Kanal24 – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres meminta negara-negara untuk membangun kembali multilateralisme untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Menurutnya negara-negara gagal untuk bekerja sama menjaga kenaikan suhu bumi seperti target yang disepakati dalam Perjanjian Paris 2015.
“Kita harus membangun kembali kepercayaan dan bersatu menjaga suhu 1,5 derajat dan membangun komunitas yang tahan iklim,” katanya pada Petersberg Climate Dialogue (18/7/2022).
Guterres menyebutkan dunia membutuhkan empat pendekatan menyeluruh yang memenuhi masing-masing pilar Perjanjian Paris. Pertama, pengurangan emisi dengan meninjau kembali dokumen Nationally Determined Contributions (NDC) dan keberlangsungan revolusi energi terbarukan.
Revolusi energi yang dimaksud adalag transisi energi yang adil, mempercepat penghentian penggunaan batu bara ke adopsi energi terbarukan secara tepat.
Dia menyebutkan contoh kerjasama dalam pengurangan emisi dan revolusi energi antara lain kesepakatan dengan Afrika Selatan November lalu, yang menjadi preseden baik, serta kemitraan penting yang sedang dibahas dengan Indonesia dan Vietnam.
Menurut Guterres, negara-negara ini memiliki potensi serta semangat multilateralisme dan kolaboratif. Guterres menambahkan bahwa upaya ini menjadi bentuk dukungan yang dibutuhkan negara-negara berkembang untuk memastikan transisi energi mereka di masa depan yang bersih dan tahan iklim.
Pertemuan negara G7 dan G20 diharapkan mampu menunjukkan keseriusan atas NDC, pada energi terbarukan, dan pada kerja sama dengan iktikad baik.
Kedua, Guterres menjelaskan tentang cakupan sistem peringatan dini. Dia menjelaskan bahwa orang-orang di Afrika, Asia Selatan, Amerika Tengah dan Selatan 15 kali lebih mungkin meninggal akibat peristiwa cuaca ekstrem.
Kondisi seperti itu tidak boleh berlangsung lama, Sekretaris Jenderal PBB meminta negara-negara untuk memastikan sistem peringatan dini yang komprehensif dalam lima tahun ke depan sebagai langkah pertama.
Dia juga menggarisbawahi perlunya menggandakan pembiayaan adaptasi sistem peringatan dini menjadi 40 miliar dolar AS (sekitar Rp598,4 triliun) per tahun dan bagaimana negara dapat meningkatkannya untuk mencapai pembiayaan mitigasi serupa.
Ketiga, sekjen PBB menghimbau negara untuk serius terkait keuangan yang dibutuhkan. Dia meminta negara-negara berkembang untuk berhenti melakukan lip service pada janji 100 miliar dolar AS per tahun dan lebih meminta kejelasan melalui tenggat waktu dan kepastian kapan dana itu dikirim.
“Dan mari memastikan bahwa mereka yang paling membutuhkan dana dapat mengaksesnya,” ujar dia, menambahkan.
Menurut Guterres, sebagai pemegang saham bank pembangunan multilateral, negara-negara maju harus menuntut penyediaan segera investasi dan dukungan yang diperlukan untuk meningkatkan energi terbarukan dan membangun kapasitas ketahanan iklim di negara-negara berkembang.
Dia meminta bank untuk mengubah kerangka kerja dan kebijakan mereka untuk mengambil lebih banyak risiko dan secara signifikan meningkatkan tingkat investasi swasta, yang saat ini sangat rendah29 sen per dolar AS.
Guterres menambahkan bahwa bank seharusnya meningkatkan pendanaan yang tidak memerlukan sovereign guarantee dan menggunakan kemitraan serta instrumen untuk mengambil risiko yang akan melepaskan triliunan dolar AS investasi swasta yang dibutuhkan.
“Mari tunjukkan kepada negara berkembang bahwa mereka dapat mengandalkan mitra mereka,” tuturnya.
Keempat, Sekjen PBB menekankan perlunya tanggapan global terhadap keadaan darurat iklim yang telah berlangsung begitu lama dan mengakibatkan kenaikan permukaan laut, kekeringan, dan banjir.
Guterres menjelaskan bahwa respons global yang nyata dapat menjawab kebutuhan orang-orang, komunitas, dan negara yang paling rentan di dunia.
“Langkah pertama adalah menciptakan ruang dalam proses iklim multilateral untuk mengatasi masalah ini termasuk pendanaan untuk kerugian dan kerusakan,” pungkasnya.