KANAL24, Jakarta – Industri makanan dan pertanian Asia akan membutuhkan investasi tambahan sebesar USD800 miliar selama dekade berikutnya untuk tumbuh ke ukuran yang berkelanjutan agar dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Pertumbuhan populasi, perubahan kebutuhan konsumen dan perubahan iklim menjadi tantangan terbesar.
Laporan terbaru yang disusun PwC, Rabobank dan Temasek Holdings Pte menyebutkan, kawasan ini mengalami urbanisasi dengan cepat. Pada tahun 2030 Asia dierkirakan akan mengalami pertambahan penduduk sekitar 250 juta, atau setara dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini.
Mengutip data PBB dan Global Economic Development, Brookings, Asia akan mengalami urbanisasi lebih cepat daripada kawasan lain di mana pun di dunia. Diperkirakan akan ada tiga kota di Asia berpenduduk lebih dari 30 juta, dan menampung 65% dari kelas menengah dunia pada tahun 2030.
Bersamaan dengan itu, akan terjadi pula perubahan etika dan selera makan, dan munculnya kebutuhan akan sumber pangan yang lebih sehat. Untuk mencukupi kebutuhan pangan kawasan dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, ungkap laporan tersebut, sedikitnya diperlukan investasi baru sekitar USD800 miliar.
Sebagian besar investasi, atau sekitar USD550 miliar, diperlukan untuk mendanai kebutuhan inti yang berkisar pada keberlanjutan, keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan pangan. Sedangkan USD250 miliar lainnya diperlukan untuk menyediakan jumlah makanan menyesuaikan dengan pertumbuhan populasi.
Laporan itu meyakini, Asia tidak dapat mencukupi kebutuhan pangannya sendiri, sehingga bergantung pada impor yang mengalir melalui rantai pasokan dari Amerika, Eropa dan Afrika. Pengeluaran makanan di kawasan itu akan meningkat menjadi lebih dari USD8 triliun pada tahun 2030, naik dua kali lipat dari USD4 triliun tahun ini.
Ketika populasi meningkat, maka masalah ketahanan pangan, pasokan, menipisnya sumber daya alam, serta ketersediaan tanah dan air yang subur menjadi semakin penting. Sementara itu, perubahan iklim dan degradasi lingkungan diperkirakan akan menghantam Asia paling keras, sehingga berdampak pada ketersediaan lahan subur, hasil dan output pertanian, serta memperburuk tantangan produksi.
“Diperlukan perubahan mendasar di seluruh rantai pasokan pangan di Asia untuk memungkinkan dan mempertahankan ketahanan pangan di kawasan ini,” kata Anuj Maheshwari, direktur pelaksana agribisnis di Temasek, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (21/11).
Data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menunjukkan impor bersih makanan meningkat tiga kali lipat sejak pergantian abad, dan sekarang mencapai sekitar 220 juta ton per tahun. Sementara itu, tren saat ini menunjukkan pertumbuhan populasi dan urbanisasi telah menyebabkan pemborosan yang tinggi dan kualitas yang buruk ketika rantai pasokan ditarik dan dipatahkan.
“Kami melihat peluang besar bagi para pemula, pebisnis, dan pemerintah untuk bekerja sama dalam menciptakan solusi inovatif,” imbuhnya. Singapura, Tokyo, Beijing, dan Mumbai adalah beberapa kota di Asia yang berpotensi menjadi “pusat teknologi pertanian pangan,” menurut laporan itu. (sdk)