Oleh : Dr. Akhmad Muwafik Saleh, S.Sos. M.Si.*
Disaat Allah SWT menegaskan bahwa berdzikir itu akan berdampak besar (waladzikrullahi Akbar), maka tentu dampaknya tidak hanya sekedar pahala yang akan diperoleh melainkan pula pengaruhnya bagi kehidupan seseorang, baik fisiologis, psikologis hingga hubungannya dengan yang lain, yang bersifat kasat mata hingga tak kasat mata. Termasuk pula dampak dzikir terhadap aura dan medan energi yang dihasilkan beserta dampaknya pula bagi kehidupan dan interaksi kemanusiaan.
Dalam perjalanan spiritual seorang muslim, dzikir memiliki kedudukan yang sangat istimewa (waladzikrullahi akbar), Lebih dari sekadar amalan lisan, dzikir adalah upaya untuk senantiasa mengingat Allah SWT, menenangkan hati, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Namun, tahukah Anda bahwa praktik dzikir yang khusyuk dan istiqamah juga diyakini memiliki pengaruh terhadap aura atau energi spiritual seseorang?
Disaat seseorang sedang berdzikir maka seseorang sedang membangun jembatan penghubung hati dengan Allah. Seseorang yang sedang berpikir ia sedang mengulang-ulang kkalimat-kalimat thayyibah (suci), seperti tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), tahlil (Laa Ilaaha Illallah), dan takbir (Allahu Akbar), serta membaca Al-Qur’an dan berdoa. Esensi dari dzikir bukan hanya terletak pada ucapan lisan, tetapi juga pada penghayatan makna dan kehadiran hati (al khudhur).
Ketika seseorang berdzikir dengan penuh kekhusyukan, maka hatinya akan terhubung dengan kebesaran dan keagungan Allah SWT. Ketenangan dan kedamaian akan merasuk ke dalam jiwa, menggantikan kegelisahan dan kecemasan duniawi. Proses ini tidak hanya membersihkan hati dari kotoran-kotoran spiritual, tetapi juga diyakini memancarkan energi positif atau aura.
Aura adalah manifestasi energi spiritual. Aura sebagai medan energi yang mengelilingi setiap makhluk hidup. Aura diyakini memancarkan warna dan getaran tertentu yang mencerminkan kondisi fisik, emosional, mental, dan spiritual seseorang. Aura yang sehat dan positif biasanya memancarkan warna-warna cerah dan getaran yang harmonis, sementara aura yang negatif cenderung berwarna gelap dan bergetar tidak seimbang.
Praktik dzikir yang dilakukan secara rutin dan dengan hati yang hadir diyakini memiliki pengaruh signifikan terhadap pembentukan dan pembersihan aura, serta bagaimana aura tersebut meresonansi dalam interaksi dengan yang lain.
Sebagaimana dipahami bahwa dzikir membantu membersihkan hati dari pikiran-pikiran negatif, seperti iri, dengki, marah, dan kesedihan yang berlebihan. Emosi-emosi negatif ini dapat menggelapkan aura. Dengan berdzikir, hati menjadi lebih bersih dan jernih, sehingga aura pun memancarkan cahaya yang lebih terang. Sebagaimana makna umum dari hadits Nabi tentang dampak atau bekas wudhu dan sholat yang dilakukan kelak akan meninggalkan jejak cahaya pada diri kehidupan seseorang. Bagaimana difirmankan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat al-hadid ayat yang ke-12
يَوۡمَ تَرَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَسۡعَىٰ نُورُهُم بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَبِأَيۡمَٰنِهِمۖ بُشۡرَىٰكُمُ ٱلۡيَوۡمَ جَنَّٰتٞ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ
“pada hari engkau akan melihat orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, betapa cahaya mereka bersinar di depan dan di samping kanan mereka, (dikatakan kepada mereka), “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Demikian itulah kemenangan yang agung.” (Surat Al-Hadid: 12)
Bahkan pancaran cahaya tersebut aura terbawa kelak hingga akhirat sehingga Rasulullah akan mengenali umatnya melalui pancaran cahaya atas bekas wudhu dan salatnya sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ زِرٍّ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِيلَ لَهُ كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ لَمْ يَرَكَ مِنْ أُمَّتِكَ فَقَالَ إِنَّهُمْ غُرٌّ مُحَجَّلُونَ بُلْقٌ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ
“Telah menceritakan kepada kami Abdush Shamad, telah menceritakan kepada kami Hammad dari ‘Ashim dari Zirr dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah ﷺ dikatakan kepadanya; Bagaimana engkau dapat mengetahui dari umatmu yang belum pernah melihat engkau? Beliau menjawab, “Sesungguhnya mereka memiliki tanda putih bersinar di dahi dari bekas air wudhu.”(HR. Ahmad)
Berdzikir adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sumber segala energi dan cahaya. Ketika hati terhubung dengan-Nya, energi ilahi akan mengalir dan mengisi aura dengan vibrasi positif. Yang berefek dapat menenangkan pikiran dan menstabilkan emosi. Ketenangan batin ini tercermin dalam aura yang lebih harmonis dan seimbang. Serta dapat memperkuat Iman dan Keyakinan kepada Allah SWT. Keyakinan yang kuat akan memancarkan energi positif dan optimisme dalam aura.
Aura yang positif bukan hanya sekadar pancaran energi yang indah, tetapi juga memiliki pengaruh nyata dalam kehidupan seorang muslim, ia bagaikan magnet yang menarik vibrasi serupa dari lingkungan sekitar.
Ketenangan dan kejernihan batin yang dihasilkan dari dzikir dan terpancar dalam aura positif dapat mempertajam intuisi dan memberikan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Hati yang tenang lebih mampu menangkap bisikan kebenaran dan solusi yang tepat. Aura positif juga memberikan kekuatan mental dan emosional untuk menghadapi tantangan dan cobaan hidup. Seseorang dengan aura yang kuat tidak mudah goyah oleh kesulitan dan memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap stres dan tekanan. Sementara itu,
Aura dan energi yang positif dapat menciptakan daya tarik dan kehangatan dalam berinteraksi dengan orang lain. Hal ini dapat membantu membangun hubungan yang lebih harmonis dan suportif, yang pada gilirannya dapat membantu dalam menyelesaikan masalah melalui dukungan dan kerjasama.
Pada orang yang sedang berdzikir memiliki medan energi yang mengelilingi tubuhnya. Medan energi ini seringkali diasosiasikan dengan warna-warna tertentu yang diyakini memiliki makna yang berbeda-beda.
Berikut adalah beberapa warna aura yang seringkali diinterpretasikan dan makna yang diasosiasikannya:
1. Merah: Energi, kekuatan fisik, semangat, keberanian, ambisi, terkadang juga kemarahan atau agresi.
2. Jingga: Kreativitas, antusiasme, optimisme, percaya diri, kemampuan bersosialisasi.
3. Kuning: Kecerdasan, kegembiraan, optimisme, rasa ingin tahu, spiritualitas yang berkembang.
4. Hijau: Pertumbuhan, keseimbangan, harmoni, penyembuhan, cinta tanpa syarat, kasih sayang.
5. Biru: Ketenangan, kedamaian, komunikasi, kejujuran, intuisi, kesetiaan.
6. Nila (Indigo): Intuisi yang kuat, kemampuan psikis, pemahaman spiritual yang mendalam.
7. Ungu (Violet): Spiritualitas tinggi, transformasi, kebijaksanaan, idealisme, hubungan dengan alam semesta.
8. Putih: Kemurnian, kesucian, pencerahan, koneksi spiritual yang kuat, potensi yang belum terwujud.
9. Merah Muda (Pink): Cinta yang lembut, kasih sayang, kelembutan, kedamaian, empati.
10. Emas: Pencerahan spiritual, kebijaksanaan tingkat tinggi, energi ilahi, perlindungan.
11. Perak: Intuisi yang kuat, kemampuan psikis, fleksibilitas, perubahan.
12. Abu-abu: Masa transisi, ketidakjelasan, energi yang terhambat (tergantung pada nuansanya).
13. Hitam: Biasanya diasosiasikan dengan energi negatif, stres berat, penyakit, atau potensi tersembunyi yang belum diolah.
Pada orang yang sedang berdzikir, cenderung tampak perubahan energi dan warna aura yang lebih cerah dan jernih. Hal ini Mencerminkan hati yang bersih, tenang, dan dekat dengan Allah SWT. Warna-warna seperti putih, biru muda, atau hijau lembut mungkin diasosiasikan dengan kondisi ini.
*) Dr. Akhmad Muwafik Saleh, S.Sos. M.Si., Dosen FISIP UB, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Tanwir Al Afkar