Allah swt adalah dzat yang maha sempurna dalam mencipta setiap makhluknya. Allah swt telah menganugerahkan kemampuan dan kelebihan pada setiap ciptaannya. Namun keunggulan kemampuan itu bukanlah untuk saling menyombongkan diri melainkan untuk saling membantu, bekerja sama dan memberikan kemanfaatan bersama dalam mewujudkan kebutuhan.
Seseorang yang memahami asal muasal penciptaan dirinya pastilah menyadari bahwa dirinya sebenarnya tidak layak untuk menyombongkan diri dengan merasa diri paling hebat, merasa lebih baik dibandingkan yang lainnya dan kemudian merendahkan, meremehkan dan menghina yang lainnya. Patutlah diketahui oleh diri kita bahwa manusia adalah makhluk lemah yang tercipta dari sesuatu yang rendah dan menjijikkan. Yaitu dari mani (sperma) atau Nuthfah (inti sari tanah yang dijadikan air mani) kemudian disimpan dalam rahim (tersimpan dalam tempat yang kokoh, lalu menjadi alaqah (darah yang beku menggantung di rahim) , kemudian menjadi mudghah (segumpal daging dan dibalut dengan tulang belulang) dan akhirnya disempurnakan penciptaannya dengan ditiupkan ruh pada ciptaan itu.
Artinya bahwa apabila manusia memahami dengan baik proses penciptaannya maka sangatlah tidak layak untuk bersombong diri karena manusia adalah makhluk yang lemah tak berdaya. Bahkan apabila dibandingkan dengan ciptaan Allah swt yang lainnya manusia adalah makhluk kecil yang menempati ruang kecil di muka bumi yang juga amat kecil. Sebagaimana diketahui bumi hanyalah salah satu dari milyaran bintang yang menempati galaksi Bimasakti. Sementara di jagat raya ini ada ratusan milyar galaksi lainnya (kumpulan bintang-bintang). Bahkan matahari kita hanyalah salah satu dari bintang bercahaya di dalam galaksi bima sakti. Sementara pada galaksi yang lain ada banyak lagi bintang-bintang lainnya (planet) yang dari sisi ukurannya jauh lebih besar dibandingkan matahari. Jika di bandingkan matahari maka bumi ibarat hanyalah berupa sebuah “Titik” dibandingkan matahari, karena menurut ahli Astronomi ukuran Matahari adalah 330.330 kali lebih besar daripada Bumi. Sementara di jagat raya yang diketahui oleh para ahli ilmu pengetahuan, masih terdapat beberapa planet yang jauh lebih besar dibandingkan dengan matahari kita. Perhatikan prosion dan sirius 2 kali lebih besar dibandingkan matahari kita, arcturus 45 kali lebih besar, betelgeuse 230 kali lebih , antares 550x lebih besar. Artinya bumi yang kita tinggali tidaklah lebih besar dari sebutir debu. Jika demikian manusia yang mendiami sebutir debu itu tentu amatlah kecil dan tidak terlihat. Lalu apakah pantas seorang manusia yang sangat kecil, rendah dan terbuat dari sesuatu yang menjijikkan menyombongkan diri? .
Oleh karena itu Allah swt sangat murka kepada hambanya yang sombong. Karena yang layak sombong hanyalah Allah swt semata Sang Pemilik Kehidupan. Sehingga disaat iblis menyombongkan diri atas Adam, dengan membanggakan diri karena terbuat dari api, sementara Adam terbuat dari tanah. Sehingga disaat diminta bersujud pada Adam, maka iblis menolaknya bahwa menantang Allah swt dengan segala kesombongannya untuk meminta waktu menunggu guna menjerumuskan anak cucu adam ke dalam neraka membersamainya, maka dengan sikap iblis yang demikian, Allah swt murka padanya dan dikeluarkannya dari surga. Sebagaimana dalam FirmanNya :
قَالَ فَٱهۡبِطۡ مِنۡهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَن تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَٱخۡرُجۡ إِنَّكَ مِنَ ٱلصَّٰغِرِينَ
(Allah) berfirman, “Maka turunlah kamu darinya (surga); karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang hina. (QS. Al-A’raf, : 13)
Lalu, bagaimana bentuk kesombongan itu? . Kesombongan bisa berupa sikap, seperti menepuk dada tanda ananiyah (egoisme) atau tidak bersedia berkumpul atau berteman dengan orang yang lebih rendah derajat atau level dengannya. Demikian pula termasuk kesombongan adalah meremehkan keberadaan orang lain karena merasa dirinya lebih hebat, lebih mulia, lebih tinggi derajat sehingga merendahkan orang lain karena merasa berada di bawah levelnya (bisa karena sebab peran sosial, harta kekayaan, gelar akademik dan sebagainya). Sikap meremehkan orang lain ini adalah dilarangan oleh Allah swt. Sebagaimana sabda nabi :
لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
Sikap merasa tinggi derajat dan level sosial yang membuat seseorang tidak bersedia bergaul ataupun bercanda dengan orang lain adalah bentuk kesombongan bersikap. Perhatikan bagaimana Rasulullah saw sebagai sebaik-baiknya akhlak seorang makhluk sekalipun memiliki derajat yang sangat tinggi kedudukannya di hadapan Allah namun sangat rendah hati di hadapan orang lain. Sebagaimana dalam sebuah hadist:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، أَنَّ رَجُلا مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ كَانَ اسْمُهُ زَاهِرًا , وَكَانَ يُهْدِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , هَدِيَّةً مِنَ الْبَادِيَةِ ، فَيُجَهِّزُهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , إِذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّ زَاهِرًا بَادِيَتُنَا وَنَحْنُ حَاضِرُوهُ ” وَكَانَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّهُ وَكَانَ رَجُلا دَمِيمًا , فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , يَوْمًا وَهُوَ يَبِيعُ مَتَاعَهُ وَاحْتَضَنَهُ مِنْ خَلْفِهِ وَهُوَ لا يُبْصِرُهُ ، فَقَالَ : مَنْ هَذَا ؟ أَرْسِلْنِي . فَالْتَفَتَ فَعَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ لا يَأْلُو مَا أَلْصَقَ ظَهْرَهُ بِصَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ عَرَفَهُ ، فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , يَقُولُ : ” مَنْ يَشْتَرِي هَذَا الْعَبْدَ ” ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِذًا وَاللَّهِ تَجِدُنِي كَاسِدًا ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَكِنْ عِنْدَ اللَّهِ لَسْتَ بِكَاسِدٍ ” أَوْ قَالَ : ” أَنتَ عِنْدَ اللَّهِ غَالٍ ” .
Dari Anas bin Malik: ‘Bahwasanya ada seorang dari penduduk desa (Arab badui) yang bernama Zahir, dia selalu menghadiahkan berbagai hadiah dari desa untuk Nabi saw. Jika Nabi saw hendak keluar, beliau menyiapkan perbekalannya. Lalu bersabda: ‘Sesungguhnya Zahir adalah desa kami (maksudnya beliau Rasulullah bisa belajar darinya sebagaimana orang Badui mengambil manfaat dari padang Sahara) dan kami adalah kotanya (yang membuka pintu Madinah lebar-lebar untuk kehadirannya, ini adalah salah satu bukti pergaulan yang baik).
Nabi saw mencintainya, dia adalah seorang yang jelek (tidak tampan) namun baik hatinya. Suatu hari Nabi saw mendatanginya sementara ia sedang menjual barangnya, lalu beliau mendekapnya dari belakang, sementara dia tidak bisa melihat beliau. Dia berseru: ‘Siapa ini? Lepaskan aku!’ Kemudian ia menengok ke belakang dan ia tahu bahwa itu adalah Nabi saw. Ketika dia tahu, dia tetap merapatkan punggungnya agar bersentuhan dengan dada Nabi saw. Lalu Nabi saw berseru, ‘Siapa yang mau membeli hamba sahaya ini?’ Zahir menjawab, ‘Wahai Rasulullah, kalau begitu demi Allah, engkau akan mendapatiku (terjual) sangat murah.’ Nabi saw bersabda, ‘Akan tetapi, di sisi Allah engkau tidaklah murah.’ atau ‘Di sisi Allah engkau sangat mahal.’ (HR. Ahmad 12669).
Demikianlah sikap kerendahan hati Rasulullah dalam berinteraksi dengan orang lain tanpa membeda-bedakan kasta dan golongan. Termasuk dalam bentuk kesombongan lainnya adalah penolakan atas kebenaran adalah salah satu bentuk kesombongan termasuk pula sikap dan ucapan dalam menentang dosa. Semisal berucap “saya siap atas konsekwensi dosa yang saya lakukan”, atau “dosa apapun saya tanggung”, atau “tidak apa-apa sekalipun itu dosa, tetap akan saya lakukan”, dan banyak lagi kalimat yang menandakan sang pelakunya meremehkan perbuatan dosa. Semua itu adalah bentuk kesombongan diri. Dosa yang dilakukan atas dasar kesombongan ini sangat jauh dari ampunan Allah swt. Sebagaimana yang dilakukan oleh iblis berbuat maksiat kepada Allah yang disertai dengan kesombongan. Sebagaimana disampaikan oleh pembesar tabi’in, Sufyan ats-Tsauri, mengatakan:
وَعَنْ سُفْيَان الثَّوْرِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: كُلُّ مَعْصِيَةٍ عَنْ شَهْوَةٍ فَإِنَّهُ يُرْجَى غُفْرَانُهَا، وَكُلُّ مَعْصِيَةٍ عَنْ كِبْرٍ فَاِنَّهُ لَا يُرْجَى غُفْرَانُهَا، لِاَنَّ مَعْصِيَةَ اِبْلِيْسَ كَانَ اَصْلُهَا مِنَ الْكِبْرِ، وَزِلَّةَ آدَمَ كَانَ اَصْلُهَا مِنَ الشَّهْوَةِ.
“Dari Sufyan ats-Tsauri radliyallahu anhu, ‘Setiap maksiat yang dilakukan dari unsur syahwat atau keinginan, pengampunan dari Allah layak diharapkan. Setiap maksiat yang timbul dari kesombongan, tidak bisa diharapkan ampunannya dari Allah. Karena maksiat iblis, bertumpu atas dasar kesombongan, dan kesalahan Adam pondasinya adalah mengikuti keinginan saja.”
Oleh karena itulah, jauhkanlah diri dari sikap sombong baik dalam ucapan maupun sikap dalam berinteraksi dengan sesama manusia. Berkomunikasilah dengan penuh kerendahan hati, in syaa Allah dengan demikian akan mengantarkan pada hubungan yang baik dengan sesama manusia. Semoga Allah mengampuni dosa kesalahan kita dan menerima segala amal baik kita. Aamiin..