan kritik konstruktif merupakan bagian penting untuk menjaga pemerintahan tetap berjalan di jalur yang benar.
“Tanpa adanya pihak yang melakukan pengawasan dan memberikan masukan kritis, demokrasi kita akan kehilangan esensinya. Fungsi kontrol inilah yang harus dijaga dengan baik oleh partai-partai yang tidak berada di kubu pemerintahan, termasuk PDIP jika mereka memilih menjadi oposisi,” pungkas Yunas. (din)