Kanal24, Malang – Universitas Brawijaya (UB) kembali menegaskan peran sebagai perguruan tinggi yang aktif menjaga dan mengembangkan kebudayaan Indonesia. Melalui penyelenggaraan Anugerah Sabda Budaya (ASB) 2025, bagian dari Dies Natalis ke-16 Fakultas Ilmu Budaya (FIB), UB menunjukkan komitmen memperkuat ekosistem budaya sekaligus diplomasi kebudayaan di tengah tekanan globalisasi dan dominasi teknologi digital.
Acara yang digelar pada Rabu (3/12/2025) di Aula Gedung A FIB UB ini mengusung tema “Samadya Danasmara Manunggal Rasa”, sebuah ajakan untuk menyatukan rasa dalam semangat pelestarian budaya Nusantara. Para seniman, budayawan, akademisi, hingga komunitas seni hadir dengan busana tradisional—menciptakan atmosfer penghormatan budaya yang kuat dan hangat.

Budaya Sebagai Kekuatan Bangsa di Tengah Arus Teknologi
Rektor UB, Prof. Widodo, menegaskan bahwa budaya merupakan “karya cipta dan rasa bangsa” yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apa pun, termasuk kecerdasan buatan (AI). Menurutnya, AI hanya bekerja berdasarkan algoritma, sedangkan manusia memiliki kesadaran dan rasa yang melahirkan budaya.
“Ini menunjukkan komitmen universitas dan Fakultas Ilmu Budaya untuk mengembangkan ekosistem budaya, sekaligus menghargai para pelaku yang telah menghidupkan budaya Indonesia,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa budaya memiliki peran signifikan sebagai kekuatan diplomasi dan pendorong ekonomi kreatif, terutama ketika tren global kini semakin mengandalkan soft power budaya dalam hubungan internasional.

Tantangan Literasi Budaya dan Agenda Akademik FIB
Dekan FIB UB, Sahiruddin, S.S., M.A., Ph.D., menyoroti bahwa tantangan terbesar dalam pelestarian budaya bukan hanya soal regenerasi pelaku seni, tetapi minimnya dokumentasi dan bahan pembelajaran budaya Indonesia yang dapat diakses publik. Ia mencontohkan bagaimana buku pembelajaran musik klasik Barat tersedia dalam jumlah besar untuk berbagai jenjang usia, sementara materi pembelajaran gamelan bagi anak sekolah dasar maupun menengah masih sangat terbatas.
Untuk menjawab persoalan tersebut, FIB UB terus memperkuat agenda literasi dan riset kebudayaan. Fakultas ini mengembangkan berbagai platform digital seperti Brawijaya Corpora dan Batikpedia sebagai basis data kultural yang dapat diakses luas. Dalam ranah diplomasi budaya, FIB juga mengelola dua Rumah Budaya Indonesia (RBI) di Tiongkok, yang berfungsi sebagai pusat komunikasi, pertunjukan, dan pengenalan budaya Nusantara kepada masyarakat internasional.
Selain itu, FIB aktif melakukan pendataan objek budaya di berbagai wilayah. Lewat program Wilwatikta yang melibatkan mahasiswa dan dosen, FIB berhasil memetakan potensi budaya di 59 desa, bekerja sama dengan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah 11. Keseriusan akademik ini turut tercermin dari mutu pendidikan, di mana seluruh program studi di FIB kini berstatus akreditasi unggul dan internasional.

Proses Kurasi Ketat: Unggul dan Berdampak
Koordinator Kurator ASB 2025, Yohanes Padmo Adi Nugroho, menjelaskan bahwa pemilihan penerima anugerah dilakukan melalui kurasi panjang dengan mempertimbangkan rekam jejak, keunggulan karya, dan dampak nyata bagi masyarakat maupun Universitas Brawijaya. Ia menyampaikan bahwa nama-nama penerima tahun ini telah masuk radar kurator sejak beberapa waktu lalu, namun diputuskan kembali secara bulat setelah melalui penilaian kolektif.
“Kami mencari seniman yang unggul dan berdampak, sesuai moto FIB: unggul dan berdampak,” ujarnya. Kurasi tidak hanya menilai kontribusi eksternal, tetapi juga kedekatan kolaboratif para pelaku seni tersebut dengan berbagai program kebudayaan yang dijalankan FIB UB. Melalui proses tersebut, Tahun ini, tiga tokoh budaya terpilih dari puluhan nama dalam daftar kurasi:
- Tengsoe Tjahjono – Penyair, cerpenis, dan pencetus genre pentigraf (kategori Sastra)
- Winarto Ekram – Koreografer dan pengembang genre tari drama/sindra-tari (kategori Seni Tradisi)
- Dadang Rukmana – Perupa dengan teknik seni rupa khas (kategori Seni Rupa)
Para penerima anugerah juga diminta untuk menampilkan karya mereka —mulai dari penyampaian orasi budaya, pementasan tari oleh murid-murid sang maestro, hingga pameran seni rupa yang menggambarkan ciri khas kreatif masing-masing.
ASB 2025: Ruang Apresiasi dan Penguatan Ekosistem Budaya
Penyelenggaraan ASB 2025 menjadi ruang pertemuan para pelaku seni, akademisi, komunitas budaya, dan institusi publik. Perwakilan Museum Panji, Museum Musik Indonesia, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah 11, serta berbagai komunitas seni hadir untuk memberikan dukungan. Kehadiran mereka mempertegas bahwa ekosistem budaya hanya dapat tumbuh melalui kolaborasi lintas sektor.
UB berharap ASB 2025 tidak hanya menjadi panggung penghargaan, tetapi menjadi momentum konsolidasi bersama untuk memperkuat pelestarian budaya Nusantara. Dengan riset, dokumentasi, kolaborasi, pengembangan platform digital, hingga diplomasi budaya internasional, UB menargetkan diri menjadi pusat pengembangan budaya Indonesia yang mampu berbicara di tingkat global.
Dengan demikian, Anugerah Sabda Budaya 2025 tidak hanya merayakan prestasi para pelaku seni, tetapi juga menegaskan komitmen UB terhadap tanggung jawab kebudayaan yang lebih besar: merawat, menghidupkan, dan memastikan budaya Indonesia tetap relevan di tengah dunia yang terus berubah.(Din/Tia)









