Tersebutlah sebuah kisah tentang pembuktian keyakinan, dimana suatu hari seorang raja dari negeri Yavadesh yang amat percaya pada Tuhan, bercerita bahwa disaat dalam sebuah pemilihan tahta kerajaan yang demokratis, dirinya diminta kembali untuk memimpin kerajaan yang selama ini telah membesarkannya. Ternyata saat itu ada pula beberapa punggawa kerajaan lainnya yang berhasrat ingin pula menjadi raja, turut meramaikan kompetisi pesta demokrasi kerajaan tersebut. Namun jalan tidak selalu lurus dan mulus. Terkadang ada tanjakan dan turunan atau juga batu yang menghalangi jalan bahkan sangat mungkin pula tikungan tajam dihadapan, yang apabila tidak berhati-hati akan sangat membahayakan.
Dalam menjalani sebuah keyakinan, demikian pula adanya, akan selalu ada batu kerikil yang menghadang menjadi sandungan. Fitnah demi fitnah dilancarkan oleh pihak lawan untuk dijadikan batu sandungan bagi sang raja. Dengan harapan orang lain tidak percaya, membenci bahkan menjauhi yang akhirnya tidak memilih sang raja yang tawadhu dan dermawan ini untuk menjadi pemimpin di lembaga itu. Hingga beberapa orang dari punggawa dan penasehatnya menyarankan agar sang raja ini menjawab berbagai tuduhan dan mendatangi beberapa anggota majelis sesepuh kerajaan (yang bertugas memilih raja) untuk meyakinkan tentang dirinya. Namun sang raja tidak berkenan, bergeming dengan semua itu. Selama ini sang raja memang terkenal memiliki kepribadian yang kuat dan sangat percaya akan Tuhan Sang Maha Kuasa. Bahkan terkenal se antero negeri sebagai raja sekaligus seorang resi atau ulama. Dia sampaikan kepada para punggawa penasehatnya bahwa dirinya tidak akan mendatangi siapapun, dia hanya akan mendatangi Tuhan Sang Maha Kuasa dan ingin membuktikan apakah Tuhan masih ada.
Para punggawa penasehat sang raja sebenarnya agak khawatir sebab pihak lawan terus melancarkan serangan politik dengan berbagai cara untuk mengalahkan sang Raja adil dan dermawan ini sekalipun melalui cara-cara kotor, menfitnah dan bahkan menggerakkan para rakyat jelata untuk menolak sang raja dengan iming-iming materi. Namun keyakinan sang raja tak tergoyahkan, dia percaya betul bahwa siapapun melakukan apapun yang bertujuan ingin memberikan dan menciptakan keburukan (kemudharatan) kepada siapapun juga selama masih belum dikehendaki oleh Tuhan Yang Kuasa maka hal demikian tidak terjadi. Sebaliknya pula, siapapun yang berniat ingin mendatangkan kebaikan apapun pada siapapun, selama Tuhan juga belum berkehendak maka apapun juga tidak akan terjadi. Segala apapun yang terjadi hanyalah berada dalam genggaman kuasanya tanpa intervensi siapapun karena Tuhan Maha Berkuasa penuh. Demikianlah keyakinan sang raja mulia itu.
Hingga pada hari pemilihan berlangsung, disaat semua kasepuhan telah berkumpul dan dilakukan pemilihan secara demokratis (pada zamannya) ternyata alih-alih suara sang raja tergerus oleh fitnah, bahkan mendapatkan kepercayaan penuh dari kesepuhan. Fitnah yang dilancarkan oleh lawan ternyata tidak merubah pandangan para kasepuhan atas kinerja sang raja selama ini. Sejenak lalu, sang raja berkata kepada punggawanya yang selama ini mengkhawatirkannya, lalu dia berkata: “wahai para punggawaku, aku sengaja memang tidak mau mengikuti usulan nasehatmu. Karena aku ingin membuktikan, Apakah Tuhan itu masih ada..??‼”.
Sebenarnya sang raja ingin mengajarkan kepada para punggawanya bahwa janganlah sekali-kali seseorang meminta jabatan karena barang siapa yang memintanya maka Tuhan akan berlepas tangan darinya, tidak akan membantunya. Namun jika seseorang tidak meminta jabatan, kemudian diberi amanah jabatan, maka Tuhan akan turun tangan untuk membantunya. Sebab seseorang yang meminta jabatan, sebenarnya mereka terlalu percaya diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi dalam menjalankan kepemimpinan atau amanah itu. Sementara orang yang tidak meminta jabatan, mereka percaya bahwa jabatan adalah amanah dan dengan tidak memintanya berarti dia memasrahkannya. Jika jabatan itu telah dipasrahkan kepada Sang pemilik utama kekuasaan yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa, maka Dia Yang Maha Kuasa akan mengambil alihnya dan memberikan bimbingan serta pertolongan kepada siapa saja orang yang telah dipilihnya untuk diberikan amanah kekuasaan dari-Nya. Demikian gerangan keyakinan sang Raja.
Dengan demikian, akhirnya para punggawa penasehat raja mengerti pentingnya jiwa sumarah atau kepasrahan total (ketawakkalan). Peristiwa ini menambah kecintaan para punggawanya kepada sang Raja ini. Terlebih memang sang raja selama ini terkenal sangat dermawan. Sebagai seorang Resi yang menjadi Raja di kerajaan Yavadesh ini, memang sering mengumpulkan rakyatnya untuk mengadakan persembahan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa di setiap pekan. Siapa saja dari rakyatnya akan sangat berbahagia menghadiri acara-acara persembahan rasa syukur itu, karena mereka bisa bertemu dan menikmati makan bersama sang raja dalam kesempatan tersebut, seraya saling berbagi cerita kehidupan jelata. Pantaslah sang raja sangat disukai oleh rakyatnya karena kepeduliannya dan kehidupannya yang merakyat.
Hingga pada suatu ketika, sang raja kedatangan tamu dari kerajaan lain yang bersedang bersilaturrahim sekaligus mengadakan musyawarah bersama di kerajaan itu. Sang raja berniat ingin menjamu para tetamu dengan jamuan istimewa. Disiapkanlah berbagai jenis jamuan mendampingi tetamu sambil bermusyawah menyelesaikan berbagai persoalan. Setelah berbagai persoalan terpecahkan bersama, di hari terakhir diajaklah para tetamu ini untuk menikmati jamuan disuatu tempat, dipesanlah berbagai menu dan oleh-oleh yang dapat bawa pulang oleh tetamu kerajaan. Dikala semua telah usai dan sang raja telah siap membayar semua jamuan itu, tiba-tiba datanglah seseorang yang menyampaikan bahwa semua makanan sang raja beserta tetamu tidak perlu dibayar karena ada kisanak tak dikenal telah membayarnya dan melunasi semuanya. Sang raja dan para tetamu kemudian saling pandang terkaget, kemudian sang raja bergumam, “hari ini kita sedang membuktikan, Apakah Tuhan masih ada..??‼”.
Demikianlah kekuatan sebuah keyakinan, manakala seseorang benar-benar yakin akan keberadaan Tuhan, maka janganlah ragu dan jangan campur adukkan antara keyakinan dengan keraguan, karena keduanya tidak akan pernah bertemu selamanya. Keyakinan membutuhkan kepasrahan total, disaat seseorang telah mendeklarasikan keyakinannya akan adanya Tuhan, maka dia harus membuktikan komitmennya dan percaya penuh padaNya dengan tidak meminta bantuan pada siapapun kecuali pada Tuhan yang dipercayainya. Karena keyakinan penuh itulah yang akan mengundang keajaiban yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa akan mengambil alih segala urusannya. Benarlah Firman Allah swt :
… وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا. وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا
… Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (QS. Ath-Thalaq : 3)
Kisah di atas memberikan pelajaran bahwa masihkah kita tidak percaya bahwa manakala kita melakukan berbagai kebaikan dan dipadu dengan keyakinan serta ketawakalan, maka mungkinkah Tuhan akan meninggalkan kita..??. Ketahuilah, bahwa apabila tiga kekuatan telah betemu, yaitu keyakinan, ketawakkalan dan kedermawanan atau kebaikan sikap maka pastikanlah setelah itu akan lahir keajaiban dan akan mengantarkan pada derajat ketinggian seorang makhluk di hadapan manusia dan dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Semoga kita diberi keyakinan yang utuh oleh Allah swt dan tetap istiqomah dalam keyakinan itu. Dan semoga Allah swt terus memberikan kekuatan pada diri kita untuk memasrahkan total segala urusan kepadaNya dan dapat terus berbuat kebaikan hingga tidak ada lagi keraguan dalam hati kita untuk menyatakan bahwa “Tuhan itu masih Ada”.
Semoga Allah mengampuni dan meridhoi kita. Aamiiinnn…..
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir Al Afkar