Kanal24, Malang – Di tengah ketidakpastian ekonomi global, kebijakan fiskal Indonesia menghadapi ujian besar. Kebutuhan pembiayaan negara terus meningkat untuk menopang pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga transisi energi. Namun, ruang fiskal yang terbatas membuat setiap keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mendapat sorotan tajam.
Guru Besar Ekonomi Universitas Brawijaya, Prof. Dr. Candra Fajri Ananda, menekankan bahwa arah fiskal ke depan akan sangat menentukan ketahanan ekonomi Indonesia. Menurutnya, APBN tidak boleh sekadar menjadi instrumen belanja, tetapi harus dijaga agar tetap disiplin, transparan, dan berorientasi pada pertumbuhan jangka panjang di tengah tekanan global maupun dinamika politik dalam negeri.
Baca juga:
Anggaran Paket Ekonomi 2025 Sentuh Rp15,66 T
“Indonesia menghadapi kebutuhan pembiayaan yang besar, baik untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, maupun transisi energi. Menkeu baru harus menjaga kesinambungan kebijakan agar tidak menimbulkan gejolak di pasar,” ujar Prof. Candra.
Ia menekankan bahwa APBN 2026 yang baru saja disahkan DPR menjadi titik krusial dalam menilai arah kebijakan fiskal di bawah kepemimpinan baru. Stabilitas makroekonomi, khususnya pengendalian defisit dan pembiayaan utang, harus dijaga secara hati-hati.
Tantangan Defisit dan Pembiayaan Utang
Salah satu isu utama yang disorot Prof. Candra adalah besarnya kebutuhan pembiayaan negara di tengah ruang fiskal yang terbatas. Meski pemerintah berupaya menjaga defisit di bawah 3 persen PDB, belanja negara terus meningkat seiring kebutuhan program prioritas.
“Pemerintah tidak bisa mengandalkan utang secara berlebihan. Strategi pembiayaan harus lebih inovatif, termasuk memperkuat penerimaan negara dari sektor perpajakan dan nonperpajakan,” jelasnya.
Ia menambahkan, reformasi perpajakan yang sudah digagas sejak era Sri Mulyani harus tetap dilanjutkan. Digitalisasi sistem pajak, perluasan basis pajak, hingga pengawasan kepatuhan wajib pajak menjadi agenda yang tidak boleh berhenti di tengah jalan.
Selain itu, pembiayaan utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) perlu dijaga agar tidak membebani APBN di masa depan. “Menkeu baru harus cermat menakar kebutuhan utang dengan kemampuan bayar negara, sekaligus menjaga kepercayaan investor,” tambahnya.
Menjaga Pertumbuhan di Tengah Tekanan Global
Di sisi lain, Prof. Candra juga menyoroti pentingnya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Meski Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan sekitar 5 persen, tekanan global seperti perlambatan ekonomi Tiongkok, kenaikan suku bunga global, dan gejolak geopolitik dapat berdampak pada kinerja ekspor dan investasi.
“Pertumbuhan 5 persen itu capaian bagus, tetapi tidak cukup untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Butuh terobosan fiskal untuk memperkuat produktivitas dan mendorong investasi berkualitas,” ujarnya.
Ia mencontohkan bahwa belanja fiskal perlu diarahkan lebih tepat sasaran, seperti pada pengembangan sumber daya manusia, dukungan UMKM, serta investasi teknologi hijau dan energi terbarukan. Dengan begitu, belanja negara tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi juga produktif untuk jangka panjang.
Konsistensi dan Transparansi sebagai Kunci
Menutup pemaparannya, Prof. Candra menekankan bahwa konsistensi dan transparansi menjadi kunci utama dalam menjaga kepercayaan publik maupun pasar. Menurutnya, tantangan terbesar bukan hanya bagaimana merumuskan kebijakan, tetapi bagaimana menjaga disiplin fiskal di tengah tekanan politik dan kepentingan jangka pendek.
“Fiskal adalah instrumen kepercayaan. Jika pemerintah konsisten, disiplin, dan transparan, maka pasar akan memberikan dukungan. Sebaliknya, jika kebijakan sering berubah karena tekanan politik, risiko akan semakin besar,” tegasnya.
Ia berharap kepemimpinan baru di Kementerian Keuangan dapat menjaga kesinambungan kebijakan yang sudah baik, sekaligus melakukan inovasi sesuai kebutuhan zaman. Dengan demikian, kebijakan fiskal Indonesia mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Baca juga:
Bappeda Jatim: Riset UB Jadi Pijakan Perbaikan Penanggulangan Kemiskinan
Refleksi: Menatap Arah Fiskal ke Depan
Pergantian menteri keuangan selalu membawa dinamika baru dalam kebijakan ekonomi nasional. Namun, seperti yang diingatkan Prof. Candra Fajri Ananda, tantangan fiskal Indonesia jauh lebih besar dari sekadar pergantian figur. Defisit, pembiayaan utang, tekanan global, dan kebutuhan pembangunan menuntut strategi yang konsisten, transparan, dan berorientasi jangka panjang.
Ke depan, keberhasilan kebijakan fiskal akan sangat ditentukan oleh kemampuan pemerintah menjaga kepercayaan publik sekaligus memastikan belanja negara benar-benar berdampak pada peningkatan produktivitas. Indonesia kini berada di persimpangan: melanjutkan jalan konsistensi atau tergelincir oleh tekanan politik sesaat. (nid/pgh)