Kanal24, Malang — Setelah lebih dari tujuh dekade memegang mandat sebagai penyelenggara ibadah haji nasional, Kementerian Agama Republik Indonesia resmi mengakhiri perannya dalam mengatur operasional haji. Tongkat estafet ini akan dilanjutkan oleh Badan Penyelenggara Haji (BPH) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 154 Tahun 2024. Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa masa pengabdian panjang ini ditutup dengan warisan pengalaman, bukan permasalahan.
“Yang jelas, kami tidak mewariskan masalah. Kami mewariskan segudang catatan pengalaman yang bisa dijadikan pelajaran dan fondasi kuat dalam upaya memperbaiki penyelenggaraan haji di masa mendatang,” tegas Nasaruddin saat menutup Operasional Haji 2025 di Jakarta, Senin (14/7/2025).
Baca juga:
Presiden Iran: Perang 12 Hari Usai, Iran-Israel Klaim Menang

Tujuh Dekade Pengabdian
Selama 75 tahun terakhir, Kemenag menjadi tulang punggung pelaksanaan rukun Islam kelima bagi umat Muslim Indonesia. Meski tidak terlepas dari dinamika dan tantangan, pemerintah berhasil melakukan berbagai terobosan penting. Tahun ini, dengan rerata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) turun menjadi Rp 89,4 juta, berbagai inovasi juga diterapkan demi meningkatkan kualitas layanan.
Beberapa terobosan lain yang dilakukan mencakup pelibatan tiga maskapai penerbangan (Garuda Indonesia, Saudi Airlines, Lion Air), pemecahan monopoli layanan dengan keterlibatan delapan syarikah, hingga penguatan peran Baznas dan digitalisasi pelaporan melalui Kawal Haji serta Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).
Selain itu, penguatan ekosistem ekonomi haji ditandai dengan ekspor bumbu Nusantara sebanyak 450 ton serta pengembangan skema murur untuk efisiensi mobilitas jemaah saat puncak ibadah.
Permintaan Maaf dan Harapan Transisi
Dalam kesempatan yang sama, Nasaruddin juga menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh jemaah haji atas kekurangan layanan yang mungkin terjadi selama pelaksanaan ibadah tahun ini.
“Saya secara pribadi maupun sebagai Menteri Agama, mewakili seluruh petugas haji, memohon maaf kepada seluruh jemaah atas ketidaknyamanan yang mungkin terjadi. Kami telah berupaya maksimal,” tutur Nasaruddin.
Nasaruddin kemudian menyampaikan lima harapan strategis dalam masa transisi ke Badan Penyelenggara Haji yang akan mulai bertugas penuh pada musim haji 1447 H/2026 M:
- Percepatan Penyiapan Regulasi: Khususnya perubahan atas UU No. 8 Tahun 2019 yang akan menjadi landasan hukum baru bagi BPH.
- Percepatan Proses Transisi: Baik dari sisi sumber daya manusia maupun infrastruktur, termasuk kesiapan sistem hingga tingkat daerah.
- Transformasi Layanan Responsif dan Adaptif: Terutama dalam merespons kebijakan Arab Saudi yang terus berubah, seperti integrasi visa, pelunasan, hingga pembentukan kloter.
- Penguatan Istitha’ah Kesehatan: Mengingat haji sangat mengandalkan kesiapan fisik, Menag menekankan pentingnya pemeriksaan dan standar kesehatan jemaah.
- Peningkatan Dampak Spiritual dan Ekonomi: Menjadikan pengalaman haji sebagai pemicu perubahan sosial, spiritual, dan kemajuan ekonomi umat.
Baca juga:
Mengenang Polisi Hoegeng, Jejak Keteladanan dalam Institusi Bhayangkara
Semangat Kolaborasi dan Masa Depan Haji
Nasaruddin juga menyoroti pentingnya peran semua pihak dalam menyukseskan transisi ini, bukan hanya melalui doa, namun juga dukungan aktif. Ia berharap BPH mampu membawa standar baru dalam pelayanan haji yang lebih profesional dan berdampak.
“Penyelenggaraan haji bukan hanya soal pelayanan teknis. Ini soal pengabdian, perubahan, kolaborasi, dan keberlanjutan,” tandasnya.
Sebagai penutup, Nasaruddin mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus menjaga semangat kolektif agar pelaksanaan haji Indonesia semakin bermartabat dan maslahat. Dengan berakhirnya tugas panjang Kemenag, babak baru pengelolaan haji nasional akan segera dimulai—dengan harapan lebih tinggi dan pelayanan lebih sempurna. (nid)